Generasi Z, yang lahir pada era digital, menghadapi dinamika sosial yang kompleks. Mereka tumbuh dalam dunia yang lebih terhubung, tetapi juga lebih rentan terhadap polarisasi. Dengan tantangan ini, konsep Bhinneka Tunggal Ika, semboyan yang mengajarkan persatuan dalam keberagaman, menjadi sangat relevan. Namun, bagaimana aktualisasi semboyan ini di kalangan Gen Z?
Teknologi dan media sosial, yang menjadi bagian integral kehidupan Gen Z, memiliki dua sisi: menciptakan ruang untuk kolaborasi lintas budaya, namun juga menjadi medan konflik akibat ujaran kebencian dan disinformasi. Dalam ruang digital, perbedaan keyakinan, budaya, dan suku sering kali memicu polarisasi. Dalam konteks ini, Bhinneka Tunggal Ika dapat menjadi panduan moral dan ideologis untuk mengelola perbedaan secara bijak.
Tantangan Aktualisasi
- Sebagian Gen Z mengenal Bhinneka Tunggal Ika hanya sebagai slogan tanpa memahami akar filosofisnya. Konsep ini lahir dari kesadaran bahwa keberagaman adalah kekuatan, bukan ancaman. Sayangnya, tanpa pendidikan yang memadai, semboyan ini sering disalahpahami atau bahkan diabaikan.
- Polarisasi politik yang kerap merembet ke ranah agama dan budaya memengaruhi persepsi Gen Z. Ketika konflik ini tereskalasi di media sosial, semangat Bhinneka Tunggal Ika menghadapi tantangan besar.
- Algoritma media sosial cenderung mengurung pengguna dalam ruang gema (echo chambers), mempersempit pandangan mereka terhadap keberagaman. Ini berpotensi memperkuat prasangka antarkelompok, melemahkan semangat kebersamaan.
Peluang Aktualisasi
- Pendidikan yang menanamkan nilai keberagaman harus menjadi prioritas. Dalam konteks Gen Z, pendekatan ini dapat dilakukan melalui kurikulum sekolah yang interaktif, pembuatan konten kreatif di media sosial, dan inisiatif komunitas.
- Platform digital dapat digunakan untuk mempertemukan Gen Z dari latar belakang berbeda melalui diskusi lintas budaya, webinar, atau proyek kolaborasi. Teknologi menjadi alat untuk membangun empati dan pengertian.
- Kreator konten Gen Z yang paham nilai kebhinnekaan dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan narasi inklusif. Meme, video pendek, atau cerita inspiratif dapat menjadi medium efektif untuk mengajarkan nilai persatuan.
- Komunitas berbasis daerah atau budaya dapat menjadi jembatan antara identitas lokal dan nasional. Dengan keterlibatan aktif Gen Z, komunitas ini dapat menjadi ruang diskusi yang memperkuat semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Untuk mengukur sejauh mana Bhinneka Tunggal Ika diinternalisasi oleh Gen Z, indikator seperti menurunnya kasus intoleransi di media sosial, meningkatnya partisipasi mereka dalam acara lintas budaya, dan penguatan inisiatif keberagaman di kampus atau komunitas dapat menjadi tolok ukur.
Di tangan Gen Z, masa depan Bhinneka Tunggal Ika dapat lebih cerah. Namun, ini hanya mungkin jika mereka memahami bahwa keberagaman adalah aset bangsa, bukan penghalang. Dengan pendidikan yang inklusif, teknologi yang dimanfaatkan secara bijak, dan komitmen untuk menyebarkan nilai persatuan, Gen Z dapat menjadi garda terdepan dalam merawat kebhinnekaan Indonesia. Semangat Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya warisan, tetapi juga tugas bersama untuk menjadikannya relevan di setiap generasi.
Staf Ahli DPRD.