Prinsip ber-Islam adalah beragama secara moderat atau pertengahan (washaty). Prinsip ini bukan hal baru, tetapi garis yang sudah dititahkan dalam al-Quran dan hadist. Umat Islam dilarang berlebihan dalam beragama sebagai pembelajaran dari kaum terdahulu yang binasa dan musnah karena sikapĀ ghuluwĀ (ekstrem) atau berlebihan.
Kenapa berlebihan ini sangat dilarang? Dalam kehidupan sosial sikap berlebihan ini tidak kompatibel atau relevan dengan masyarakat yang beragam. Tidak hanya beragam dalam agama dan keyakinan, tetapi beragam dalam seluruh aspek kebutuhan hidupnya. Berlebihan akan mempersulit diri, jika tidak, ia akan mempersulit orang lain.
Ada cerita yang cukup populer dalam Shahih Bukhari dan Muslim tentang Sahabat Muadz. Kita ketahui sahabat Muadz merupakan salah satu sahabat kesayangan dan kepercayaan Rasulullah yang sangat alim. Suatu ketika ia menjadi imam shalat di antara kaumnya dengan bacaan yang sangat Panjang. Konon, bacaan yang dibacanya adalah surat Al-Baqarah.
Salah satu jamaahnya meninggalkan barisan jamaah karena mempunyai kebutuhan yang tidak bisa ditinggalkan. Sebutlah seorang buruh yang terikat jam kerja. Ia harus meninggalkan jamaah dan memilih shalat sendiri karena khawatir akan mengabaikan pekerjaannya.
Mendengar berita tentang orang tersebut, Sahabat Muadz sangat geram dan bahkan menyebutnya sebagai āia seorang munafik!ā. Tidak terima dengan sebutan itu, sang buruh itu mengadu ke Rasulullah dan menceritakan ihwal yang terjadi. Ia mengatakan sebagai orang yang bekerja dengan tangan sendiri dan harus menyirami kebun kurma dan pekerjaan lain.
Rasulullah menegor Muadz āApakah kamu hendak menjadi tukang fitnah, wahai Muāadz? Jika kamu mengimami manusia, bacalah (surat) Asy-Syamsi wa Duhaha, Sabbihisma Rabbikal Aāla, Iqraā bismirabbik, atau (surat) Al-Laili idza Yaghsa.āā
Cerita ini memberikan pelajaran bahwa dalam beribadah yang sangat penting pun orang tidak boleh berlebihan yang bisa mengabaikan hak-hak sosial orang lain. Jangankan non muslim, muslim pun akan lari dan menjauh dengan cara beragama yang berlebihan. Beragama dengan berlebihan dapat mempersulit diri dan bisa memberikan derita kepada orang lain.
Beragama berarti harus mempertimbangkan pula keseimbangan. Ada hak Tuhan yang harus ditunaikan, tetapi ada hak-hak sosial yang harus diperhatikan. Bukan berarti menyembah Tuhan, lalu mengabaikan hak manusia. Itu bukan prinsipĀ washatyĀ yang diajarkan oleh Rasulullah.
Nabi pernah bersabda : Sesungguhnya agama (baca:Islam) itu mudah. Tidaklah seseorang mempersulit agama ini melainkan dia akan kalah. Maka luruskanlah, mendekatlah, bergemberilah (dengan pahala) dan mintalah pertolongan di waktu pagi, sore dan sebagian malam (HR Bukhari).
Orang yang mempersulit diri dalam beragama akan ditinggalkan. Ia hanya asyik dengan kehidupannya sendiri, tetapi tidak bisa melihat kepentingan orang lain. Orang berlebihan dalam beragama cenderung memiliki sikap kaku dan sangat sulit bergaul dengan yang lain.
Agama menjadi semacam penghambat dan menjadi kumpulan dalil yang seolah membuat ketakutan dan kengerian. Agama dianggap hanya memiliki sisi ancaman dan tidak ada kabar gembira. Semua orang dilihat penuh dengan dosa, sementara hanya dirinya yang benar dan paling lurus memegang sunnah.
Jika cara beragama seperti ini, bukan hanya non muslim yang akan lari dan tidak tertarik dengan Islam, tetapi umat Islam pun akan menjauhinya. Karena itulah, sekali lagi Rasulullah mengingatkan : Permudahlah dan jangan dipersulit, berilah kabar gembira dan jangan membuat mereka lari.ā (HR. Bukhari dan Muslim).