Jaga Pilar

Disodori Amplop Jatah Pejabat, Bung Hatta Berikan pada Masyarakat Papua

2 Mins read

Bung Hatta dikenang karena kejujuran dan integritasnya. Beliau tidak mau mengambil apa yang bukan haknya.

Kisah ini terjadi tahun 1970, saat Bung Hatta mendapat undangan untuk mengunjungi Papua yang dulu bernama Irian. Saat itu Bung Hatta tidak lagi menjabat sebagai wakil presiden.

Kunjungan ke Irian dianggap penting. Alasannya belum pernah sekali pun Bung Hatta mengunjungi Papua setelah kemerdekaan. Sementara dulu di zaman penjajahan, Bung Hatta malah pernah dibuang ke Tanah Merah, Boven Digul.

Diputuskan pula Bung Hatta akan melakukan kunjungan dengan kapasitas sebagai pejabat negara.

Bung Hatta: Saya Tidak Mau Terima!

Awalnya Bung Hatta menolak. Karena ongkos ke Papua cukup besar. Bung Hatta juga tidak punya cukup uang untuk pergi ke sana. Namun setelah berkali-kali dibujuk dan diyakinkan perjalanan ini akan dibiayai pemerintah, Bung Hatta pun menyanggupi untuk terbang ke sana.

Singkat cerita, rombongan Bung Hatta pun sampai ke Jayapura setelah transit lebih dulu di Ujung Pandang. Soemarmo, seorang pejabat di Departemen Penerangan menghampiri Proklamator tersebut sambil membawa amplop.

“Surat apa ini?” kata Bung Hatta spontan saat melihat amplop itu.

“Bukan surat Bung. Uang. Uang saku untuk Bung Hatta selama perjalanan di sini,” jawab Soemarmo.

“Uang apa lagi? Bukankah semua ongkos perjalanan saya sudah ditanggung pemerintah? Dapat mengunjungi daerah Irian ini saja saya sudah bersyukur. Saya benar-benar tidak mengerti, uang apa lagi ini?” balas Bung Hatta.

“Uang ini pun dari pemerintah, termasuk dalam biaya perjalanan Bung Hatta dan rombongan ini,” Soemarmo mencoba meyakinkan Bung Hatta.

“Tidak, itu uang rakyat. Saya tidak mau terima, kembalikan,” kata Bung Hatta tegas.

Soemarmo menjelaskan panjang lebar kalau kunjungan pejabat ke daerah, memang aturannya selalu termasuk uang saku. Uang tersebut sah karena sudah dianggarkan.

Namun Bung Hatta tetap pada pendiriannya. “Maaf saudara, saya tetap tidak mau menerima uang itu. Sekali lagi saya tegaskan, bagaimana pun uang itu harus dikembalikan pada rakyat.”

Soemarmo menyadari, percuma berdebat dengan Bung Hatta soal prinsip tersebut. Tak ada gunanya memaksa Bung Hatta. Dia pun kemudian menyimpan kembali amplop itu.

Kisah inspiratif ini ditulis sekretaris pribadi Bung Hatta, I Wangsa Widjaja dalam Buku Mengenang Bung Hatta yang diterbitkan Toko Buku Gunung Agung tahun 2022.

Terharu pada Masyarakat Boven Digul

Dari Jayapura, Bung Hatta kemudian melanjutkan perjalanan menuju Boven Digul. Perjalanan masih sangat sulit karena terbatasnya akses transportasi ke sana.

Di tempat pengasingan dulu, rupanya orang-orang tua di sana masih mengenali Bung Hatta. Rombongan sempat singgah ke rumah seorang pemuka masyarakat yang dulu akrab dengan Bung Hatta.

Bung Hatta tampak terharu melihat itu. Terlebih saat beberapa tokoh masyarakat mengumpulkan para pemuda dan anak sekolah untuk menyambut kedatangan Bung Hatta.

Sambutan masyarakat itu sederhana, namun rupanya sangat bermakna bagi Bung Hatta.

Uang Untuk Rakyat

Saat akan memberikan wejangan, Bung Hatta berbisik pada Soemarmo. “Amplop yang berisi uang tempo hari, apa masih saudara simpan?”

“Masih Bung, tapi buat apa Bung?” tanya Soemarmo heran.

Bung Hatta meminta amplop tersebut. Soemarmo heran, hendak diapakan uang itu? Bukankah kemarin Bung Hatta menolaknya.

Ternyata di akhir wejangannya, Bung Hatta memberikan amplop tersebut pada seorang pemuka masyarakat Boven Digul. “Sebelum saya dan rombongan meninggalkan daerah Digul ini, saya ingin menitipkan sesuatu, Ini sekadar oleh-oleh dari saya untuk masyarakat di sini,” kata Bung Hatta.

I Wangsa Widjaja dan Soemarmo yang menyaksikan kejadian itu tercengang. Sama sekali tidak menyangka Bung Hatta akan memberikan amplop tersebut untuk masyarakat.

Saat pulang, Bung Hatta berkata setengah bercanda pada Sumarmo. “Nah, apa yang saya katakan tempo hari terbukti kan? Saudara lihat sendiri, uang itu berasal dari rakyat dan kini telah kembali kepada rakyat.”

Kagum pada Bung Hatta

I Wangsa Widjaja mengaku kagum atas sikap Bung Hatta yang menolak amplop jatah pejabat itu. Bung Hatta benar, uang itu adalah uang rakyat dan karena itu tidak layak diterima hanya sekadar sebagai uang saku.

Menurutnya, sikap ini mencerminkan kejujuran Bung Hatta dan memperlihatkan kepolosan pemimpin sejati.

“Pikiran Bung Hatta, orientasinya selalu pada rakyat,” kenangnya.

Ramadhian Fadillah

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Jaga Pilar

Kemenkum Maluku dan Densus 88 Perkuat Sinergi Pencegahan Terorisme

1 Mins read
Kementerian Hukum (Kemenkum) Maluku bersama Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polda Maluku menjalin kerja sama dalam bidang pencegahan terorisme di daerah…
Jaga Pilar

Muhammadiyah Harus Kembangkan Pilar Keempat

1 Mins read
Di hadapan segenap keluarga besar Universitas Muhammadiyah Jember, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dr. Muhadjir Effendi menegaskan pentingnya Muhammadiyah mengembangkan pilar keempat,…
Jaga Pilar

Bela Palestina Bukan Bela Khilafah dan Ekstremisme, Hati-hati!

4 Mins read
Wakil Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (MUI) Najih Arromadloni mengingatkan masyarakat Indonesia untuk mewaspadai propaganda jihad khilafah berkedok…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *