Jaga Pilar

Diintimidasi, Sultan HB IX Marahi Jenderal Belanda: Anak Buah Anda Sangat Tidak Sopan

3 Mins read

Siang itu, 1 Maret 1949. Kota Yogyakarta pasca diduduki selama enam jam oleh kelompok gerilyawan. Kondisi kota telah menjadi sunyi karena para gerilyawan telah menghilang. Barisan tank dikerahkan dari utara kota untuk memukul mundur para gerilyawan.

Barisan tank meneruskan perjalanan ke selatan menuju keraton Yogyakarta. Saat berusaha memasuki keraton, pintu gerbang keraton tertutup rapat. Ini adalah perintah Sri Sultan Hamengku Buwono IX (Sultan HB IX). Setelah melakukan berbagai cara, gerbang akhirnya dibuka.

Komandan pasukan tank masuk ke dalam keraton. Niat kedatangan pasukan Belanda yang dilengkapi dengan kendaraan lapis baja tersebut adalah memeriksa kompleks Keraton. Pemeriksaan ala kadarnya mengingat wilayah keraton adalah ‘daerah imun’.

Komandan tentara Belanda ternyata seorang insinyur lulusan Universiteit Delf. Saat berhadapan dengan Sultan HB IX, dia menjadi segan. Bukan tanpa alasan. Sultan HB IX menempuh pendidikan di Universiteit Leiden yang merupakan Universitas tua di Belanda. Ada tradisi di Negeri Belanda, mahasiswa dari Universitas lain tidak dapat berbicara sembarangan dengan jebolan Universiteit Leiden.

“Dalam pertemuan antara dua orang itu, segera Hamengku Buwono IX menang wibawa dan dapat mengusai percakapan hanya karena suatu kebiasaan lama yang telah lama berakar di Negeri Belanda. Tradisi yang mendarah daging pada insinyur itulah yang membuat ia berbicara penuh hormat kepada Hamengku Buwono IX,” seperti dikutip dalam bukuĀ Takhta Untuk Rakyat.

Tembakan dari Arah Keraton

Pada hari yang sama, Kolonel Van Langen dan Residen Stok juga mendatangi Keraton. Mereka membaw atuduhan, terdengar tembakan yang bersumber dari keraton saat Serangan Umum 1 Maret. Van Langen juga memberitahukan bahwa Jenderal Meyer ingin berjumpa dengan Sultan HB 1X. Sultan HB IX bereaksi atas tuduhan itu.

“Tuduhan ini ditangkis oleh Sultan Hamengku Buwono IX dengan menunjukkan situasi di kompleks Keraton yang tak memungkinkan apa yang dituduhkan itu,” seperti dikutip dalam bukuĀ Takhta Untuk Rakyat.

Dua hari setelah terjadinya serangan, tepatnya pada 3 Maret 1949, Jenderal Meyer datang di Keraton untuk menemui Sultan HB IX. Terasa nada intimidasi yang dilayangkan Meyer kepada Sultan HB IX. Meyer meyakini dan memiliki bukti kuat bahwa Sultan HB IX telah mengadakan pertemuan-pertemuan dengan para pemimpin gerilyawan bahkan memberikan instruksi.

Marahi Jenderal Belanda

Mendengar tuduhan itu, Sultan HB IX hanya duduk dengan menyilangkan tangan di dada dan senyum sekilas. Sultan HB IX menolak menjawab pertanyaan yang mengintimidasinya. Dia malah menyerang balik Meyer dengan kejadian penyerbuan yang dilakukan tentara Belanda di Kantor Sekretariat Dewan Pertahanan Daerah pada tanggal 22 Februari 1949.

“Mengapa Sri Sultan tak mau keluar dari Keraton dan bergerak dengan leluasa? ini sangat membuat kami curiga,” ungkap Meyer bernada intimidatif.

