“Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat”, begitulah kira-kira apa yang sering kita dengar mengenai istilah demokrasi. Sebagaimana kita ketahui, Indonesia merupakan negara yang menjalankan pemerintahan dengan menganut sistem demokrasi. Demokrasi dikenal sebagai produk Barat yang diterapkan oleh bangsa indonesia. Demokrasi pertama kali berkembang di negara-negara yunani kuno sejak 500 tahun sebelum masehi. Kemudian diterapkan oleh negara-negara barat, seperti negara-negara eropa.
Jika demokrasi adalah hasil pemikiran bangsa barat, apakah demokrasi pantas untuk diterapkan di Indonesia? Mengingat Indonesia merupakan negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Dalam hal ini, Indonesia memiliki prinsip sendiri dalam menjalankan demokrasi. Demokrasi yang diterapkan di negara Indonesia merupakan demokrasi yang berpegang pada prinsip-prinsip pancasila, atau kita sebut sebagai demokrasi pancasila. Prinsip yang digunakan oleh negara indonesia ini pada dasarnya sudah diajarkan dalam islam jauh sebelum negara indonesia merdeka.
Salah satu prinsip demokrasi pancasila adalah sebagaimana tercermin dalam nilai pancasila sila keempat, yakni Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Benang merah yang dapat kita tarik dari sila keempat ini adalah adanya prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah sejatinya sudah dipraktikan oleh Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat. Kemudian prinsip ini juga digunakan oleh para sahabat ketika pemilihan khalifah pengganti Rasulullah SAW, begitu pula dalam pemilihan khalifah-khalifah selanjutnya.
Praktik musyawarah ini sejatinya telah diperintahkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya yang diturunkan melalui utusan-Nya. Potret mengenai perintah musyawarah tersebut sudah terpampang jelas pada beberapa ayat dalam kitab suci Al-Qur’an. Salah satunya adalah terdapat dalam Q.S. Ali Imran [3]: 159, sebagai berikut.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” QS Ali Imran [3]: 159.
Dalam ayat di atas, setelah Allah memuji mengenai sifat lemah lembut yang dimiliki Nabi Muhammad SAW, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi untuk meyelesaikan suatu urusan dengan cara musyawarah. Tepatnya pada kalimat wa syawirhum fil amr “dan bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam urusan itu”. Meskipun ayat ini ditujukkan kepada Nabi, namun pada dasarnya ini merupakan tuntunan untuk kita semua selaku umat islam. Prinsip musyawarah inilah yang kemudian menjadi prinsip negara Indonesia dalam menjalankan sistem pemerintahan.
Buya Hamka, salah satu mufassir asal Indonesia dalam tafsirnya Al-Azhar menyebutkan bahwa ayat ini merupakan tuntunan Allah kepada Nabi Muhammad SAW mengenai tata cara memimpin umat manusia. Buya Hamka menyebutnya sebagai ilmu memimpin. Beliau juga menyebutkan bahwa inti amalan dari ayat ini adalah musyawarah sebagai dasar politik Islam dan pemerintahan Islam. Di samping itu, beliau juga menyebutkan bahwa ayat ini merupakan pujian Allah terhadap sifat lemah lembut yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW.
Mengenai prinsip musyawarah, Prof. Dr. M. Qurasih Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah menyebutkan bahwasannya Syuraa atau musyawarah merupakan salah satu pokok ajaran islam yang sangat penting. Dalam pelaksanaannya, M. Hasbi Asy-Syidieqy dalam kitab tafsirnya An-Nur menjelaskan bahwa salah satu kaidah yang terdapat dalam musyawarah yang dilakukan oleh Nabi adalah pelaksanaan musyawarah itu berbeda-beda menurut keadaan masyarakatnya, waktu dan tempat di mana masyarakat tersebut tinggal.
Hal ini memberikan arti bahwa dalam menjalankan musyawarah tidak terpaku pada cara yang dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW. Melainkan menyesuaikan dengan kondisi wilayah dan masyarakatnya. Maka dari itu, pelaksanaan musyawarah di negara Indonesia dituangkan dalam suatu sistem pemerintahan yang kita kenal sebagai demokrasi pancasila. Ini tentu menyesuaikan dengan kondisi wilayah serta masyarakat Indonesia. Mengingat, negara indonesia yang meliliki wilayah yang sangat luas serta jumlah penduduk yang sangat banyak.
Berdasarkan penjelasan di atas, sudah sangat jelas bahwa prinsip yang dipegang oleh bahwa demokrasi dalam menjalankan pemerintahan sudah sangat sesuai dengan apa yang terdapat dalam Q.S Ali Imran [3]: 159. Ini merupakan suatu kelebihan bagi negara Indonesia. Meskipun negara Indonesia bukan negara Islam, tetapi prinsip-prinsip dasar yang di ajarkan dalam Islam sudah sangat melekat di negara Indonesia. Dengan demikian, jelaslah bahwa demokrasi pancasila sangat berbeda dengan demokrasi yang berkembang di negara-negara Barat.
Selengkapnya baca di sini I