Media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan kita, membentuk pandangan tentang dunia dan diri kita sendiri. Salah satu dampak signifikan dari penggunaan media sosial adalah ekspektasi yang tidak realistis mengenai gaji dan kesuksesan finansial. Fenomena ini sangat mempengaruhi cara pandang masyarakat, terutama generasi muda, terhadap pekerjaan dan penghasilan mereka.
Media sosial sudah menjadi bagian yang paling sering berada di dekat kita khususnya paraĀ Gen Z, membentuk pandangan tentang dunia dan kita sendiri. Banyak juga dampak yang didapat dari aktivitas media sosial ini, dalam hal yang positif maupun hal yang negatif. Tapi, pernahkah kamu menyadari mengenai ilusi yang diciptakan oleh media sosial?
Media sosial sering memberikan ilusi kepada mereka para penggunanya. Contoh dari fenomena ilusi dari penggunaan media sosial adalah seperti ekspektasi yang tidak realistis mengenai gaji ataupun kesuksesan finansial, dan masih banyak lagi hal hal yang kadang disebut oleh warganet āstandar (nama media sosial tersebutā contohnya seperti āstandar tiktokā lah dan lain lain. Fenomena ini berpengaruh berat dalam cara pandang masyarakat sekarang, terutama generasi muda. Mereka rata rata memandang soal pekerjaan dan penghasilan melalui standar standar yang sering lewat di algoritma media sosial mereka.
Apakah medsos itu cermin yang menipu?
Saat kita scroll Instagram atau TikTok, kita sering nemuin postingan orang-orang yang pamer gaji gede atau prestasi yang wow banget. Sering terjadi hal hal tersebut dan menimbulkan standar standar dari warganet. Tapi, apa yang nggak kita lihat adalah kerja keras, jatuh bangun, dan tantangan yang mereka hadapi untuk sampai ke titik itu. Media sosial cenderung nunjukin yang bagus-bagus aja, bikin kita percaya kalau hidup orang lain lebih mudah dan lebih sukses dari kita. Ini bikin kita merasa tertinggal dan bikin ekspektasi kita terhadap gaji dan karier jadi terlalu tinggi atau banyak orang bilang āinsecureā
Kalau kita balik ke kenyataan, rata-rata gaji di Indonesia tuh jauh dari ekspektasi yang sering muncul di media sosial. Menurut data, rata-rata gaji orang Indonesia cuma sekitar 3,04 juta rupiah per bulan. Jauh bangetkan dari standar yang sering kita lihat di media sosial? Kesenjangan ini bisa bikin kita kecewa dan merasa gagal walau padahal kenyataannya mayoritas orang di Indonesia juga berada di situasi yang sama.
Banyak orang yang tidak memenuhi āstandarā tersebut pada akhirnya memanggil diri mereka āgagalā dan banyak juga yang mengaku mengalami āinsecureā atau terlalu rendah diri layaknya tidak ada masa depan lain. Padahal hal tersebut hanyalah standar standar yang dibuat dari media sosial yang tak semua harus melewatinya, kita memiliki cara kita masing masing untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Algoritma āRuang Gemaā
Kenapa kita bisa terus-terusan terpapar konten yang bikin kita merasa ākurangā? Ini salah satu efek dari algoritma media sosial. Algoritma ini dirancang untuk nunjukin konten yang sesuai dengan minat kita, sehingga lama-lama kita terjebak di āruang gemaā di mana kita cuma ngeliat pandangan yang sama terus-menerus. Akibatnya, kita jadi makin percaya kalau standar yang kita lihat itu adalah norma, tapi ya padahal belum tentu toh.
Walaupun media sosial sering kali nunjukin kesuksesan yang terlihat instan, kenyataannya adalah pendidikan masih memegang peranan penting dalam menentukan pendapatan seseorang. Mereka yang punya gelar sarjana atau lebih biasanya punya peluang penghasilan yang lebih tinggi. Tapi perlu diingat nggak semua orang langsung bisa mencapai kesuksesan finansial setelah lulus. Banyak anak muda terutama Gen Z masih bergumul dengan gaji yang rendah, dan ini bikin mereka kesulitan untuk memenuhi ekspektasi yang sering mereka lihat di media sosial.
Ekspektasi terlalu tinggi bikin hidup hancur?
Ekspektasi yang nggak sesuai dengan kenyataan bisa bahaya lho. Kalau kita terus-terusan merasa nggak cukup baik karena nggak bisa memenuhi standar yang ada di media sosial, ini bisa bikin kita stres dan kecewa. Banyak orang akhirnya tertekan untuk ngejar standar yang nggak realistis ini, yang ujung-ujungnya bisa ngacauin rencana hidup mereka. Misalnya, ada yang nekat ambil pekerjaan yang sebenernya nggak cocok cuma karena ngerasa harus punya gaji tinggi atau ikutan gaya hidup mewah yang sebenernya nggak sesuai dengan kemampuan finansial mereka. Hasilnya? Masalah finansial malah datang dan akhirnya menjadi bom waktu.
Jaga harapan, dan tetap realistis
Dengan menerima kenyataan kalau nggak semua hal bisa kita capai dengan mudah, kita bisa ngurangin tekanan yang kita rasakan dan fokus pada apa yang benar-benar penting. Ambil keputusan yang bijaksana dalam karier, keuangan, dan kehidupan pribadi tanpa terlalu terpengaruh oleh apa yang kita lihat di media sosial.
Pada akhirnya, kesehatan mental dan emosional kita jauh lebih penting daripada ngejar standar yang nggak realistis. Tapi disini saya tidak mengatakan bahwa hal yang saya bahas adalah hal yang sangat buruk. Bagi beberapa orang, mungkin standar-standar seperti itu bias menjadi motivasi bagi mereka untuk terus maju, jadi tak apa jika masih ingin mengejar standar tersebut. Yang terpenting adalah tidak terlalu āoverā terhadap standar-standar yang dibuat orang lain.