Perdebatan panjang mengenai keberagaman di Indonesia sepertinya masih sulit untuk diakhiri, ketika satu konflik selesai akan muncul lagi konflik-konflik lainnya. Negara ini sudah merdeka sejak lama, seharusnya pikiran kita juga harus ikut merdeka untuk menerima dan hidup bersama satu sama lain.
Seharusnya kita sadar bahwa kemerdekaan Indonesia tidaklah diraih oleh satu golongan atau satu agama saja, berbagai suku, agama dan budaya di Indonesia dahulu bahu-membahu melepaskan diri dari jeratan kolonialisme demi mewujudkan Indonesia yang sejahtera.
Selama ratusan tahun itu bangsa kita terus diadu domba untuk saling bermusuhan satu sama lain oleh bangsa kolonial sehingga kita tidak memiliki kekuatan untuk mencapai kemerdekaan. Imbas dari politik “divide et impera” atau politik pecah-belah, kekuatan bangsa yang besar ini mudah sekali dilemahkan yaitu lewat konflik antar suku, agama, dan budaya yang penjajah buat.
Namun setelah bangsa ini merdeka dan perdamaian dapat diwujudkan, justru persatuan yang dahulu susah payah diwujudkan oleh nenek moyang kita sekarang terancam terkoyak. Fanatisme berlebihan dari beberapa kelompok memicu sikap-sikap intoleransi yang tidak mau menerima perbedaan bahkan memicu tindakan-tindakan radikal yang mengancam keutuhan bangsa ini.
Sungguh miris, mengingat dahulu para pahlawan yang tidak mengenal suku, agama, dan budaya di Indonesia bersatu padu merebut kebebasan negeri ini. Namun di era damai saat ini justru rentan terjadi konflik dan pertikaian antar kelompok di Indonesia hanya karena egoisme dan kepentingan kelompoknya masing-masing.
Dari Fanatisme sampai Radikalisme
Pluralisme memang membawa problematikanya sendiri, hidup dalam satu tempat dengan banyaknya perbedaan pasti memunculkan risiko-risiko gesekan dan konflik sosial yang nyata. Permasalahan yang ada akan semakin meruncing ketika gesekan sosial yang sudah muncul justru berubah menjadi tindakan-tindakan intoleransi. Sikap yang tidak mau untuk menerima dan menghormati perbedaan jelas menjadi sebuah masalah karena dapat memicu tindakan-tindakan radikalisme ekstrem seperti diskriminasi, ujaran kebencian, pengucilan sosial, bahkan tindakan kekerasan atas nama identitas.
Fanatisme kelompoklah yang menjadi biang kerok dari semua intoleransi di Indonesia saat ini. Sikap atau keyakinan yang sangat kuat dan ekstrem terhadap kelompoknya sendiri baik itu menyangkut agama, ideologi, suku, politik, atau budaya membuat mereka menutup mata untuk memahami keberagaman lain yang hidup berdampingan dengan mereka.
Sesuai yang dikatakan oleh KH. Abdurrahman Wahid atau akrab dipanggil dengan nama Gus Dur yang juga mantan Presiden Indonesia ke-4: “Indonesia adalah negara yang sangat beragam, dan fanatisme yang melampaui batas hanya akan memperburuk perpecahan di antara kita”.
Dalam konteks pluralisme seperti di Indonesia, fanatisme menjadi permasalahan yang sangat serius. Mereka yang terlalu mengunggulkan kelompoknya sendiri hanya akan menciptakan arus-arus negatif karena mengenyampingkan keberagaman yang ada.
Dalam kasus yang lebih ekstrem, ketika fanatisme justru berubah menjadi sikap intoleransi dan tindakan kekerasan untuk menyerang dan memusnahkan kelompok lain. Sering kali hanya demi mempertahankan kepentingan kelompoknya tidak jarang akan muncul reaksi-reaksi negatif seperti sikap tidak toleran seperti ujaran kebencian sampai penyerangan secara fisik.
Adanya fanatisme kelompok sering kali bermula dari sentimen berlebihan atau kebanggaan dan solidaritas dalam kelompok masing-masing, sentimen ini memicu munculnya sebuah keyakinan superioritas kelompok dan menuntut untuk diperlakukan secara istimewa.
Pada kasus yang lain, masalah ini semakin diperparah jika ada unsur politik yang masuk dan mengeksploitasi isu-isu identitas seperti agama, etnis, atau budaya untuk meraih dukungan. Hasilnya akan muncul politisasi identitas dan menyebabkan masalah-masalah lain seperti pecahnya konflik dan kebencian yang tinggi terhadap kelompok lain.
Sementara itu, akibat tindakan intoleransi dan kekerasan yang sudah terjadi, membuat kelompok yang merasa terancam dengan kelompok lainnya juga tidak akan segan untuk melakukan tindakan-tindakan radikal juga sebagai langkah mempertahankan dirinya. Pada akhirnya rantai radikalisme menjadi sangat sulit untuk diputus, karena setiap tindakan ekstrem cenderung memicu reaksi serupa dari pihak lain, menciptakan lingkaran kekerasan yang berkelanjutan.
