NKRI

Ide Negara Indonesia Hilang dalam Sikap Pragmatis?

3 Mins read

Gagasan tentang negara lahir dari kebutuhan manusia untuk perlindungan dan hidup yang aman. Negara tidaklah hadir begitu saja, tetapi muncul dari berbagai ide pemikiran orang-orang hingga dapat menjadi dasar fondasi keberadaannya.

Bagi Indonesia sendiri, Pemikiran bernegara itu timbul dari rasa kepahitan yang diakibatkan oleh kolonialisme. Saat segregasi sosial begitu kuat dan penindasannya begitu hebat maka benih pemikiran untuk bernegara yang satu timbul dalam pikiran kaum muda Indonesia. Ide bernegara adalah mewujudkan masyarakat yang terikat pada aturan yang membuat setiap orang berdiri secara setara. Namun, melihat realita yang ada di Indonesia, esensi pemikiran tentang negara perlahan terkikis tergantikan oleh praktik yang sering kali jauh dari tujuan idealnya.

Pemikiran tentang negara dapat kita telusuri kembali pada ide filsuf Yunani seperti Plato dan Aristoteles, ada pula pemikiran tentang negara dari Hobbes, Locke, dan Rousseau yang kemudian berkembang diantara para pemikir kontemporer.

Dari ide-ide mereka, ada tiga ide dasar awal yang melandasi pembentukan negara. Ini dapat diringkas dalam keinginan manusia untuk mencapai kebaikan bersama (common good), menciptakan kontrak sosial untuk menghindari kekacauan, dan menjamin hak asasi manusia (HAM). Ide-ide ini bukan konsep abstrak, pada kenyataannya justru memberi implikasi nyata yang seharusnya tercermin dalam kehidupan masyarakat dan kebijakan pemerintah.

Negara untuk Kebaikan bersama

Dari ide awal filsuf Yunani, negara mempunyai peran sebagai alat untuk mencapai kebaikan bersama. Aristoteles misalnya, menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk politik (zoon politikon) yang dapat mencapai potensi terbaiknya melalui kehidupan bermasyarakat. Maka disini negara hadir untuk mengatur kehidupan tersebut dengan menciptakan harmoni dan memastikan kesejahteraan seluruh lapisan masyarakat.

Namun, bagaimana dengan Indonesia hari ini? Apakah kebijakan publik yang ada telah berorientasi pada kebaikan bersama? Fenomena korupsi yang merajalela, ketimpangan sosial yang kian melebar, dan pengabaian terhadap lingkungan menunjukkan bahwa kebaikan bersama sering kali menjadi hal sekunder.

Negara dan Kontrak SosialĀ 

Konsep kontrak sosial sebagai landasan pembentukan negara dimulai saat Hobbes merasakan kekacauan inggris di masanya hingga dirinya berpendapat bahwa sebelum negara ada, manusia hidup dalam state of nature yaitu sebuah keadaan tanpa aturan yang sering diwarnai konflik. Untuk menghindari kekacauan ini, ide dimana manusia sepakat menyerahkan sebagian kebebasannya kepada negara dengan harapan negara akan menjamin ketertiban, keamanan, dan keadilan muncul.

Tetapi kontrak sosial ini juga sejatinya adalah hubungan timbal balik dimana negara mendapatkan legitimasi dari rakyat lalu sebagai gantinya, negara berkewajiban melayani kepentingan rakyat. Berkaca dari prinsip ini, hubungan dimana masyarakat mempertanyakan akan keterwakilan pemerintah di indonesia membuat prinsip ini mulai sepatutnya dipertanyakan ketika pemerintah nampak lebih sibuk melayani kepentingan segelintir golongan atau korporasi dibandingkan dengan masyarakat luas. Skandal besar seperti penyalahgunaan dana publik dan lemahnya penegakan hukum yang acap kali terjadi menjadi bukti bahwa kontrak sosial sering dilanggar.

Negara untuk Menjamin Hak Asasi Manusia (HAM)

Ide dari pembentukan negara pada awalnya adalah memastikan bahwa hak-hak dasar manusia terlindungi. Contohnya hak untuk hidup, kebebasan berekspresi, pendidikan, dan lingkungan yang sehat adalah hak dasar dari HAM yang pasti dan seharusnya menjadi prioritas negara.

Namun dalam praktik bernegara, Indonesia entah mengapa kerap menghadapi dilema dalam memenuhi dan menjamin HAM. Jelas di satu sisi, konstitusi UUD 1945 menjadi fondasi kuat untuk mengakui hak-hak ini secara eksplisit tetapi nyatanya sering kali terjadi pelanggaran, baik melalui kebijakan maupun pembatasan ruang demokrasi. Contoh nyata adalah sulitnya perlindungan terhadap aktivis lingkungan atau masyarakat adat yang berjuang melawan eksploitasi sumber daya alam di daerah mereka. Tak jarang masyarakat berhadapan dengan represi negara.

Indonesia Hari Ini: Mengapa Ide Negara Hilang dalam Sikap Pragmatis?

Hari ini, fenomena yang terjadi di Indonesia menunjukkan arah yang berbeda. Indonesia masih terus bergelut dalam isu yang sama, beberapa isu nyata yang dapat menggambarkan betapa jauh kita telah melenceng dari ide awal negara:

a. Korupsi yang MengakarKorupsi adalah salah satu masalah terbesar yang menggerus kepercayaan terhadap pemerintah. Data dari Transparency International menunjukkan skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang stagnan dari tahun 2022 di scoreĀ 34/100Ā dan menempati rankĀ 115/180Ā kini juga cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir. Praktik korupsi ini telah meletakkan masalah yang tak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga menghambat program-program yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Skandal korupsi besar masih terus terjadi.

b. Ketimpangan Sosial dan EkonomiCatatan pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil sayangnya tidak dibarengi dengan penanganan ketimpangan sosial yang tepat masih menjadi masalah serius. Ketimpangan sosial justru menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran terus meningkat.

c. Minimnya Ruang DemokrasiKebebasan berekspresi, hak asasi yang fundamental, kian terancam. Demonstrasi mahasiswa, aktivis, dan masyarakat sipil yang mengangkat isu-isu penting sering kali dibalas dengan represivitas. Ruang demokrasi yang menyempit ini menjadi tanda bahwa negara mulai melupakan tugasnya sebagai pelindung hak rakyat.

d. Pengelolaan Lingkungan yang BerantakanIndonesia merupakan negara dengan kekayaan alam melimpah, tetapi juga menjadi negara dengan kerusakan lingkungan serius. Kebijakan pemerintah yang pro-investasi sering kali mengorbankan lingkungan. Misalnya, eksploitasi sumber daya alam di Sulawesi baik Tengah maupun Tenggara untuk tambang nikel telah menyebabkan pencemaran air dan tanah, mengancam kehidupan masyarakat lokal. Pada akhirnya Komitmen terhadap SDGs, terutama pada aspek lingkungan tidak akan terjadi jika pembangunan masih berdasar keuntungan ekonomi bukan pada keberlanjutan lingkungan.

Dengan memahami tiga ide dasar ini, kita bisa melihat bagaimana adanya kesenjangan antara tujuan idealĀ negaraĀ dalam pikiran dan realitas yang ada di Indonesia. Pemerintah tak henti untuk di ingatkan kembali bahwa negara dibentuk bukan untuk melayani kepentingan segelintir pihak melainkan untuk mewujudkan kebaikan bersama, menghormati kontrak sosial, dan melindungi HAM. Jika kita terus melupakan tujuan dasar ini, maka lambat laun konsep negara itu sendiri akan kehilangan maknanya.

 

 

Alfandy Oliver

Mahasiswa Jurusan Hubungan Internasional. Mencoba untuk memulai kiprah di dunia ini dengan kontribusi tulisan dan pikiran. Liberte!
1562 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
NKRI

Indonesia di Tengah Krisis Pasokan Global

3 Mins read
Indonesia saat ini berada di persimpangan peluang emas di tengah ancaman krisis pasokan komoditas perkebunan global. Tahun 2025 diperkirakan menjadi periode krusial…
NKRI

Perjalanan IPM Indonesia 2020ā€“2024: Tren Positif atau Peringatan?

3 Mins read
Dalam lima tahun terakhir, pembangunan manusia di Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Pembangunan Manusia…
NKRI

Dies Natalis HMI 78, Mengukuhkan HMI Untuk Indonesia

6 Mins read
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi mahasiswa berbasis Islam telah melalui berbagai fase sejarah Indonesia sejak kemerdekaan hingga era pasca-reformasi. Didirikan oleh…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.