“Jenderal mengatakan saya boleh keluar Keraton, sedangkan selama ini Kolonel Van Langen melarang saya bergerak leluasa. Mana yang benar? ini berarti bahwa antara pimpinan tentara pendudukan Belanda tak ada kerja sama (samenwerking). Lagi pula kejadian di kantor Kepatihan beberapa hari yang lalu telah sangat menyinggung kehormatan saya. Anak buah Anda telah bersikap sangat tidak sopan dan mengadakan perampokan,” tegas Sultan HB IX menjawab pertanyaan intimidatif Meyer.

Intimidasi yang dilakukan Meyer kepada Sultan HB IX gagal total. Sang Jenderal berharap Sultan HB IX dapat bekerja sama. Meyer gagal menundukkan Sultan HB IX dengan tuduhan-tuduhan ‘kosong’.

Sikap tenang dan tegas dari Sultan HB IX malah membuat dirinya mendapatkan rasa hormat dari rombongan Jenderal Meyer. Mereka lantas meninggalkan Keraton dengan situasi tenang.

Enam Jam di Kota Yogya

Selama enam jam Kota Yogyakarta diduduki para gerilyawan atau dikenal dengan Serangan Umum 1 Maret. Serangan ini merupakan reaksi atas propaganda Belanda yang mengatakan bahwa Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia telah tiada. Dampak yang ditimbulkan setelah kota Yogyakarta berhasil diduduki selama enam jam, berhasil mempengaruhi kondisi, politik, militer dan psikologi.

“Di bidang politik, menyebabkan kedudukan RI menjadi semakin kuat. Kedua, di bidang militer dapat meningkatkan kemampuan dalam mengorganisasikan perlawaan rakyat total, mengembalikan semangat juang dan kepercayaan diri. Ketiga, di bidang psikologi telah berhasil memulihkan kepercayaan rakyat akan kemampuanĀ TNI,” seperti dikutip dalam bukuĀ Serangan Umum 1 Maret: Di Yogyakarta Latar Belakang dan Pengaruhnya.

Tepat pada pukul 06:00, setelah terdengar bunyi sirine untuk menandakan bahwa jam malam telah habis segera terjadi serangan dari seluruh penjuru kota secara serentak. Serangan kejutan secara besar ini membuat pasukan Belanda terkepung di dalam markas masing-masing. Dalam kondisi ini, pasukan Belanda hanya dapat meminta bantuan pasukan dari Semarang dan Magelang.

Pasukan bantuan Belanda berangkat dari Magelang pada pukul 11:00. Dalam perjalanannya, pasukan bantuan ini mendapatkan gangguan dari para gerilyawan. Namun karena kalah persenjataan, perlawanan gerilyawan tak menjadi masalah besar bagi pasukan Belanda. Melihat situasi tersebut atas saran dari Sultan HB IX diputuskan pasukan gerilyawan segera ditarik mundur.

“Maka atas saran Sri Sultan HB IX diputuskan pasukan gerilyawan ditarik mundur. Keputusan itu diambil setelah mengetahui ada kiriman pasukan Belanda dari Magelang. Keputusan penarikan mundur pasukan juga ditunjukan untuk mengurangi jatuhnya korban,” tulis R. Eddy Soekamto dalam bukuĀ Yogyakarta Ibukota Perjuangan.

Muhamad Fachri Rifki

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Jaga Pilar

Kemenkum Maluku dan Densus 88 Perkuat Sinergi Pencegahan Terorisme

1 Mins read
Kementerian Hukum (Kemenkum) Maluku bersama Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polda Maluku menjalin kerja sama dalam bidang pencegahan terorisme di daerah…
Jaga Pilar

Muhammadiyah Harus Kembangkan Pilar Keempat

1 Mins read
Di hadapan segenap keluarga besar Universitas Muhammadiyah Jember, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Muhadjir Effendi menegaskan pentingnya Muhammadiyah mengembangkan pilar keempat,…
Jaga Pilar

Bela Palestina Bukan Bela Khilafah dan Ekstremisme, Hati-hati!

4 Mins read
Wakil Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (MUI) Najih Arromadloni mengingatkan masyarakat Indonesia untuk mewaspadai propaganda jihad khilafah berkedok…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *