Mencium tangan merupakan tradisi yang sudah biasa orang Indonesia lakukan sebagai bentuk hormat. Sebenarnya di beberapa bagian negara lain bentuk penghormatan tidak melulu mencium tangan. Ada yang mencium kepala, hidung dan lainnya.
Lalu bagaimana pandangan ulama fikih empat madzhab dalam hal ini? Berikut penjelasannya :
- Menurut madzhab ulama Hanafiyyah
Ulama Hanafiyah menjelaskan bahwa tidak ada keharaman dalam mencium tangan orang alim dalam rangka tabarruk dan pemuliaan. Syaikh al-Ashhakafi al-Hanafi berkata: “tidak apa-apa mencium tangan seorang yang alim dan orang yang wara’ atas dasar ingin mendapat berkah.
Ibnu Nujaim berkata: “mencium tangan seorang yang alim dan penguasa yang adil tidak apa-apa. Karena ada Riwayat yang mengatakan bahwa Sufyan pernah berkata: ‘mencium tangan orang yang alim dan pemimpin yang adil itu sunnah”
- Menurut madzhab ulama Malikiyah
Secara tekstual Imam Malik tidak suka (memakruhkan) tapi para ulama Muhaqqiq dalam madzhab Maliki dan mayoritas ulama memperbolehkannya. Mereka menafsirkan bahwa kemakruhan yang dikutip dari Imam Malik itu jika memang menyebabkan takabbur.
Syaikh al-Abhari berkata: “Imam Malik tidak menyukainya (memakruhkannya) hanya dalam sisi pengagungan dan kesombongan.”
- Menurut madzhab ulama Syafi’iyah
Ulama Syafi’iyah juga menjelaskan tentang kesunnahan mencium tangan orang alim atau orang yang mempunyai kehormatan. Imam Nawawi berkata: “Pendapat yang dipilih adalah kesunnahan memulikan orang yang bertamu dengan cara berdiri jika ia mempunyai keutamaan yang jelas. Baik dari sisi ilmu, kesalehan, kemuliaan, kewalian. Dengan catatan berdirinya ini memang untuk menghormati bukan untuk riya’.”
Lanjut Imam Nawawi berkata: “Dianjurkan mencium tangan orang alim yang shaleh, yang zuhud, dan semacamnya yang mempunyai kemuliaan yang berhubungan dengan akhirat. Sedangkan mencium tangan karena kekayaan, dunia dan semacamnya maka dimakruhkan. Sangat dimakruhkan.
- Menurut madzhab ulama Hanabilah
Ulama pengikut madzhab Imam Ahmad bin Hanbal menjelaskan kebolehannya mencium tangan orang alim dan penguasa.
Syaikh Ibnu Muflih al-Hanbali berkata: “Sedangkan mencium tangan orang alim atau orang dermawan karena pemberiannya atau penguasa karena kekuasaannya maka diperbolehkan.”
Syaikh as-Saffarani berkata: “Di sebutkan dalam manaqib ahli hadis: ‘bagi pelajar selayaknya bersikap tawaddu’ dan merasa rendah terhadap orang alim. Dan Sebagian dari sikap tawadu’ adalah mencium tangannya. Sufyan bin Uyaynah dan Fudhail bin Iyad salah satu keduanya pernah mencium tangan Husain bin Ali al-Ju’fi dan yang lain mencium kakinya.”
Ulama bermadzhab Hanbali juga mewanti-wanti untuk tidak mencium tangan seseorang karena kekayaannya. Sebab dikatakan orang yang melakukan itu telah kehilangan dua per tiga agamanya.
Sayyidina Abu Bakar r.a. pernah mencium di antara kedua mata Rasulullah saw. saat meninggal dunia. Orang A’rabi (pedalaman) pernah mencium tangan dan kaki Rasulullah saw. saat percaya bahwa ia memang utusan Allah swt dan akhirnya memeluk agama Islam. Rasulullah saw. pernah mencium tangan Sayyidatina Fatimah az-Zahra r.a. Dan pernah sahabat Nabi juga mencium tangan sahabat Nabi yang lain.