Beberapa hari terakhir, media sosial dihebohkan dengan peristiwa yang terjadi di Kota Bekasi, di mana seorang perempuan yang merupakan aparatur sipil negara (ASN), yaitu Kepala Bidang Pemasaran Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bekasi, Masriwati, viral karena melarang tetangganya yang beragama Kristen menggelar doa bersama di rumahnya. Insiden tersebut kemudian menimbulkan perhatian publik dan pemerintah setempat.
Dalam video yang beredar, terlihat Masriwati protes kepada tetangganya yang menggelar doa bersama di lingkungan tempat tinggalnya di Jalan Siput Raya, Bekasi Selatan. Kejadian ini pun dilaporkan kepada Pemerintah Kota Bekasi dan direspon oleh Pj Wali Kota Bekasi, Gani Muhamad, yang memfasilitasi mediasi antara kedua pihak.
Melalui mediasi tersebut, Masriwati akhirnya memohon maaf atas tindakan dan ucapannya yang kurang berkenan, yang ia sampaikan secara terbuka dalam jumpa pers melalui akun Instagram Humas Pemkot Bekasi pada 24 September 2024. Pendeta yang hadir dalam mediasi tersebut juga menerima permohonan maaf Masriwati dan mengucapkan terima kasih kepada Pemkot Bekasi yang telah memediasi kasus ini.
Kasus ini merupakan salah satu bentuk intoleransi yang tidak hanya melukai hubungan antar umat beragama, tetapi juga bertentangan dengan nilai-nilai dasar kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi dan ajaran agama. Dalam mediasi tersebut, Pj Wali Kota Bekasi, Gani Muhamad, menegaskan bahwa Pemkot Bekasi akan memfasilitasi umat Kristen untuk dapat beribadah dengan nyaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kebebasan Beragama dalam Perspektif Islam
Dalam ajaran Islam, kebebasan beragama dan menghormati keyakinan orang lain adalah salah satu prinsip penting yang diajarkan. Al-Qur’an dengan jelas menegaskan kebebasan beragama dalam Surah Al-Baqarah ayat 256:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS. Al-Baqarah: 256)
Ayat ini menegaskan bahwa setiap orang memiliki hak untuk memilih keyakinan mereka tanpa paksaan dari siapapun. Rasulullah SAW juga dalam beberapa hadits mengajarkan pentingnya toleransi dan menghormati perbedaan keyakinan. Salah satu hadits yang relevan adalah:
“Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi (non-Muslim yang dilindungi di bawah pemerintahan Islam), maka aku adalah lawannya pada hari kiamat.” (HR. Abu Dawud)
Hadits ini menunjukkan betapa Islam sangat menjaga hak-hak non-Muslim dalam masyarakat, dan bahwa tindakan merugikan mereka adalah suatu pelanggaran besar dalam ajaran Islam.
Kebebasan Beragama dalam Perspektif Konstitusi Indonesia
Kebebasan beragama juga merupakan hak yang dijamin oleh Konstitusi Indonesia. Pasal 28E ayat 1 UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak memeluk agama dan beribadah sesuai dengan agamanya:
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Selain itu, Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 juga menyatakan:
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Konstitusi ini memberikan landasan yang kuat bahwa setiap warga negara berhak menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan mereka tanpa ada tekanan, diskriminasi, atau gangguan dari pihak manapun, termasuk dari sesama warga negara atau pejabat negara.
Peristiwa intoleransi yang terjadi di Bekasi ini adalah sebuah pengingat bahwa sebagai bangsa yang beragam, kita harus senantiasa menjaga sikap saling menghormati antar umat beragama. Setiap individu, terlepas dari keyakinan agama, memiliki hak untuk beribadah dengan aman dan nyaman. Dalam perspektif agama Islam, kebebasan beragama adalah prinsip yang dijunjung tinggi. Demikian pula, konstitusi Indonesia menjamin hak kebebasan beragama dan beribadah tanpa paksaan dan intimidasi.
Pemahaman akan pentingnya toleransi dan saling menghormati ini harus terus dibangun, baik melalui pendidikan, dialog antar agama, maupun kebijakan pemerintah yang mendukung kerukunan umat beragama. Kasus ini pun menunjukkan bahwa mediasi dan saling memaafkan adalah langkah penting dalam menjaga kerukunan dan kedamaian di tengah masyarakat yang plural.