Jika kita mengenal warga Nahdliyin, pasti akrab dengan nama KH. Ahmad Shidiq, Jember. Beliau merupakan ulama yang gagah akan kecerdasan dalam berargumen dan sulit untuk terbantahkan. Selain itu, KH. Ahmad Shiddiq dikenal mempunyai sumbangsih berupa Dzikrul Ghofilin, yang saat ini masih sangat pesat peningkatan jama’ahnya di Indonesia, khusunya telatah Jawa.
Argumen KH. Ahmad Shidiq yang sulit untuk dibantahkan ialah ketika menyampaikan argumen tentang pentingnya menjaga kesatuan dan persatuan dalam wadah NKRI dan ideologi bangsa yaitu Pancasila. Beliau menyampaikan dengan runtut bahwa, Pancasila dibentuk sebagai ideologi bukanlah asal-asalan. Pancasila didirikan melalui rihlah perjuangan panjang serta hasil dari kesepakatan bersama bangsa Indonesia. Akhirnya pemikiran genuine KH. Ahmad Shiddiq dapat membawa pengaruh terhadap kebangsaan Indonesia, khususnya masyarakat NU serta masyarakat Indonesia saat ini.
Latar Belakang
Ahmad Shiddiq atau yang lebih dikenal dengan nama kecilnya Muhammad Hasan, lahir di Jember pada tanggal 24 Januari 1926. Putra bungsu dari kyai Muhammad Shiddiq dan Ibunya bernama Nyai Zakiah bin KH. Yusuf. Salah satu putra dari Kyai Muhammad Shiddiq ini adalah Kyai Hamid Pasuruan, Jawa Timur. Dari asal-usul keluarga tersebut tampak bahwa, Kyai Ahmad shidiq merupakan lahir, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang tingkat pemahaman agama Islam yang sangat mumpuni.
Rihlah pendidikan KH. Ahmad Shiddiq dimulai belajar dari ayahnya sendiri kemudian kakaknya, kyai Mahfudz yang paham akan kitab kuning, Selanjutnya menjelang dewasa KH. Ahmad diserahkan pada pondok pesanten Tebu Ireng, Jombang.
Hingga akar pemikirannya terbentuk banyak dipengaruhi oleh tokoh-tokoh berikut yaitu, KH. Ahmad Muhammad Shidiq (ayahnya), KH- Hasyim Asy’ari, KH. Wahid Hasyim, kemudian kakeknya yaitu KH. Mahfudz Shiddiq yang pernah menjabat sebagai ketua PBNU pada masa penjajahan Jepang. Dan dipengaruhi juga oleh kakaknya, KH. Abdul Hamid Pasuruan. Ada lagi yaitu KH. Hamim Djazuli (Gus Mik) putra dari KH. Ahad Djazuli Utsman Ploso Kediri.
Ahmad Shiddiq banyak mempelajari kitab agama pada Syekh KH. Hasyim Asy’ari, diantaranya kitab Tuhfat al-Athfal, Fath al-Qorib dan lainnya. Beliau dikenal sebagai sosok yang tenang dan berwibawa serta disegani oleh teman-teman disekitarnya, karena gaya pikirnya yang cerdas, lues dan luas. Beliau juga ahli dibidang menulis serta berpidato. Selain itu juga dikenal sebagai kyai unik di lingkungan NU akibat pemikiranya yang modernitas dan memiliki sifat toleran.
Argumen KH. Ahmad Shiddiq Tentang Ideologi Pancasila Sesuai dengan Islam
Pada tahun 1980 an, persoalan muncul tentang kesalah pahaman dalam menafsirkan pancasila atau disebut dengan disinterprestasi, tentang keberadaan pancasila sebagai azas tindakan berfikir dan bertindak dalam hidup bermasyarakat, berbangsa serta bernegara.
Mengutip buku NU Liberal: Dari Tradisionalisme Ahlussunnah ke Universalisme Islam, karya Mujammil Qomar, bdi saat masyarakat Islam merasa curiga terhadap rencana pemerintah Orde Baru yang menetapkan pancasila sebagai azas tunggal bagi organisasi sosial dan politik, KH. Ahmad Shiddiq begitu giat dalam meluruskan dan memperjuangkan penerimaan keberadaan pancasia sebagai ideologi bangsa.
Masih pada karya Mujammil Qomar yang mengutip argumen KH. Ahmad Shidiq, KH. Ahmad Shidiq menggambarkan hubungan pancasila dan agama dapat sejalan. Keduanya tidak saling bertentangan dan tidak boleh dipertentangkan, karena terbukti di dalam butir butir pancasila atau masyarakat yang sudah menerapkan pancasila dengan baik, maka agama juga dapat diamalkan dengan baik pula. Begitu pula sebaliknya, jika umat yang menerapkan beragama yang baik, juga merupakan menerapkan punggung ideologi pancasila.
Setelah para ulama berijtihad melakukan penggodokan implikasi pancasila secara signifikan, dihasilkan bahwa dalam butir pancasila tidak ditemukan sila yang bertentangan al-Qur’an dan Hadis. Selain itu, melihat keberagaman di Indonesia yang beranekaragam, ternyata Pancasila dapat alat pemersatu seluruh masyarakat Indonesia. Keberadaan Pancasila akan mampu menjadi payung sosial untuk warga Indonesia.
KH. Ahmad Shiddiq juga memberikan gambaran logis tentang ideologi pancasila dan Islam. Pada dasarnya pancasila adalah ideologi dan Islam adalah agama. Ideologi dan agama tidak bisa diartikan dengan sama. Ideologi itu diartikan sebagai cita-cita, strategi dan lain sebagainya. Selanjutnya, ideologi dapat mempengarui pemikiraan manusia, tapi tetap sebagus apapun ideologi, dia adalah hasil dari buah pikir manusia, dan tidak mampu menyamakan derajat agama.
Sedangkan agama Islam adalah bukan dari hasil pemikiran manusia, Islam merupakan ciptaan Allah SWT. Jadi ideologi tidak boleh disetarakan dengan Islam, namun Islam dapat membentuk buat pikir manusia menjadi ideologi yang baik dan tidak bertentangan dengan Islam. Maka argumen yang digagas oleh KH. Ahmad Shiddiq mampu memberikan implikasi yang begitu signifikan bagi generasi NU dan warga Indonesia, dan para kyai atau ulama NU akhirnya tidak ragu untuk menerima Pancasila sebagai ideologi bangsa.