Featured

Apakah Perempuan Perlu Dilibatkan dalam Moderasi Beragama?

4 Mins read

Pada 25 Oktober lalu, diketahui seorang perempuan menerobos keamanan istana dengan menodongkan senjata api berjenis FN. Dia kemudian diamankan dan disebut-sebut terafiliasi dalam sebuah kelompok keagamaan yang telah dibubarkan. Dengan motif sakit hati, ia melakukan aksi teror tersebut. Hingga kini belum ada kabar terbaru terkait perkembangan kasus ini.

Keterlibatan perempuan sebagai pelaku teror semacam ini bukanlah pertama kali terjadi di Indonesia. PadaĀ Maret 2021 lalu, aksi teror yang terjadi di Mabes Polri Jakarta Selatan juga dilakukan oleh perempuan. Aksi yang lebih lama adalah aksi bom panci di penghujungĀ tahun 2016Ā oleh Dian Yulia Novi.

Perempuan dan Agensi Terorisme

Beberapa aksi terorisme yang dilakukan belakangan oleh perempuan menandakan ada perubahan-perubahan signifikan atas peran perempuan terkait aksi-aksi terorisme.

Jika dahulu mereka adalah suporter (para pendukung, di belakang layar), maka saat ini mereka telah diposisikan dalam tugas yang beragam, di antaranya menjadi pendidik, agen perubahan, pendakwah, pengumpul dana, perekrut, penyedia logistik, kurir antar kota dan antar negara, mata-mata, agen radikal, pengikut dan pendamping setia dari suami yang terlebih dahulu menjadi teroris, bahkan pengantin (pelaku bom bunuh diri)Ā (Musdah Mulia, 2018:93).

Sebenarnya sudah banyak penelitian yang mengkaji terkait hal ini. Penelitian yang menunjukkan keterlibatan perempuan dalam doktrin dan aksi-aksi terorisme serta siap menjadi yang terdepan dalam penyerangan menjadi titik baru perhatian kita terhadap urgensi perempuan dalam membangun perdamaian di tengah keberagaman kita.

Perempuan yang saat ini mengambil peran sebagai agen kunci dalam pr

aktik dan penyebaran paham kelompok teroris membuat kita perlu berefleksi. Sejauh mana keterlibatan perempuan dalam narasi sebaliknya?. Narasi perdamaian dan moderasi beragama yang hingga saat ini terus digaungkan menjadi sistem yang tepat untuk mengolah keberagaman kita?

Jika perempuan berpotensi menjadi garda terdepan dalam aksi-aksi terorisme, maka potensi perempuan menjadi agen perdamaian pun seharusnya terbuka.

Ternyata, sejak dahulu perempuan telah terlibat sebagai agen perdamaian, baik berperan sebagai mediator bahkan sebagai inisiator perdamaian itu sendiri.

Peran perempuan dalam perdamaian akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini. Tetapi sebelum itu, kita akan memahami moderasi beragama sebagai basis terciptanya perdamaian.

Apa itu Moderasi Beragama?

Moderat berasal dari Bahasa Latin yang berartiĀ moderatioĀ yang artinya ke-sedang-an, yaitu tidak kurang dan tidak lebih. Dalam KBBI, moderat memiliki 2 makna, yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Maka, orang yang bersikap moderat adalah orang yang berposisi di tengah, sedang-sedang saja dalam beragama, atau berimbang (Kementerian Agama RI, 2019:15).

Berposisi di tengah ini tidak diartikan sebagai orang plin-plan yang kebingungan antara keyakinannya dengan orang lain, melainkan sebuah cara pandang di mana ia sudah mantap dengan keyakinannya, lalu menghormati keyakinan lain yang ada di sekitarnya. Sikap inilah yang perlu dikembangkan dalam konsep keberagamaan kita di Indonesia yang sangat multikultural ini.

Prinsip dasar dari moderasi beragama adalah adil dan berimbang. Adil yang dimaksud adalah keberpihakan dengan kebenaran, tidak berat sebelah dan tidak sewenang-wenang. Adapun berimbang adalah cara pandang, sikap, serta komitmen untuk keadilan, kemanusiaan dan, persamaan (Kementerian Agama RI, 2019:19).

Dengan prinsip moderasi beragama ini, umat beragama akan mudah saling terbuka, berbaur, dan bergaul satu sama lain.

Indikator moderasi beragama

Meskipun moderasi beragama bersifat sangat dinamis mengikuti perkembangan masyarakat di sekitarnya, dalam buku yang diterbitkan Kemenag mengenai moderasi beragama, indikator moderasi beragama dirumuskan dalam 4 hal, yaitu :

  1. Komitmen kebangsaan: Menyetujui Pancasila sebagai ideologi negara dan mematuhi hak dan kewajiban sebagai warga negara.
  2. Toleransi: Menghargai keyakinan atau keputusan yang berbeda.
  3. Anti-kekerasan : Menolak segala kekerasan dalam bentuk apapun.
  4. Akomodatif : pribadi yang cair, mampu beradaptasi di mana pun ia beradaĀ (Kementerian Agama RI, 2019:42-43).

Seseorang yang mempraktikkan moderasi beragama akan memenuhi empat indikator ini.

Diharapkan perempuan yang terlibat dalam wacana moderasi beragama ini memiliki pemahaman keagamaan sedemikian rupa untuk menciptakan perdamaian di lingkungan tempat ia berada.

Upaya melibatkan perempuan dalam moderasi beragama

Pelibatan perempuan sebenarnya sudah menjadi wacana yang terus diupayakan baik oleh pemerintah maupun lembaga non-pemerintah.

Salah satu contoh gerakan perempuan yang terkoordinasi dan terstruktur adalah Perempuan Pelopor Perdamaian di 32 provinsi di Indonesia yang dibentuk oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) Bidang Pemberdayaan Pemuda dan Perempuan Subdit Kewaspadaan yang bekerjasama dengan Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak (KemenPPA) pada 2017 lalu.

Adapun mitra kedaerahan gerakan Perempuan Pelopor Perdamaian adalah Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang seluruh kegiatannya berlandasan haluan kerja BNPT (Syaifuddin & Ovi, 2019, hlm.170).

Sedangkan gerakan perempuan yang tidak terafiliasi dalam struktur organisasi tertentu banyak ditemukan di komunitas akar rumput, seperti perempuan di Maluku yang menjadi mediator dalam kesenjangan antara komunitas muslim dan Nasrani ketika konflik.

Upaya ini dilakukan oleh perempuan Komunitas Papalele dengan mengadakan ruang-ruang pertemuan antara dua pihak berselisih tersebut dalam ruang publik pasar (Asyathri,dkk,2014,hlm.29-30). Contoh lainnya adalah peran perempuan dalam konflik Aceh yang aktif sebagai inisiator penyelesaian konflik dan banyak membantu korban (Ismiati, 2016, hlm.6-15; Eka,2011,hlm.36-64).

Gerakan perempuan dalam melakukan moderasi beragama tentu masih banyak lagi dan tersebar di Indonesia, seperti Komunitas Srikandi Lintas Iman yang ada di Yogyakarta, atau AMAN Indonesia yang memiliki berbagai program pengarusutamaan gender nan masif.

Berbagai upaya di atas tentu saja terus dikembangkan hingga saat ini. Namun, jika masih ada aksi-aksi terorisme, tidakkah kita harus saling belajar mengenai kalangan mana saja sebenarnya yang sudah kita coba rangkul? Apakah perempuan yang dilibatkan saat ini memiliki posisi yang strategis untuk menyebarkan nilai-nilai moderasi, tetapi justru tidak mampu merangkul mereka yang terpapar atau yang berada di lingkungan terorisme itu sendiri?

Referensi

Asyathri, Helmia,dkk, 2014.ā€Diplomasi Hibrida: Perempuan dalam Resolusi Konflik Maluku dalamĀ Jurnal Indonesian Women of Journal Studies Vo.2, No.1.

Ismiati,Ā 2016. ā€œEksistensi Aktivis Perempuan Dalam Mewujudkan Perdamaian Di Acehā€, dalamĀ Jurnal Al-Bayan:Ā Media Kajian dan Pengembangan Ilmu Dakwah,Vol. 22, No.1.

Kementerian Agama RI, 2019.Ā Moderasi Beragama,Ā Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Mulia, Musdah, 2018. ā€œPerempuan dalam Gerakan Terorisme di Indonesiaā€ dalamĀ JurnalĀ Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan Agama,Vol.12,No.1.

Ridhuan, Syamsu, 2017. ā€œPerempuan Pencegah Konflik dan Perunding Perdamaianā€, dalamĀ Jurnal AbdimasĀ Volume 4 Nomor 1, September 2017.

Srimulyani, Eka, 2011. ā€œPerempuan dan Penyelesaian Konflikā€ dalam Jurnal Analisis, Volume XII, No.2. Banda Aceh: IAIN Ar-Raniry.

Syaifuddin, dan Ovi Olivia Belida, 2019, ā€œStrategi Komunikasi Kelompok Perempuan Pelopor Perdamaian dalam Menghadapi Isu Radikalismeā€,Ā dalam Jurnal Bisnis dan Komunikasi KALBI Socio Vol. 6, No. 2.

Sukma Wahyuni

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Featured

Perjuangan Perempuan di Tengah Stigma dan Radikalisme

2 Mins read
Dalam bayang-bayang stigma terorisme yang menakutkan, ada satu sosok perempuan yang berani menembus kegelapan itu dengan tindakan nyata. Ia adalah seorang istri…
Featured

Potensi dalam Tradisi Kopi Nusantara

3 Mins read
Keunikan kopi Nusantara terletak pada keragaman cita rasa dan karakteristik setiap daerah. Kopi Gayo menawarkan aroma bunga yang lembut, Toraja menghadirkan sentuhan…
Featured

Integritas Publik: Perpaduan Hukuman dan Insentif Anti-Korupsi

3 Mins read
Gillian Brock menyatakan korupsi sebagai penyalahgunaan kekuasaan yang merusak keadilan dan sistem pemerintahan. Menurutnya, korupsi muncul dalam berbagai bentuk, seperti nepotisme—memberikan keuntungan…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *