Telaah

Gembira Menyambut Ramadan: Momentum Membangun Keharmonisan Sosial

2 Mins read

Sebentar lagi seluruh umat Islam di dunia akan memasuki bulan suci penuh berkah dan ampunan, yakni Ramadan. Juga pada bulan ini orang Islam yang sudah akil balig diwajibkan berpuasa. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 183, yaitu:

ูŠูŽุงูŽูŠู‘ูู‡ูŽุง ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู’ู†ูŽ ุงู…ูŽู†ููˆู’ุง ูƒูุชูุจูŽ ุนูŽู„ูŽูŠู’ูƒูู…ู ุงู„ุตู‘ููŠูŽุงู…ู ูƒูŽู…ูŽุง ูƒูุชูุจูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ุงู„ู‘ูŽุฐููŠู’ู†ูŽ ู…ูู†ู’ ู‚ูŽุจู’ู„ููƒูู…ู’ ู„ูŽุนูŽู„ู‘ูŽูƒูู…ู’ ุชูŽุชู‘ูŽู‚ููˆู’ู†ูŽ

โ€œWahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwaโ€.

Selain diwajibkan berpuasa, bulan Ramadan juga memiliki keistimewaan tersendiri yang melebihi bulan-bulan lain. Salah satunya adalah, ketika seseorang berpuasa di bulan ini maka dosa-dosa (kecil) yang pernah dilakukan pada masa lalu akan dihapuskan. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad Saw:

ู…ูŽู†ู’ ุตูŽุงู…ูŽ ุฑูŽู…ูŽุถูŽุงู†ูŽ ุงููŠู’ู…ูŽุงู†ู‹ุง ูˆูŽุงุญู’ุชูุณูŽุจู‹ุง ุบูููุฑูŽ ู„ูŽู‡ู ู…ูŽุง ุชูŽู‚ูŽุฏู‘ูŽู…ูŽ ู…ูู†ู’ ุฐูŽู†ู’ุจูู‡ู

โ€œBarang siapa yang berpuasa dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah SWT, maka diampuni dosa-dasanya yang telah laluโ€.ย (HR. Bukhari dan Muslim)

Sementara itu, yang tak kalah menariknya adalah bahwa esensi penting dari bulan Ramadan; sebagai bulan pencegahan atau menahan diri dari pelbagai bentuk keburukan. Artinya, bulan ini menjadi latihan umat Islam untuk membersihkan diri dari keburukan dengan mencegah dan menahan diri. Bukan sekadar perkara yang dapat membatalkan puasa, melainkan juga perbuatan lain yang dapat memecah belah keharmonisan sosial; berbicara kotor, berbohong, memaki, ujaran kebencian, merusak termasuk melakukan aksi kekerasan dan teror.

Tidak mengherankan, apabila bulan Ramadan juga dikenal sebagai bulan jihad. Maksudnya jihad melawan hawa nafsu yang suka merusak atau mengusik diri sendiri dan keamanan serta ketenteraman orang lain. Karena itulah, bulan Ramadan ini patut dijadikan sebagai momentum untuk membangun keharmonisan sosial guna melahirkan kesejahteraan, kedamaian dan keamanan. Bukan hanya bagi diri sendiri (bersifat parsial) melainkan juga untuk bangsa Indonesia (bersifat universal).

Artinya, bulan Ramadan bukan sekadar dimaknai sebagai bulan diwajibkannya berpuasa bagi seluruh umat Islam. Akan tetapi, lebih dari itu yakni, sebagai bulan perbaikan atau pendidikan sikap serta perilaku setiap individu muslim. Dari yang awalnya berperilaku sombong, intoleran, dan suka menghasut, menjadi toleran, santun, ramah, dan lain-lain guna mewujudkan keharmonisan sosial dan perdamaian secara universal.

Membangun Keharmonisan Sosial

Walau begitu, untuk mewujudkan keharmonisan sosial antar setiap individu pada bulan Ramadan ini bukanlah perkara mudah. Apalagi hanya sekadar konsep. Akan tetapi, memerlukan suatu upaya cukup besar dan sulit. Di antaranya adalah:ย Pertama, menjaga pandangan agar tidak terus-menerus melihat hal-hal yang dapat memalingkan hati dari berzikir kepada Allah dan melupakan manusia untuk mengingat akhirat.

Kedua, menjaga lisan dari ucapan-ucapan kotor, menjerumuskan, bohong, dan menggunjing serta memaksa diri sendiri agar diam (tidak melakukan hal-hal tersebut) dan tidak berbicara kecuali dalam kebaikan, zikir, dan membaca Al-Quran.

Ketiga, menjaga anggota tubuh lainnya dari pelbagai perkara haram dan hal-hal buruk. Misalnya, menjaga tangan dari melakukan perbuatan yang dilarang (haram dan keji). Kemudian, menjaga telinga dari mendengarkan segala hal yang buruk baik di sisi manusia maupun di sisi Allah dan Rasul-Nya.

Mengutip Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi (w. 1380 H/1961 M), seorang ulama terkemuka alumnus Al-Azhar, Mesir dalam kitabnyaย Hikmah al-Tasyriโ€™ wa Falsafatuhu, bahwa upaya untuk membangun keharmonisan sosial antar setiap individu adalah dengan berpuasa. Sebab, menurut Al-Jurjawi, salah satu hikmah yang terkandung dalam puasa, yakni mengingatkan pelakunya pada kondisi orang-orang fakir sehingga turut memberikan simpati dan rasa kasih sayang terhadap mereka.

Sebaliknya, masih menurut Al-Jurjawi, seseorang yang tidak pernah merasakan kesulitan, tentu tidak akan pernah merasakan kesulitan yang dialami orang lain. Dan orang yang tidak pernah lapar pasti tidak kan pernah merasakan kelaparan yang diderita orang lain. Artinya, hanya orang yang pernah merasakan sakit yang dapat merasakan kesempitan dan kepedihan.

Dari sini, jelas bahwa semua hal yang disebutkan di atas apabila direalisasikan dalam laku hidup kita, niscaya kehidupan akan nyaman dan terwujudlah suatu persaudaraan, perdamaian, dan keharmonisan sosial antara setiap individu, terutama dalam sekala lebih luas, yakni berbangsa dan bernegara.ย Marhaban Ya Ramadhan. Wallahu Aโ€™lam.

Lahir di Sumenep 22 Februari 1996, sempat nyantri di PP Nurul Jadid, Paiton, dan sekarang Tinggal di Kepulauan Kangean, Sumenep.

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Telaah

Beasiswa dan Penguatan Kebangsaan

5 Mins read
Minggu (19/1/2025) lalu, saya diminta menjadi Keynote Speakers kegiatan Final Day Program Beasiswa Bintang Mandiri (BBM) dari Mandiri Amal Insani (MAI) Foundation…
Telaah

Konoha dan Drama Kelangkaan Gas Melon Akibat Menteri Bahlul Lahjahatdia

3 Mins read
Sejak awal keberadaannya, gas elpiji 3 kg atau yang akrab disebut gas melon di Konoha telah menjadi pusat drama tak berkesudahan. Dari…
Telaah

Analisis Kelayakan Investasi Pembangunan Unit Pengolahan RDF

3 Mins read
TPA Ngipik menerapkan sistemย landfillย untuk pengelolaan sampah kota, di mana sampah ditimbun dalam area khusus yang telah dikeruk, menggunakan metode lapisan, yaitu lapisan…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *