Masyarakat Indonesia memiliki banyak budaya, suku dan keyakinan, keragaman itu menejadikan Indonesia sebagai perwujudan dari negeri yang kompleks akan penterjemahan berbagai keyakinan dan budaya dengan latar belakang penduduk yang berbeda. Penguatan nilai-nilai budaya di Indonesia dapat dilihat dari tradisi dan adat istiadat masyarakat yang sudah turun temurun dijalankan. Tidak saja budaya keyakinan dan agama yang dianut masyarakat Indonesia sangat majemuk, namun kemajemukan agama yang ada akan menjadi kekuatan sekaligus ancaman bagi bangsa Indonesia itu sendiri.
Kompleksitas budaya, suku dan agama di Indonesia dewasa ini mendorong pada persoalan hubungan antar umat beragama dan berkeyakinan. Persoalan itu mulai dari penguatan penggunaan agama pada ranah politik praktis dan kesenjangan antara masyarakat mayoritas dan minoritas. Pada masa-masa mendatang persoalan kerukunan umat beragama akan semakin sulit dikendalikan sebagaimana yang dikehendaki norma hukum, norma agama dan etika masyarakat. Konflik antar umat beragama akan kembali terjadi di Indonesia berlatar belakang agama dan keyakinan.
Gavin W. Jones mencatatkan ketegangan antar umat beragama di Indonesia pernah terjadi antara penganut agama Kristen-Islam pada tahun 1950 an di Aceh, tahun 1960 an ketegangan serupa terjadi di Toraja Sulawesi Selatan dan ketegangan-ketegangan pada akhir tahun 1960 an yang bersumber dari reaksi umat Islam terhadap peningkatan besar besaran jumlah jemaah Gereja seperti di Jawa Timur, Jawa Tengah serta Batak karo di Sumatera Utara (Gavin, 1985: 116). Alwi Shihab, pada tahun 1931 jumlah umat kristen di Indonesia 2,8 % dari jumlah penduduk. Pada tahun 1971 menjadi 7,4 % dan pada tahun 1980 meningkat menjadi 9,6 % (Shihab, 1997: 20).
Ketegangan antara penganut agama di Indonesia menjadi salah satu masalah yang diakibatkan pada penurunan nilai-nilai budaya masyarakat. Koentjaraningrat Kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan (Koentjaraningrat, 1984: 5). Karenannya dipandang perlu untuk melakukan penguatan pondasi budaya bangsa sebagai pengikat sikap toleransi antar umat beragama. Kabupaten Purwakarta Provinsi Jawa Barat telah mampu menjaga kerukunan umat beragama melalui harmoni budaya dan umat beragama di tengah masyarakat Sunda.
Permasalahan kesenjangan budaya menentukan seberapa dekat pengaruhnya pada pemecahan masalah kerukunan antar umat beragama. Kesenjangan budaya asli masyarakat dengan pengaruh budaya impor menjadi tolak ukur keberhasilan penggunaan budaya sebagai sarana mempersatukan keragaman keyakinan dan agama di tengah masyarakat. Karenannya perlu dilakukan pembatasan masalah pada hal yang berkaitan dengan budaya dan pengaruhnya pada penguatan toleransi antar umat beragama di Kabupaten Purwakarta.
Analisa pendekatan masalah kesejangan budaya dan pengaruhnya pada kerukunan antar umat beragama dilakukan melalui pendekatan sosio kultur masyarakat dan kepemimpinan di daerah. Cara berpikir pemimpin daerah menentukan penerapan penggunaan budaya sebagai alat pemersatu umat beragama pada konteks khazanah kearifan lokal yang melekat di masyarakat.
Sebagai perbandingan kesamaan dan korespondensi teori peran penting budaya menjaga hubungan umat beragama didasari pada buku “Kang Dedi Menyapa Jilid 2” dimana disebutkan;
“Bahasa adalah kekuatan kebudayaan. Saya katakana sulit bagi orang Indonesia mengidentifikasi dirinya dari sisi sosial kultur kebudayaan ideologis kalau dia tidak mengenal bahasa ibunya”. (Dedi Mulyadi 2015:192)
“Ketika bicara Pancasila, maka bicara Ketuhanan Yang Maha Esa, keragaman berketuhanan. Kemudian kita bicara esensi manusia, bicara esensi kemanusiaan maka kita bicara latar belakang kita dari mana, apakah kita orang Sunda, Jawa, Ambon, Manado dan lain-lain. Orang manapun kita, tapi kita memiliki garis ideology sebagai pembentukan karakter kemanusiaan dan termasuk prinsip-prinsip kehidupan”. (Dedi Mulyadi 2015:203)
Sistem nilai budaya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat, mengenai hal-hal yang mereka harus anggap amat bernilai dalam hidup. Karena itu suatu system nilai budaya biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Sistem-sistem tata kelakuan manusia lain yang tingkatannya lebih kongkret, seperti aturan-aturan khusus, hukum dan norma-norma, semuanya berpedoman kepada system nilai budaya itu.
Sebagai bagian dari adat istiadat dan wujud ideel dari kebudayaan, system nilai budaya seolah-olah berada di luar dan di atas diri para individu yang menjadi warga masyarakat. Para individu itu sejak kecil telah diresapi dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat sehingga konsepsi-konsepsi itu sejak lama telah berakar dalam alam jiwa. Itulah sebabnya nilai-nilai budaya sulit untuk diganti dengan nilai-nilai budaya lain dalam waktu singkat (Koentjaraningrat, 1984: 25).
Budaya memiliki peran penting yang menentukan hubungan masyarakat termasuk umat beragama di Indonesia. Penggunaan budaya pada posisi yang ideal mendorong penguatan hubungan antar golongan melalui pesan-pesan kesamaan pada akar budaya.
Kerangka ini disusun berdasarkan landasan teori pertama bahwa konsep budaya mempengaruhi pada kerukunan umat beragama dan teori kedua menyatakan penerapan budaya mempengaruhi kerukunan umat beragama di Purwakarta.
Kerangka tersebut secara teoritis sudah final namun perlu dibuktikan kebenarannya melalui pengujian empiris. Pengujian dilakukan dengan menyusun hipotesis terlebih dahulu.
Hipotesis yang diambil yaitu baik konsep budaya maupun penerapan budaya keduanya memiliki pengaruh signifika pada kerukunan umat beragama di Kabupaten Purwakarta. Pengaruh itu terlihat dari kuatnya konsep budaya dan penerapan budaya yang dilaukan oleh pemimpin daerah Kabupaten Purwakarta.
Saefudin Sei
(Pimpinan Redaksi Purwakarta Post)
Selemgkapnya baca di sini I