Pancasila

Eks-JI Akan Bersinergi Bangun Bangsa Sambut Indonesia Emas 2045, Mungkinkah?

4 Mins read

Ribuan eks anggota Jamaah Islamiyah (JI) dari Solo Raya, Kedu Raya dan Semarang mendeklarasikan pembubaran JI serta kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di convention hall Terminal Tirtonadi, Solo. Sabtu (21/12/2024). Deklarasi itu digelar oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bersama Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88 AT) Polri.

Hadir dalam deklarasi itu Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, Plt Deputi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK, Warsito, Kepala BNPT, Irjen Pol Eddy Hartono, Kepala Densus 88 Irjen. Pol. Sentot Prasetyo, Pj Gubernur Jawa Tengah, Nana Sudjana.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi kepada BNPT, Densus 88, dan para pihak yang terlibat. “Apresiasi yang setinggi-tingginya kepada kerja keras kita, terutama dari BNPT, Densus kolaborasi yang sangat luar biasa dengan seluruh Jamaah Islamiyah yang telah bekerja keras hampir 45 kali melaksanakan kegiatan pertemuan dan saat itu muncul kesepakatan dan ikrar bersama untuk sama-sama kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia,” jujar Kapolri.

Listyo Sigit juga menekankan pentingnya pendekatan soft approach dalam program deradikalisasi. “Ini adalah buah dari pendekatan soft approach dan tentunya kita sudah memiliki komitmen untuk bersama-sama menjaga, bergabung, dan memperkuat NKRI,” ujarnya.

Ia mengatakan dalam penanganan ini telah melakukan pendekatan persuasif. Tidak hanya itu, dalam prosesnya saling mengingatkan memperkuat NKRI. “Tentunya kami sudah memiliki komitmen bersama-sama menjaga, bergabung dan memperkuat NKRI. Dalam prosesnya kami akan bersama-sama saling mengingatkan bersama-sama melakukan pendampingan dengan seluruh stakeholder,” kata dia.

Kapolri mengajak eks JI dalam membangun negara untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. “Untuk seluruh sahabat-sahabat eks JI yang jelas tentunya butuh keikhlasan bersama. Dan semangat untuk bersama-sama saling mengingatkan membangun bangsa untuk menjadi negara yang lebih baik,” ucap dia.

Sementara itu, Kepala BNPT Komjen Pol. Eddy Hartono, S.I.K., M.H., dalam sambutannya mengatakan menegaskan pentingnya pendampingan yang berkelanjutan bagi para mantan anggota Jamaah Islamiyah. “Kami akan memberikan suatu arahan pelatihan, pendampingan terhadap kegiatan seperti wawasan kebangsaan, kemudian kewirausahaan dan hal-hal yang lain. Sehingga teman-teman dari eks Jamaah Islamiyah ini bisa hidup rukun, harmoni di tengah-tengah masyarakat yang majemuk,” ujar Kepala BNPT.

Lebih lanjut, Komjen Pol. Eddy menekankan bahwa momentum ini merupakan tonggak penting menuju Indonesia Emas 2045 sekaligus menjadi akhir dari rangkaian 45 kegiatan serupa yang telah dilaksanakan di berbagai wilayah Indonesia. “Kedepan ini menuju Indonesia Emas, Indonesia yang lebih baik. Ini rangkaian sudah 45 kegiatan di seluruh Indonesia dan memang kebetulan ada di Solo. Sehingga ini menjadi momen yang bersejarah buat kita,” kata Kepala BNPT.

Wacana tentang eks-JI yang bersedia bersinergi membangun bangsa menuju Indonesia Emas 2045 memunculkan optimisme sekaligus skeptisisme. Di satu sisi, hal ini mencerminkan potensi transformasi positif dari individu atau kelompok yang sebelumnya terlibat dalam aktivitas radikal.

Di sisi lain, ada pertanyaan mendalam tentang kesungguhan, kesiapan, dan mekanisme integrasi mereka ke dalam masyarakat yang lebih luas, terutama dalam konteks sejarah panjang JI sebagai salah satu organisasi yang terlibat dalam aksi terorisme di Indonesia.

Sejak pembubaran JI dan penangkapan banyak anggotanya, pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah menjalankan berbagai program deradikalisasi. Program ini tidak hanya bertujuan untuk mengubah cara pandang ekstrem para mantan anggota JI, tetapi juga membantu mereka menemukan peran baru yang konstruktif dalam masyarakat. Beberapa eks-anggota telah menunjukkan perubahan nyata dengan berkontribusi dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan bahkan menjadi penggerak perdamaian di komunitas lokal mereka.

Namun, peran eks-JI dalam membangun Indonesia Emas 2045 memerlukan lebih dari sekadar niat baik. Indonesia Emas 2045 adalah visi besar yang menginginkan negara ini menjadi kekuatan global, baik dari segi ekonomi, politik, maupun budaya. Untuk mencapainya, setiap elemen bangsa harus bersatu dalam membangun stabilitas, inovasi, dan harmoni sosial. Apakah eks-JI dapat menjadi bagian dari visi ini? Jawabannya bergantung pada beberapa faktor utama.

