Religius

Apapun Dalil dan Dalihnya, KDRT Tetap Saja Bentuk Kekerasan

2 Mins read

Pilarkebangsaan.com. Jani begidi, eh jadi begini. Saya baru saja nonton petikan ceramah seorang ustadzah yang sudah bergelar doktor. Dia cerita tentang seorang suami di Jeddah yang memukul istrinya. Si istri, sebagaimana kisah di sinetron Indosiar, menerima dan memaklumi tindakan suaminya, dan bahkan menutupi tindakan KDRT ini, manakala ayah ibunya berkunjung ke rumahnya.

Menurut sang ustadzah, kepada ayah dan ibunya si istri mengaku bahwa mata sembab itu adalah karena saking terharu lantaran rintihan doanya yang merindu orang tua terkabul, alih-alih mengaku abis kena gampar suaminya.

ā€œLantaran itu dia terharu menangis hingga sembab,ā€ begitu kira-kira kata si ustadzah.

Wooow, sinetronik bangets!!

 

Soal KDRT, apapun dalil dan dalihnya, tetap saja kekerasan. Saya ditempa dengan ā€œbrutalā€ secara fisik dan mental di PSHT (Persaudaran Setia Hati Terate), tapi sejak menjadi siswa dan disahkan menjadi warga, dua puluh tahun lalu, saya tidak pernah menyalahgunakan ilmu beladiri untuk memukul apalagi tawuran. Sebab, hakikat tertinggi dari beladiri adalah pengendalian diri dan kematangan emosi.

Demikian pula dalam rumahtangga. Saya tidak mentolerir adanya tindakan KDRT dengan dalil dan dalih apapun. Pendisiplinan atau apapun istilahnya. Pukulan fisik tetaplah kekerasan. Apalagi dilakukan suami kepada istri. Mungkin pula sebaliknya.

Beberapa rumahtangga ambruk karena gagal mengelola emosi yang berakibat pada pertengkaran yang dilanjut dengan kekerasan fisik. Kalau ini yang terjadi, biasanya berakhir ke zona perceraian. Bisa pula naik ke ranah pidana. Di pengadilan agama, silahkan dicek, beberapa perceraian muncul akibat KDRT.

Dalam Surat An-Nisaā€™ 34 memang ada kalimatĀ fadhribuhunnaĀ (pukullah mereka), yaitu istri yangĀ nusyÅ«zĀ alias membangkang. Namun, dalam hal ini, menarik apabila menggunakan pendapat Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani dalam beberapa karyanya. Misalnya dalamĀ Marah LabÄ«d, atauĀ UqÅ«dullujayn. Beliau berpendapat huruf wawu (Łˆ) dalam ayat itu berfaidah tartÄ«b (berjenjang-berurutan), bukan pilihan, yakni; tahap awal menasehati dengan cara lemah lembut, komunikatif dan pikiran dingin; langkah kedua; pisah ranjang jika sudah jelas pembangkangannya. Tahap ketiga, barulah memukul diperbolehkan, itupun dianjurkan untuk memaafkannya saja. Bahkan sekiranya pukulan itu membahayakan maka haram hukumnya.

Oleh karena itu, jangan pernah ada KDRT dalam rumahtangga. Juga jangan pernah memakluminya. Jangan pula menutupinya dengan dalil dan dalih agama. Siapapun yang melakukan KDRT, sadar atau ā€œterpaksaā€, dan dimaklumi oleh korbannya, pelakunya akan mengulanginya dalam kesempatan lain.

Jangan percaya dia bisa terharu dengan korban yang telah ā€œmemaklumiā€ tindakannya juga menyembunyikan ā€œaibā€-nya. Pelaku tidak semudah itu tersentuh hatinya lantas berubah sebagaimana cerita sinetron Indosiar, sebab itu bagian dari sisi brutalitas yang mengendap dalam jiwanya. Psikopat amatir yang suatu ketika bisa menjelma menjadi monster.

Di tanah air, UU No. 34 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT bisa dijadikan landasan hukum. Berbagai etika berumahtangga juga telah diteladankan oleh Rasulullah.

Bahkan telah jelas dan gamblang beliau, sebagaimana dikutip Prof. Quraish Shihab dalam ā€œIslam yang Disalahpahamiā€ (hlm. 190), bersabda: ā€œTidakkah kalian malu memukul istri kalian seperti memukul keledai?ā€

Malu, bukan saja karena memukul, melainkan juga malu karena gagal mengarahkannya dengan nasehat dan cara yang dianjurkan Allah.

Saya nulis begini karena punya dua orang anak perempuan. Saya berharap apabila sudah menikah mereka terhindar dari KDRT. Juga punya anak laki-laki yang berharap kelak dia menjadi suami yang baik dan tidak pernah melakukan KDRT. Itu saja.

Rizal Mumaziq.

Selengkapnya baca di sini I

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Religius

Moderasi Beragama Jalan Tengah Cegah Ekstremisme dan Fanatisme

1 Mins read
Moderasi beragama adalah jalan tengah yang bisa mencegah ekstremisme dan fanatisme.Ā Karena itu sangat penting nilai-nilai moderasi beragama terus ditanamkan di sekolah-sekolah. Tujuannya…
Religius

Paus Fransiskus: Menyapa Umat, Menyentuh Kontroversi

3 Mins read
Mari kita alihkan perhatian kita ke Paus Fransiskus, yang bebarapa waktu lalu melakukan perjalanan penting melintasi Asia. Setelah mengunjungi dua negara, sempat…
Religius

Kisah Murtad Cut Fitri Handayani: Bolehkah Pindah Agama di NKRI?

3 Mins read
Beberapa tahun lalu, sempat santer tersebar di media sosial tentang Cut Fitri Handayani, seorang perempuan asal Aceh yang keluar dari agama Islam…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *