Kita tentu masih ingat beberapa tahun silam ketika seorang tewas dibakar massa hanya karena tudingan warga bahwa ia telah mencuri pengeras suara mushalla. Sementara ia justru yang memperbaiki toa itu. Dari sini kita insaf bahwa hukum jalanan bengis adanya, lebih-lebih dengan adanya provokator kejam yang mengagitasi massa, menjadikan warga beringas.
Sebagai umat Muslim yang baik sebisa mungkin kita menaati hukum yang berlaku, terlebih jika hukum tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Apabila terdapat peraturan atau rancangan undang-undang yang menyelisihi nilai luhur Islam kita bisa menggugat lewat jalur konstitusional. Kaum Muslim dengan pendalaman agama yang mumpuni tidak akan terjerumus oleh provokasi untuk menentang hukum meskipun dengan dalil-dalil agama.
Pada artikel sebelumnya telah saya kemukakan mengenai sila pertama Pancasila yang tidak bertentangan dengan nilai Islam. Meski begitu ada saja oknum yang membenci kedamaian di bumi Nusantara ini memprovokasi bahwa sila pertama tersebut menurutnya tidak sepenuhnya sesuai dengan ajaran Islam.
Aman Abdurrahman yang dengan argumentasi kocaknya bilang bahwa sila pertama ini justru mencegah seorang Muslim untuk nahy munkar. Ia contohkan misalnya ada orang yang murtad kemudian ada muslim yang menegakkan hukum Allah dengan membunuh si murtad, maka orang yang membunuh ini akan dijerat hukum tagut lalu dijebloskan ke penjara. Tidak ketinggalan pak Aman juga menganjurkan untuk memerangi pemerintah NKRI.
Saya bilang kocak karena seorang Muslim yang menjunjung tinggi hukum Allah adalah mereka yang menghormati asas keadilan dan kesetaraan di mata hukum. Bukan seorang yang main hakim sendiri, terlebih urusannya dengan nyawa. Kocak betul. Pak Aman perlu tahu bahwa menetapkan bahwa seorang telah murtad juga butuh proses peradilan. Lebih-lebih menjatuhkan vonis mati, banyak tahap yang perlu dilalui. Justru kerusakan di muka bumi akan wujud jika ide kocak Aman itu dianggap logis. Akan banyak pembunuh yang berdalih bahwa yang dibunuhnya adalah seorang murtad. Hukum Islam yang luhur justru dimanfaatkan oleh otak-otak kriminal, apa ini yang pak Aman harap?
Menyatakan berhukum dengan hukum Allah tetapi membolehkan pembunuhan tanpa peradilan sama dengan menjauhi hukum yang termaktub dalam Al-Qur’an. Imam al-Qurthubi dalam tafsirnya al-Jami li Ahkam al-Qur’an ketika memaknai QS. Al-An’am ayat 151 menyatakan bahwa larangan membunuh jiwa pada ayat ini berlaku bagi mukmin atau pun non-muslim yang mengikat perjanjian damai, kecuali mereka melanggar aturan tertentu sehingga jatuh pada mereka vonis mati.
Imam al-Qurthubi pun mengutip riwayat Abu Dawud bahwasanya Nabi SAW bersabda: barangsiapa membunuh seorang ahli al-dzimmah (non-Muslim yang mengikatkan diri dengan perjanjian damai) maka ia tidak akan mendapati aroma surga padahal sungguh aromanya betul-betul semerbak sejauh jarak perjalanan tujuh puluh tahun.
Adapun mengenai orang yang bisa dijatuhi vonis mati di antaranya menurut imam al-Qurthubi adalah mereka yang memecah belah kaum Muslim, menyelisihi pemimpin yang direstui masyarakatnya, melakukan agitasi agar suara mereka terpecah, berbuat kerusakan di bumi dengan cara merampas keluarga dan harta, memberontak pemerintah serta mencederai hukum maka ia dijatuhi hukuman mati.
Kembali pada ide kocak pak Aman, orang yang melakukan ide kocak tersebut justru layak dijatuhi hukuman mati jika kita merujuk pada apa yang dikatakan al-Qurthubi di atas. Pertama ide pak Aman mengafirkan Muslim yang membenarkan sila pertama Pancasila, jelas hal ini berpotensi memecah persatuan umat Muslim Nusantara. Kedua, seruannya untuk melawan pemerintah jelas merupakan aksi bughat yang mencederai hukum. Hal ini karena umat Muslim Nusantara sepakat untuk mendukung pemerintah yang sah secara konstitusional. Adapun ide pak Aman telah keluar dari kesepakatan luhur tersebut.
Kata bughat sendiri berasal dari bentuk lampau bagha yang menurut al-Asfahani dalam Mufradat-nya berarti bermaksud membolehkan sesuai dengan intensi, baik perkara tersebut memang dibolehkan atau tidak diperbolehkan.
Apa yang dikatakan pak Aman dengan mancatut hukum Allah hanya sekedar sesuai kehendaknya padahal justru ia menyelisihi hukum dalam Al-Qur’an. Ia mengajak orang untuk mengagungkan hukum Allah tetapi menjadi yang paling utama dalam merendahkannya. Melalui pernyataannya pak Aman menjadikan hukum dalam Al-Qur’an seakan bar-bar dan main hakim sendiri. Maha Suci Allah Yang telah menurunkan AL-Qur’an yang mulia kepada Rasulullah SAW. Hukum dalam Al-Qur’an jauh dari kata bar-bar. Justru Al-Qur’an yang mengawali dalam sejarah peradaban dunia bahwa setiap orang setara di mata hukum. Sementara hukum sebelumnya berpihak pada kelas sosial tertentu dan mendakwa kelas lain yang lebih rendah.
Mayoritas warga Muslim Indonesia taat kepada hukum sebagai upaya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karenanya kita tidak menurut pada hukum jalanan yang digagas pak Aman. Toh vonis yang dijatuhkan pengadilan kepadanya telah sesuai dengan syariat Islam.