Pertama, keseriusan eks-JI dalam menjalani transformasi ideologi harus diuji. Ini mencakup perubahan mendasar dalam pandangan mereka terhadap konsep negara-bangsa, terutama dalam menerima Pancasila sebagai dasar negara. Selama ini, JI dikenal mengusung ideologi transnasional yang berlawanan dengan prinsip NKRI. Jika transformasi ideologis ini benar-benar terjadi, mereka dapat menjadi contoh nyata bahwa radikalisme dapat dilawan dengan pendekatan humanis dan inklusif.

Kedua, integrasi eks-JI ke dalam masyarakat harus dilakukan dengan pendekatan yang hati-hati. Meskipun beberapa mantan anggota telah menunjukkan perubahan, stigma sosial terhadap mereka masih kuat. Masyarakat sering kali ragu menerima individu yang memiliki masa lalu kelam, terutama ketika kejahatan yang dilakukan melibatkan hilangnya nyawa. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga terkait perlu menciptakan platform yang memungkinkan eks-JI membuktikan kontribusi mereka secara nyata, sehingga masyarakat dapat melihat perubahan itu sebagai sesuatu yang tulus dan berkelanjutan.

Ketiga, kesiapan pemerintah dalam mendukung transformasi ini menjadi hal yang tidak kalah penting. Selain program deradikalisasi, harus ada langkah konkret untuk memberdayakan eks-JI secara ekonomi dan sosial. Tanpa akses ke pendidikan, pelatihan, atau pekerjaan, sulit bagi mereka untuk membangun kehidupan baru yang stabil. Program pemberdayaan semacam ini juga menjadi bentuk pencegahan agar mereka tidak kembali tergoda oleh ideologi lama.

Namun, ada pula tantangan besar yang harus diantisipasi. Tidak semua eks-anggota JI benar-benar melepaskan ideologi radikal mereka. Beberapa mungkin hanya beradaptasi sementara untuk menghindari pengawasan atau mendapatkan keuntungan tertentu. Dalam konteks ini, pengawasan yang ketat tetap diperlukan. Pemerintah harus memastikan bahwa komitmen mereka bukan sekadar basa-basi, melainkan langkah nyata menuju perubahan.

Selain itu, penting untuk mempertimbangkan dinamika geopolitik dan hubungan internasional. Ideologi transnasional yang diusung JI bukan hanya masalah lokal, tetapi juga memiliki kaitan dengan jaringan global. Upaya integrasi eks-JI ke dalam masyarakat harus dilakukan dengan memperhitungkan risiko kebangkitan ideologi tersebut, terutama di tengah arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang mempermudah penyebaran propaganda.

Pada akhirnya, menjadikan eks-JI sebagai bagian dari perjalanan menuju Indonesia Emas 2045 adalah peluang sekaligus ujian bagi bangsa ini. Jika berhasil, ini akan menjadi bukti kekuatan pendekatan deradikalisasi yang berbasis kemanusiaan. Namun, kegagalan dalam upaya ini bisa menimbulkan risiko besar, termasuk kebangkitan radikalisme dalam bentuk yang lebih kompleks.

Mungkinkah eks-JI bersinergi untuk membangun bangsa? Jawabannya ada pada kemampuan kita sebagai bangsa untuk menciptakan ruang dialog, memperkuat mekanisme deradikalisasi, dan membangun kepercayaan di antara semua elemen masyarakat.

Jika visi Indonesia Emas 2045 adalah tentang persatuan dalam keberagaman, maka peluang harus diberikan, tetapi dengan pengawasan dan evaluasi yang matang. Hanya dengan cara ini, eks-JI dapat membuktikan bahwa mereka benar-benar siap untuk berubah dan menjadi bagian dari perjalanan panjang bangsa menuju masa depan yang lebih baik.

1562 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Pancasila

Ketika Pramoedya Ananta Toer Mengisahkan Nasib Manusia

3 Mins read
Pemahaman awam ditulis dalam novel tipis berjudul Bukan Pasar Malam (1951). Kita membaca sambil melihat Indonesia masa revolusi. Pram mencipta tokoh mengoceh…
Pancasila

Sekolah Tanpa Ruang Guru: Mengutamakan Kedekatan dan Kolaborasi

7 Mins read
Pendidikan di sekolah adalah tempat bagi siswa untuk berkembang dan memperoleh ilmu pengetahuan, sekaligus membangun hubungan sosial yang akan menentukan arah hidup…
Pancasila

Diplomasi Presiden Prabowo dengan Malaysia

2 Mins read
Presiden Prabowo baru saja menerima penghargaan Tanda Kehormatan Darjah Kerabat Johor dari Kerajaan Johor sekaligus Yang di-Pertuan Agong Malaysia. Penghargaan ini istimewa…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.