Bhinneka Tunggal Ika

Franz Magnis-Suseno: Perjalanan Hidup dan Sumbangsihnya bagi NKRI

2 Mins read

Franz Magnis-Suseno, yang akrab disapa Romo Magnis, adalah seorang imam Katolik dan filsuf terkemuka di Indonesia. Lahir dengan nama lengkap Maria Franz Anton Valerian Benedictus Ferdinand von Magnis pada 26 Mei 1936 di Eckersdorf, Silesia, Jerman (sekarang bagian dari Polandia), ia merupakan anak pertama dari enam bersaudara dalam keluarga bangsawan. Perjalanan hidupnya yang penuh dedikasi dan pengabdian telah memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan filsafat, dialog antaragama, dan pemikiran kebangsaan di Indonesia.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Jerman, Franz muda memutuskan untuk bergabung dengan Serikat Yesus (Yesuit) pada tahun 1955. Keputusannya ini menandai awal dari perjalanan panjangnya dalam dunia spiritual dan intelektual.

Ia melanjutkan studi filsafat di Pullach, Jerman, sebelum akhirnya memutuskan untuk menjadi misionaris di Indonesia pada tahun 1961. Setibanya di Indonesia, ia dengan tekun mempelajari bahasa dan budaya lokal, termasuk bahasa Jawa dan Indonesia, untuk dapat berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat setempat.

Kedatangan Franz di Indonesia bukan hanya sebagai misionaris, tetapi juga sebagai pendidik dan intelektual yang bersemangat. Pada tahun 1968, ia ditugaskan untuk mengajar filsafat di Jakarta dan turut serta dalam pendirian Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, yang dinamai untuk menghormati almarhum filsuf Nicolaus Driyarkara, SJ.

STF Driyarkara kemudian menjadi salah satu institusi terkemuka dalam pengajaran filsafat di Indonesia. Selain mengajar di STF Driyarkara, Romo Magnis juga memberikan kuliah di Universitas Indonesia dan Universitas Katolik Parahyangan di Bandung, memperluas pengaruh intelektualnya di kalangan akademisi Indonesia.

Pada tahun 1977, ia resmi menjadi warga negara Indonesia dan menambahkan nama “Suseno” di belakang namanya, menjadi Franz Magnis-Suseno. Langkah ini mencerminkan komitmennya yang mendalam terhadap Indonesia dan masyarakatnya.

Sebagai seorang filsuf, Romo Magnis telah menghasilkan berbagai karya yang membahas etika, filsafat politik, dan pandangan hidup Jawa. Salah satu karyanya yang terkenal adalah buku “Etika Jawa,” yang menganalisis kebijaksanaan hidup masyarakat Jawa dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.

Selain itu, ia juga menulis “Etika Politik,” yang menjadi referensi penting bagi mahasiswa ilmu politik dan filsafat di Indonesia. Melalui karya-karyanya, Romo Magnis berusaha menjembatani pemikiran filsafat Barat dengan kearifan lokal Indonesia, menciptakan dialog yang kaya antara budaya dan tradisi yang berbeda.

Romo Magnis dikenal sebagai tokoh yang aktif dalam mempromosikan dialog antaragama di Indonesia. Ia percaya bahwa komunikasi yang terbuka dan saling menghormati antarumat beragama adalah kunci untuk membangun masyarakat yang harmonis.

Dedikasinya dalam bidang ini diakui secara luas, dan pada tahun 2016, ia menerima penghargaan internasional “Premio Internazionale Matteo Ricci” di Milan, Italia, atas kontribusinya dalam dialog antarumat beragama di Indonesia. Penghargaan ini mengakui upayanya dalam membangun jembatan pemahaman antara berbagai komunitas agama, serta perannya dalam mempromosikan toleransi dan perdamaian.

Sepanjang kariernya, Romo Magnis telah menerima berbagai penghargaan atas kontribusinya dalam bidang filsafat, pendidikan, dan promosi toleransi. Pada tahun 2001, ia dianugerahi “Großes Verdienstkreuz des Verdienstordens der Bundesrepublik Deutschland” oleh pemerintah Jerman.

Kemudian, pada tahun 2015, pemerintah Indonesia memberikannya penghargaan “Bintang Mahaputera Utama” sebagai pengakuan atas dedikasinya dalam memajukan dialog antaragama dan kontribusinya terhadap bangsa. Penghargaan-penghargaan ini mencerminkan pengakuan nasional dan internasional terhadap peran penting yang dimainkan oleh Romo Magnis dalam memajukan pemikiran kritis dan toleransi di Indonesia.

Selain prestasi akademis dan kontribusinya dalam dialog antaragama, Romo Magnis juga dikenal karena integritas dan keteladanannya. Pada tahun 2007, ia menolak menerima “Bakrie Award” beserta hadiah uang sebesar Rp 250 juta sebagai bentuk solidaritas terhadap korban lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur.

Keputusan ini menunjukkan komitmennya terhadap nilai-nilai moral dan keadilan sosial. Sebagai seorang imam Yesuit, ia menjalani hidup sederhana dan tidak memiliki harta pribadi, bahkan tidak memiliki rekening bank. Gaya hidupnya yang asketis dan dedikasinya terhadap pelayanan mencerminkan komitmen mendalamnya terhadap prinsip-prinsip yang ia ajarkan dan yakini.

Pengaruh Romo Magnis terhadap pemikiran filsafat dan etika di Indonesia sangatlah besar. Sebagai pendidik, ia telah membimbing banyak mahasiswa yang kini berperan penting dalam berbagai sektor di Indonesia.

Karya-karyanya terus menjadi rujukan dalam studi filsafat dan etika, serta menjadi inspirasi bagi mereka yang berjuang untuk mempromosikan toleransi dan dialog antaragama. Melalui tulisan, pengajaran, dan keterlibatannya dalam berbagai diskusi publik, Romo Magnis telah membentuk wacana intelektual di Indonesia, mendorong masyarakat untuk berpikir kritis dan menghargai keberagaman.

1672 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Bhinneka Tunggal Ika

Sinergi di Ujung Timur: Membangun Maluku yang Damai dan Aman

2 Mins read
Kepolisian Daerah (Polda) Maluku terus memperkuat sinergi dengan berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dalam rangka menjaga stabilitas…
Bhinneka Tunggal Ika

Dari Catalonia Hingga ke Papua

3 Mins read
“Kewarganegaraan bukan sekadar status hukum, tetapi praktik sosial yang terus dinegosiasikan.” – Dalam pusaran globalisasi, batas-batas negara semakin kabur, tetapi nasionalisme justru semakin…
Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Drama; Nasionalisme dalam Satu Tayangan

3 Mins read
Ben Anderson, pengkaji Indonesia yang paling masyhur mungkin, pernah menandaskan, bangsa ada berkat kapitalisme cetak. Media massa—koran, buku—memungkinkan insan-insan yang tak saling…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.