Satu peluru hanya mampu menembus satu kepala namun satu ilmu yang disampaikan oleh guru, mampu menciptakan berangam profesi yang bisa difungsikan oleh dunia hari ini.
Lewat lisan dan pengajaran seorang gurulah sehinggah mampu melahirkan beragam profesi seperti Dokter, Profesor, Pilot, Perawat, Astronot dan berangan profesi lainnya tercipta atas berkat dedikasi seorang guru. Dedikasi seorang guru tak hanya terpatri lewat tanggal 25 November saja, namun dedikasinya tak lekang oleh waktu.
Namun naasnya kehidupan guru saat ini sangat jauh dari kata sejahtera sebagaimana diungkapkan oleh Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rasidi mengatakan, gaji guru honorer di kisaran Rp 200-300 ribu.
āMereka digaji Rp 200 ribu-Rp 300 ribu gimana mau bicara kompeten. Lalu mereka yang mengabdi puluhan tahun ini untuk bisa dikatakan kompeten harus lulus dengan passing grade sekian, sungguh tidak masuk akal,ā katanya
Disatu sisi tenaga pendidik diharuskan untuk kompoten dalam pemberian materi kepada siswa, namun disisi lain upah yang diberikan negara tak sebangdin denga apa yang mereka persembahkan dalam mencerdaskan anak bangsa.
Adanya program pemerintah yakni PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) tentu membawa angin segar bagi para guru hononer, khusunya mereka yang lebih dulu lama mengabdi sebagai pahlawan tanda jasa. Tapi toh nyatanya program pemerintah yakni PPPK justru menuai pro kontra ditengah-tengah masyarakat.
āKami memahami jika program seleksi PPPK untuk sejuta guru honorer merupakan program terobosan dari Mendikbud Ristek Nadiem Makarim agar para guru honorer yang bertahun-tahun terpinggirkan bisa mendapatkan perhatian negara. Namun Tindakan afirmatif ini ternyata tidak tercerminkan dalam proses pelaksanaan seleksi,ā ujar Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda.
Huda mengungkapkan proses seleksi PPPK ternyata tidak ramah bagi para guru honorer senior. Sebagian besar dari mereka tidak mampu mencapai passing grade yang disyaratkan dalam ujian kompetensi teknis (komtek).
āAda testimoni di media sosial betapa kecewanya dan sedihnya seorang guru senior yang merasa gagal mencapai passing grade dalam komtek. Padahal dia dari sisi usia, masa kerjanya tinggal 3-4 tahun saja,ā katanya.
Kesedihan yang dialami para guru hononer dalam pelaksanaan ujian kompetensi PPPK tak lepas dari tingginya pengharapan mereka, khususnya yang sudah lama mengabdi untuk bisa diangkat sebagai abdi negera dengan penghasilan tetap perbulannya. Namun banyaknya beban soal yang diberikan dan tingginya passing grade yang ditetapkan, membuat mereka kecewa dan keberatan.
Islam memuliakan seorang Guru
Guru merupakan ujung tombak bagi sebuah peradaban. Kualitas guru sangat menentukan bagaimana generasi ini menyerap ilmu. Dari peran strategis inilah Islam memberi perhatian yang sangat besar pada bidang pendidikan. Islam memberikan tempat mulia dan istimewa bagi seorang guru.
Imam Jalaluddin as-Suyuthi menuliskan dalam Lubab al-Hadits, bahwa pahala memuliakan guru tak lain adalah surga. Disebutkan bahwa Nabi saw. bersabda, āBarang siapa memuliakan orang berilmu (guru), maka sungguh ia telah memuliakan aku. Barang siapa memuliakan aku, maka sungguh ia telah memuliakan Allah. Barang siapa memuliakan Allah, maka tempatnya di surga.ā
Islam tidak mengenal dikotomi guru PNS atau honorer. Dalam sistem Khilafah, semua guru adalah pegawai negara. Khilafah memahami bahwa pendidikan adalah hak dasar bagi setiap warga negara, baik siswa maupun guru dijamin haknya. Hak mendapat kesejahteraan berupa gaji yang layak bagi semua guru. Hak mendapat layanan dan fasilitas pendidikan bagi seluruh siswa.
Seperti Imam ad-Damsyiqi telah menceritakan sebuah riwayat dari Al-Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa di Kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak. Khalifah Umar bin Khaththab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas).
Secara integratif, Islam jauh lebih unggul dan matang dalam mempersiapkan generasi terbaik. Bukan hanya siswanya yang terjamin haknya, guru pun bisa sejahtera dan mulia.
Mengutip pernyataan cendekiawan muslim, Prof. Dr.-Ing, Fahmi Amhar, āJika ada standar pendidikan yang di dalamnya tidak untuk membentuk misi sebagai generasi terbaik, maka standar pendidikan tersebut sudah gagal sejak awal.ā
Generasi terbaik tidak akan lahir dari peradaban kapitalisme dan sekularisme yang rusak dan merusak. Generasi terbaik hanya lahir dari peradaban mulia dengan sistem pendidikan Islam yang sudah terbukti kegemilangannya.
Sri Suciati, S.Kom
Aktivis Muslimah
Selengkapnya baca di sini I