Hingga saat ini, kita semua baru menemukan titik terang. Bahwa ACT (Aksi Cepat Tangkap) yang selama ini diagungkan muslim kanan, telah menjadi ACT (Aksi Cepat Tilap). Semuanya tersingkap dengan jelas bahwa mereka selama ini bermain tilap muslihat di balik layar penderitaan rakyat.
Ternyata, ACT menilap uang tidak saja berjumlah ratusan juta rupiah. Lebih dari itu, mereka menilap uang 34 miliar rupiah. Polisi mengungkap bahwa mantan Presiden ACT, Ahyudin menerima gaji Rp400 juta tiap bulan. Sedangkan, Ibnu Khadjar penggantinya bergaji Rp150 juta. Sedangkan, gaji pengurus lainnya yakni Hariyana Hermain (HH) anggota pembina dan NIA, menyentuh Rp50 sampai Rp100 juta.
Jika demikian yang terjadi, maka sesungguhnya ACT ini adalah wadah filantropi yang memanfaatkan derita rakyat. Mereka menyelewengkan dana umat untuk kekayaan pribadi para pengurus-pengurusnya. Dana filantropi ACT dibuat foya-foya dan mainan bisnis berkedok syariah belaka. Tidak sampai kepada rakyat dan umat yang membutuhkan, yang memiliki haknya.
ACT terlihat, mereka berjalan dalam jaringan yang eksklusif. Mereka mendanai praktik-praktik politik keislaman, transfer pada jaringan terorisme, dan terakhir, mereka juga terlibat dalam bisnis gelap syariah: 212 Mart.
Maka itu, sudah sewajarnya jika mantan presiden ACT Ahyudin, dan presiden ACT yang kini menjabat, yakni Ibnu Khajar, Hariyana Hermain selaku pengawas Yayasan ACT tahun 2019 dan kini sebagai anggota pembina ACT, serta Novariadi Imam Akbari sebagai mantan sekretaris yang saat ini menjabat Ketua Dewan Pembina ACT, ditangkap polisi serta dihukum seberat-beratnya. Karena ia menilap dana umat atas derita rakyat. Karena itu pula, ia sebenarnya lebih bejat dari para koruptor.
Pasal-pasal seperti pasal tindak pidana penggelapan dan/atau penggelapan dalam jabatan dan/atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan/atau tindak pidana yayasan dan/atau pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam pasal 372 KUHP, pasal 374 KUHP, pasal 45 A ayat 1 junto pasal 28 ayat 1 UU No. 19/2016 tentang perubahan UU No. 11/2008 tentang ITE, seharusnya lebih ditambahi lagi menjadi pasal hukuman sehidup semati atau seumur hidup.
Namun demikian, apakah masih banyak dana yang keluar dari ACT ini untuk keperluan lainnya? Jelas banyak. Salah satunya adalah 212 Mart. Dan ACT sebegitu gampangnya memberikan dana kepada koperasi syariah 212. Bahkan menurut data yang dikantongi polisi, jumlahnya mencapai 10 miliar dan kemungkinan lebih.
Apalagi, dana tersebut yang dijadikan politik uang bisnis syariah, adalah dana dari CSR dari Boeing Community Invesment Found (BCIF) untuk donasi ahli waris korban pesawat Lion Air JT-610, yang tidak seharusnya atau tidak boleh dibawa menjadi bisnis profentif. Tapi demikian, mereka merasa yakin dan enak bahwa dengan cara demikian jaun dari catatan amoral, dan berakhlak sesuai akhlak Nabi, yang sering mereka aksi-sampaikan.
Meski bantahan keras ditampakkan oleh Novel Bamukmin dan jejaringnya, bahwa 212 juga dapat kucuran dari ACT, data menunjukkan bahwa mereka terlibat. Bahkan terlibat aktif. Di satu sisi gerakan mereka sama dalam politik keislaman. Di sisi lain, mereka sama-sama ingin mengkampanyekan ideologi yang sama.
Jadi, mereka dipertemukan oleh kesepatakan dan kemauan yang sama, dengan dasar ideologi dan politik keumatan. Artinya, sesungguhnya mereka adalah satu padu. Di sini, mengelakpun orang tidak mungkin percaya. Apalagi hal itu diucapkan oleh orang yang selama ini tersandung kasus ini itu. ATau hanya sekadar menjual fatwa dan lainnya.
Meski PA 212 dan 212 Mart mengatakan bahwa tidak ada pendanaan dari pihak ACT dalam aksi 212 dan bisnisnya, namun Bareskrim Polri menyatakan kalau penyelewengan dana ACT turut mengalir ke Koperasi Syariah 212. Dan jumlahnya cukup fantastis, yakni Rp10 Miliar. Artinya apa, sudah jelas bahwa mereka memang membangun rencana dana keagamaan untuk dijadikan sebagai operasional gerakan merwka yang tujuannya untuk politik Islam dan foya-foya!
Editorial hari ini tidak perlu menunjukkan profil ACT dan Koperasi Syariah 212. Namun kiranya penting untuk tahu siapa pengurus Koperasi Syariah 212 tersebut, yang telah menikmati dana 10 miliar tersebut. Alasan lainnya orang-orang ini adalah tokoh umat yang paling digemari di Indonesia, oleh sebab itu penting kiranya tahu bersama:
Daftar Pengurus Koperasi Syariah 212
Berikut daftar lengkap pengurus Koperasi Syariah 212, dikutip dari koperasisyariah212.co.id :
Dewan Penasihat: KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym)
Dewan Pengawas Syariah: Cholil Nafis dan Muhyidin Junaedi.
Dewan Pengawas Operasional: Yusuf Muhammad Martak, Taufan Maulamin, Agung Supriyanto, Abdul Majid Umar, Muhammad Rofiq, Imron Halimy dan Yuliandi Bachtiar.
Dewan Pengurus: M. Syafii Antonio, Firmanullah Firdaus, Ridwan Yaqub, Joko Purnomo,Lukman Hakim, Fauzan,Rikzantara, Wahyudin, Dian Iskandar, Lukman M Baga, Didik Sutrisno
Sampai di sini, pembaca editorial Harakatuna, ada yang kenal dari daftar nama di atas? Dan bagaimana seharusnya kita membangun kepercayaan terhadap nama-nama tokoh itu kembali? Dan bagaimana seharusnya kasus ini diusut tuntas dari mereka? Mari kita cari jalan masing-masing. Mari kita mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas dana filantropi umat ini, baik yang dilakukan pengurus ACT, atau yang dinikmati para ustaz/ulama baru moncer Tanah Air. Untuk apa? demi kemaslahatan umat Islam, dan bangsa Indonesia kedepannya.
Editorial