Pilarkebangsaan.com – Tuan Guru sebagai suatu bagian perjuangan dan perjalanan proses Islamisasi yang pernah berlangsung di pulau Lombok, merupakan figur yang sangat berpengaruh dalam membentuk corak keislaman muslim sasak dari masa lalu hingga hari ini.
Kemunculan sosok Tuan Guru di pulau Lombok dikatakan sebagai sebuah kelanjutan dari perkembangan agama Islam di pulau Lombok. Sunan dan murid-muridnya disimpulkan berperan sangat penting atas penyebaran agama Islam di pulau Lombok. Sejak kemcnculan gelar Tuan Guru di pulau Lombok pada abad ke-18 silam, gelar Tuan Guru bagi seorang haji yang telah lama belajar di Timur Tengah menjadi dominan sangat di pulau Lombok. Kemunculan kelompok Tuan Guru yang dipengaruhi oleh ide pembaharuan Islam dari Timur Tengah, kemudia peran keagamaan para pendahulu selanjutnya tergantikan oleh Tuan Guru dari kalangan Ahlus Sunnah wa; Jamaah.
Dinamika kehidupan keberagamaan masyarakat Sasak sudah barang tentu telah banyak dipengaruhi oleh Tuan Guru, dan oleh hal tersebutlah Tuan Guru juga selanjutnya disebut sebagai aktor penting dalam pembentukan sistem sosial dan keagamaan masyarakat, sehingga dapat dikatakan bahwa hampir semua nilai sosial budaya dan tradisi keislamanyang berkembang di pulau Lombok merupakan kontribusi dari Tuan Guru yang terus terpelihara. Dalam masyarakat Sasak, Agama merupakan elemen yang sangat penting. Agama tidak hanya menjadi pondasi sosial dalam membina moralitas individu dan kelompok, melainkan agama juga harus menopang segala lini sistem sosial, tradisi, budaya, maupun politik. Karenanya, melanggar agama juga sekaligus melanggar adat.
Tradisi keilmuan Tuan Guru yang sangat kental dan sangat terikat dengan gaya berpikir Islam klasik, akan tetapi walaupun demikian adanya, Tuan Guru tidak menutup diri dari perubahan dan modernisasi yang terjadi di tanah Sasak. Peran Tuan Guru generasi awal di masa lalu merupak pondasi awal pembentukan bentuk atau corak keagamaan masyarakat muslim Sasak hari ini. Sebagaimana disebutkan bahwa, Sasak memiliki reputasi di seluruh Indonesia karena menjalankan bentuk Islam yang keras dan ketat. Selain itu, Lombok juga terkenal karena berlarut-larutnya konflik antara dua varian Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa di pulau Lombok terdapat dua varian Islam yang selanjutnya disebut sebagai Islam Waktu Lima dan Islam Wetu Telu.
Islam Wetu Telu ialah merupakan gambaran dari Islam lokal di pulau Lombok yang sampai saat ini masih bertahan, walaupun mereka hanya masih terdapat di daerah-daerah terpencil yang jauh dari pusat kota di pulau Lombok. Keberadaan Islam Wetu Telu di pulau Lombok tentunya bukan tanpa halangan ataupun ancaman, cercaan ataupun stigma sesat yang dilekatkan kepada kelompok tersebut, selain itu Islam Wetu Telu juga disebut sebagai ajaran yang sinkretis yang dikatakan oleh kelompok Islam Waktu Lima sebagai ajaran Islam yang masih belum sempurna dan menyimpang dari syari’at Islam.
Stigma yang ditunjukan bagi kalangan penganut Islam Wetu Telu di pulau Lombok tentunya bukan merupakan suatu yang tidak mendasar, akan tetapi hal tersebut disebabkan karena golongan Islam Wetu Telu ini juga mengaku beragama Islam, padahal mereka (Islam Wetu Telu) tetap menyembah roh leluhur serta berbagai dewa yang masih mereka percayai.
Hal demikian terlihat dalam ritual-ritual ibadah mereka yang sangat jauh berbeda dari kelompok Islam Waktu Lima. Para pemeluk ajaran Islam Waktu Telu sangat memegang erat kepada tradisi leluhur dan nenek moyang mereka. Dengan demikian, tidak heran dalam kehidupan sehari-hari mereka, adat selalu memainkan peranan yang sangat kuat dan sangat dominan.
Tidak hanya itu, golongan Islam Wetu Telu juga menjadikan adat sebagai suatu bagian dalam ritual kegiatan keagamaan mereka. Akan tetapi hal demikian dijadikan sebagai sebuah kendaraan oleh Tuan Guru dalam menyebarkan ajaran agam Islam yang sesuai dengan syari’at Islam pada umumnya. Dalam melakukan dakwahnya di pulau Lombok yang terdapat kelompok Islam Wetu Telu, Tuan Guru tidak memaksakan masyarakat Lombok untuk berpisah dengan adat atau tradisi yang telah dulu berkembang.
Selanjutnya, perkembangan pengaruh Tuan Guru juga ditunjukan dan diikuti dengan merosotnya status bangsawan di kalangan masyarakat Lombok, yang kemudian hal tersebut juga yang menyebabkan banyaknya bangsawan Sasak yang pada mulanya menganut ajaran Islam Wetu Telu pada akhirnya juga berpindah ke Islam Waktu Lima. Penetrasi ajaran ortodoks dari Tuan Guru yang cepat telah berhasil memudarkan dan akhirnya pengaruh dari sistem tradisional Islam Wetu Telu di hampir semua kawasan pulau Lombok, kecuali di Tanjung dan di Bayan. Islam Wetu Telu yang masih ada kini semakin kian terpencil dari komunitas Sasak yang lebih besar, dan juga dianggap telah ketinggalan zaman.