Tindakan kekerasan yang mengatasnamakan kelompok sudah banyak sekali bermunculan di Indonesia bahkan semenjak negara ini baru saja merdeka, sebut saja pemberontakan PRRI/Permesta (1958-1961), konflik Timor Timur (1975-1999), konflik di Poso (1998-2001), kerusuhan Mei 1998, konflik di Papua (1960-sekarang), dan masih banyak lagi kasus intoleransi yang membayangi berdirinya negara ini. Semua konflik ini tidak hanya menimbulkan banyak sekali kerugian baik itu harta benda ataupun nyawa serta terenggutnya kebebasan setiap individu untuk hidup dengan tenang dan aman.
Perkuat Toleransi, Majukan Indonesia
Sebuah negara dikatakan maju jika mampu membawa keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, kualitas hidup, dan pengelolaan sosial yang baik. Dengan kata lain untuk membawa Indonesia menjadi negara maju maka langkah yang harus dilakukan adalah terus memfokuskan diri dalam pembangunan.
Sementara itu kemajuan akan sangat sekali dicapai jika saja pertikaian antar golongan di Indonesia belum bisa dihentikan, pertikaian dan permusuhan hanya akan menghambat tercapainya kesejahteraan karena hanya terfokus kepada kepentingan kelompok masing-masing bukan kepentingan nasional.
Kunci untuk menciptakan kesejahteraan dan kemajuan hanya bisa dibuat dengan menyatukan pluralisme Indonesia, sementara persatuan dapat diwujudkan ketika semua golongan di Indonesia dapat menerima dan memahami satu sama lainnya tanpa tendensi apa pun.
Menurut penulis ada beberapa cara efektif yang harus dilakukan untuk melawan fanatisme kelompok dan membangun sikap toleransi di Indonesia :
Yang pertama dan paling penting adalah dengan melakukan pemerataan pendidikan bagi seluruh masyarakat di Indonesia, karena pendidikan adalah unsur fundamental dalam pembangunan sebuah bangsa. Sebagai pilar utama kemajuan, pendidikan tidak hanya membekali dengan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga membentuk karakter dan nilai-nilai yang mendasari interaksi sosial.
Pendidikan yang merata membantu meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan keberagaman budaya, agama, dan suku bangsa. Dengan memastikan bahwa semua lapisan masyarakat mendapatkan akses yang setara ke pendidikan berkualitas, Indonesia dapat membangun masyarakat yang lebih toleran dan bersatu.
Kedua, kepedulian dan keadilan pemerintah untuk berbagai kelompok di Indonesia secara merata. Alasan munculnya tindakan intoleransi dan radikalisme di Indonesia salah satunya adalah karena kecemburuan sosial dan perlakuan tidak setara yang mereka terima. Ketika satu kelompok lebih diprioritaskan daripada yang lain, jutsru akan memicu kelompok untuk bereaksi menuntut hak yang sama dengan cara yang ekstrem.
Pemerintah harus memastikan bahwa semua kelompok masyarakat mendapatkan perhatian dan perlakuan yang adil, untuk menciptakan keharmonisan sosial dan mengurangi potensi konflik. Dengan memberikan hak yang sama dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan, ekonomi, dan layanan sosial, rasa diperlakukan secara adil dan memiliki akses yang setara terhadap sumber daya dan peluang, rasa saling menghargai dan memahami akan tumbuh sedikit demi sedikit.
Ketiga, mempromosikan keberagaman lewat teknologi dan informasi. Alasan lain adanya fanatisme kelompok karena ketidaktahuan mereka terhadap kelompok yang lain sehingga mengarah pada kesalahpahaman, prasangka, dan bahkan kebencian terhadap yang dianggap berbeda. Di era yang serba digital saat ini kita dapat mempromosikan toleransi dengan cepat dengan memberikan informasi tentang berbagai keberagaman di Indonesia lewat media sosial yang memang digandrungi oleh masyarakat dari berbagai kalangan.
Dengan memperbanyak konten-konten yang positif dan edukatif tentang kekayaan dan keberagaman yang dimiliki oleh Indonesia, kita dapat membentuk opini publik untuk mendukung keberagaman, menghargai perbedaan, dan mengedukasi tentang berbagai budaya, agama yang ada di negara ini. Karena konten media sosial dapat dinikmati oleh hampir semua masyarakat Indonesia tanpa mengenal suku, agama, dan budaya, maka secara tidak langsung kita dapat mengenalkan saudara sebangsa kita dengan lebih efektif.
Karena itu perbedaan ada untuk saling diterima dan dihargai, bangsa Indonesia ini bisa menjadi bangsa yang besar ketika masyarakatnya dapat mengenyampingkan kepentingan kelompoknya dan bergerak bersama untuk mewujudkan kesejahteraan yang dapat dinikmati semua kalangan tanpa memandang kelompok dan golongan.