Jaga Pilar

Eksploitasi Kawasan Nelayan: Menggali Mutiara, Merusak Kehidupan

2 Mins read

Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena eksploitasi kawasan nelayan untuk pengembangan kerang mutiara telah mencuat sebagai isu yang serius.

Di berbagai daerah pesisir Indonesia, investor baik lokal maupun asing berlomba-lomba memanfaatkan potensi ekonomi dari budidaya kerang mutiara.

Namun, di balik kilauan mutiara yang menjanjikan keuntungan besar, terdapat bayang-bayang ancaman terhadap kesejahteraan nelayan yang kehidupannya bergantung pada ekosistem laut yang sama.

Keindahan yang Mengancam

Budidaya kerang mutiara memang menjanjikan keuntungan yang tidak sedikit. Harga mutiara di pasar internasional yang tinggi membuat para investor tergiur.

Namun, perlu dicermati bahwa kegiatan ini kerap dilakukan tanpa memperhatikan dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkannya.

Nelayan, yang telah turun-temurun mengandalkan laut sebagai sumber mata pencaharian, kini menghadapi perubahan ekosistem yang signifikan akibat ekspansi budidaya ini.

Dalam praktiknya, budidaya kerang mutiara membutuhkan area yang luas dan sering kali dilakukan dengan mengorbankan ruang hidup para nelayan. Kerusakan habitat laut seperti terumbu karang, rumput laut, dan ekosistem lainnya menjadi tak terhindarkan.

Akibatnya, sumber daya ikan yang menjadi sandaran hidup nelayan berkurang drastis, memaksa mereka untuk mencari nafkah di tempat yang lebih jauh atau beralih profesi, yang tak jarang membuat mereka terjebak dalam kemiskinan.

Secara hukum, terdapat beberapa undang-undang yang relevan dalam konteks ini. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa bumi dan air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Prinsip ini seharusnya menjadi landasan dalam setiap kebijakan pengelolaan sumber daya alam, termasuk dalam hal eksploitasi laut untuk budidaya kerang mutiara.

Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mengatur bahwa pengelolaan wilayah pesisir harus memperhatikan hak-hak tradisional masyarakat pesisir. Pada Pasal 7 ayat (1) UU No. 27/2007 disebutkan bahwa “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menetapkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil untuk mewujudkan pemanfaatan sumber daya yang berkelanjutan.”

Artinya, pengembangan budidaya kerang mutiara harus dilakukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat, bukan semata-mata untuk keuntungan ekonomi jangka pendek.

Ancaman terhadap Kesejahteraan Nelayan

Nelayan adalah salah satu kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap perubahan lingkungan dan kebijakan ekonomi yang tidak berpihak.

Dengan adanya pengembangan kerang mutiara yang tidak terkontrol, mereka tidak hanya kehilangan sumber mata pencaharian, tetapi juga hak atas akses dan pemanfaatan sumber daya laut.

Padahal, kesejahteraan nelayan seharusnya menjadi prioritas dalam pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan.

Dalam konteks ini, pemerintah harus bertindak tegas dalam menegakkan peraturan yang melindungi hak-hak nelayan. Evaluasi terhadap izin-izin budidaya yang sudah diberikan harus dilakukan secara berkala, dan penerapan sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan lingkungan dan sosial harus ditegakkan tanpa pandang bulu.

Refleksi dan Rekomendasi

Sudah saatnya kita mengevaluasi kembali model pengelolaan sumber daya laut yang ada saat ini. Budidaya kerang mutiara, meski menjanjikan keuntungan ekonomi, harus dilakukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan dan hak-hak masyarakat lokal, khususnya nelayan.

Untuk itu, beberapa langkah penting yang perlu diambil antara lain:

1. Peninjauan Zonasi : Meninjau kembali rencana zonasi wilayah pesisir untuk memastikan bahwa kawasan-kawasan yang penting bagi kehidupan nelayan tetap dilindungi.

2. Partisipasi Masyarakat: Melibatkan masyarakat nelayan dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya laut agar suara mereka didengar dan kebutuhan mereka diakomodasi.

3. Pengawasan dan Penegakan Hukum: Memperketat pengawasan terhadap kegiatan budidaya kerang mutiara dan menerapkan sanksi tegas bagi pihak-pihak yang melanggar ketentuan hukum.

Dengan langkah-langkah ini, kita berharap bahwa eksploitasi kawasan nelayan dapat dilakukan dengan lebih bijaksana, sehingga manfaat ekonomi yang dihasilkan tidak mengorbankan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Mutiara yang sesungguhnya adalah keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan kelestarian lingkungan serta keadilan sosial.

Damanhury Jab

Jurnalis
1196 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Jaga Pilar

Dampak Penambangan Pasir di Sungai Batanghari, Ancaman atas Bangsa?

3 Mins read
Sungai Batanghari adalah salah satu sungai terpanjang di sumatera yang mengalir melintasi provinsi jambi. Sungai batanghari memiliki manfaat yang sangat tinggi, sungai…
Jaga Pilar

Dampak Kebijakan Impor dan Ekspor terhadap Stabilitas Ketahanan

1 Mins read
Kebijakan impor dan ekspor pangan di Indonesia memiliki pengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan nasional, terutama dalam aspek stabilitas harga pangan. Kebijakan ini…
Jaga Pilar

Jalan Keluar Masalah Krisis Iklim; Solusi untuk Bangsa

3 Mins read
Bayangkan jika pantai-pantai favorit di negeri ini tenggelam, cuaca kian tak terduga dan udara semakin panas. Ini bukan imajinasi tentang masalah masa…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *