Sejarah Indonesia pada masa lampau mencatatkan kisah panjang dengan berbagai macam perjuangan yang tidak pernah ada habisnya. Mereka (para pejuang) kini disebut sebagai pahlawan. Salah satu pahlawan Indonesia dari Bali adalah I Gusti Ketut Jelantik.
I Gusti Ketut Jelantik adalah seorang pejuang yang rela mati demi melawan dominasi pemerintahan Belanda di Bali. I Gusti Ketut Jelantik bahkan dikatakan pernah melakukan peperangan dengan Belanda hingga 3 kali, sampai sekarang mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Bagaimana riwayat hidup I Gusti Ketut Jelantik dan perjuangannya? Simak ulasannya sebagai berikut.
Riwayat Hidup I Gusti Ketut Jelantik
Masa muda I Gusti Ketut Jelantik tidak hanya diketahui dan dituliskan dalam buku-buku sejarah. Namun, ada sebuah catatan yang mengatakan bahwa I Gusti Ketut Jelantik ketika muda sering berkunjung ke sebuah desa bernama Desa Kalibukbuk.
Di desa tersebut diketahui berdiri sebuah kerajaan kecil yang mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai seorang petani. Hal yang sama juga dilakukan oleh keluarga I Gusti Ketut Jelantik. Menurut catatan, I Gusti Ketut Jelantik tinggal di desa tersebut bersama dengan keluarganya dan bermata pencaharian sebagai seorang petani.
I Gusti Ketut Jelantik dalam pertanian dikatakan cukup sukses. Produktivitasnya sangat tinggi sehingga dapat membangun sebuah pura yang bernama Pura Bukit Sari. Dari sana, I Gusti Ketut Jelantik mulai dikenal sebagai tokoh besar di masyarakat. Hingga pada tahun 1828, ia diangkat menjadi Patih Agung Kerajaan Buleleng.
Perjuangan I Gusti Ketut Jelantik
I Gusti Ketut Jelantik memimpin perlawanan terhadap Belanda beberapa kali di Bali Utara selama tahun 1846, 1848, dan 1849. Perlawanan yang dilakukan oleh I Gusti Ketut Jelantik bermula saat pemerintah kolonial belanda ingin menghapuskan tawan karang di Bali.
Tawan karang adalah sebuah hak bagi raja-raja yang berkuasa di Bali untuk mengambil kapal yang kandas di perairan mereka beserta dengan seluruh isinya.
Perang Bali I
Perang Bali I bermula ketika Belanda berusaha untuk bersepakat dengan kerajaan lokal di Bali menghapuskan tawan karang. Hal itu ditentang oleh masyarakat Bali dan kemudian terjadi sebuah pertempuran antara masyarakat Bali dengan Belanda tahun 1846.
Perang Bali I melibatkan puluhan ribu prajurit. Belanda membawa 1.280 prajurit sedangkan Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Karangasem membawa lebih dari 10.000 prajurit. Perang ini berujung pada berhasilnya Belanda menaklukkan Ibu Kota Singaraja yang kemudian berdamai dengan Karangasem dan Buleleng.
Perang Jagaraga
Perang antara masyarakat Bali dan Belanda kembali meletus dan dikenal sebagai Perang Jagaraga. Dinamakan Perang Jagaraga karena I Gusti Ketut Jelantik memusatkan benteng pertahanan di Jagaraga.
I Gusti Ketut Jelantik memimpin 16.000 prajurit Bali yang bersenjata api. Dalam peperangan ini, pasukan bali mampu memukul mundur pihak Belanda dan menewaskan 200 orang prajurit Belanda.
Perang Bali III
Belanda kembali menyusun serangan ke Bali. Perang ini terjadi pada tahun 1849 dan terdiri dari 5.000 prajurit terlatih, 3.000 pelaut, dan 100 kapal. Sementara I Gusti Ketut Jelantik dan Gusti Ngurah Made Karangasem memimpin 33.000 prajurit dari masyarakat Bali.
Belanda yang sudah mempunyai rencana matang untuk melakukan serangan ini berhasil memenangkan pertarungan dan membuat I Gusti Ketut Jelantik dan Raja Buleleng gugur dalam pertempuran. Sementara itu, penguasa Karangasem memilih untuk melakukan ritual bunuh diri.
I Gusti Ketut Jelantik meninggal pada tahun 1849 di Perbukitan Bale Pundak, Gunung Batur, Kintamani, Bali. Atas perjuangannya, I Gusti Ketut Jelantik mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada 14 September 1993.
Selengkapnya baca di sini