Ketidakjujuran akademik merupakan salah satu masalah serius yang dihadapi oleh dunia pendidikan saat ini. Mahasiswa dan dosen yang seharusnya menjadi pilar integritas seringkali terjerumus dalam praktik-praktik yang tidak etis seperti plagiarisme dan pemberian referensi sembarangan. Esai ini akan membahas beberapa kebiasaan buruk yang sering dilakukan oleh akademisi serta memberikan solusi untuk mengatasi masalah ini.
Sebagai seorang akademisi, tentunya harus memiliki keterampilan dalam dunia tulis menulis. Aneh rasanya jika seorang yang āberpendidikanā tidak bisa menulis atau menguraikan gagasan dan ide-idenya dalam bentuk narasi di kanvas. Padahal, bukti ia sekolah selain ijazah adalah karya-karya originalnya sepanjang karir pendidikannya.
Mengemban status sebagai seorang akademisi, baik mahasiswa maupun dosen yang memiliki misi mengabdikan diri untuk masyarakat dan bangsa, seharusnya bisa menuangkan gagasan dan ide mereka dalam bentuk kontribusi bagi kekayaan ide. Karena ide melahirkan hal-hal hebat, maka selayaknya seorang akademisi juga berkontribusi dalam hal tersebut.
Namun sayangnya, tingkat semangat dalam literasi dan budaya membaca berada di angka terbawah. Angka buruk itu diperburuk lagi oleh ketidakjujuran pada akademisi, baik dosen maupun mahasiswa, dalam membuat artikel. Ketidakjujuran ini muncul karena para akademisi memiliki sifat pemalas, semangat observasi yang kurang, dan banyak tugas yang dilempar kepada temannya yang jurusannya tidak sama, serta hal lainnya. Intinya tugas kampus selesai, dan mereka dapat nilai. Tulisan ini menguraikan beberapa keburukan yang dilakukan oleh mahasiswa.
Mencomot Artikel Orang/Copy Paste
Tidak sedikit mahasiswa atau dosen yang meng-copy paste karya orang lain. Aku sebagai orang yang berkutat dalam dunia kampus tentu sering melihat kebiasaan ini dilakukan oleh mahasiswa, apalagi ketika tugas mepet, besok presentasi, maka jalan yang paling solutif adalah meng-copy paste. Dengan hitungan menit, makalah sudah jadi. Besoknya dipresentasikan. Alhasil, mereka tidak mengerti atau belum menguasai seluruh isi makalah sehingga presentasi yang dilakukan kurang sempurna.
Copy paste dari karya orang lain adalah sebuah bentuk perilaku buruk. Karena dari perilaku tersebut kita tidak benar-benar mencari data dari yang dibahas. Kita hanya mengaku hasil makalah itu adalah milik kita. Di sisi lain, copy paste juga mematikan budaya membaca, budaya berpikir kritis, budaya memahami, dan langkah lainnya. Sehingga kita tidak mengetahui kesalahan atau kebaharuan dari suatu tema yang dibahas. Maka, copy paste harus dihilangkan. Apalagi dengan kecanggihan Artificial Intelligence yang memudahkan siapapun, perlu perhatian yang krusial. Hal tersebut ada pada kebijakan dosen masing-masing.
Copy paste dapat dihilangkan dengan cara: pertama, menerapkan Turnitin. Kedua, menerapkan transparansi referensi. Ketiga, mencantumkan kajian terdahulu dari tema yang dibahas. Dan beberapa hal lainnya. Tiga dari yang disebutkan merupakan komponen yang harus ada dalam dunia perkuliahan agar kebiasaan buruk ini tidak menjangkiti mahasiswa-mahasiswa generasi selanjutnya. Ini juga menjadi penanggulangan pengembalian nama baik akademisi yang berada di angka terendah dari segi kejujuran karya ilmiah.
Memberi Referensi Sembarangan
Dosen mungkin tidak akan memperhatikan dari mana referensi diambil. Sebab, beberapa mahasiswa telah mengetahui dosen yang terlalu kendur atau kurang ketat dalam pembuatan makalah. Sehingga mahasiswa membuat sesuai keinginan sendiri, toh nantinya dosennya tidak akan memarahinya. Pada intinya, pada waktu presentasi, makalah ada dan diskusi berlanjut. Namun, abai pada isi makalah dan sumber rujukannya tidak boleh dilakukan. Karena seringkali mahasiswa membuat makalah dengan sistem SKS (Sistem Kebut Semalam), tentunya dari hal tersebut dapat ditebak bahwa makalah yang dibuat sembarangan.
Seperti tugas UAS misalnya, ada mahasiswa yang meminta bantuan pada temannya yang jurusannya tidak sama dengannya. Tentu perbedaan jurusan itu akan menyulitkan dia untuk membantu temannya yang berbeda jurusan ini. Contoh, teman A (yang minta bantuan) jurusan hukum dan yang dimintai bantuan jurusan hadis, maka jurusan hukum-hadis sangatlah jauh. Jika diibaratkan bak langit dan bumi. Karena teman sendiri yang meminta bantuan dan menolaknya adalah suatu ketidak enakan, maka yang dilakukannya adalah mengerjakan sembarangan dan memberi rujukan sembarangan. Lagi-lagi AI memuluskan aksi buruk tersebut.
Bisnis Artikel Para Perjurnalan
Mulai dari mahasiswa yang jarang belajar, jarang memegang buku, dosen yang kurang memperhatikan mahasiswanya, sampai pemilik jurnalnya memiliki kebiasaan buruk. Aku tidak mengklaim bahwa mereka ini buruk semua, tapi sebagian dari mereka memiliki kebiasaan buruk. Seperti perjurnalan misalnya, jurnal yang menerapkan pembayaran itu lebih gampang diterima daripada jurnal yang gratis. Jurnal yang gratis tanpa memungut biaya submit dan publish lebih sulit. Karena tulisan yang dikirim ke jurnal yang dituju memang benar-benar dikoreksi.
Sekali lagi, ini hanya sebagian dari lembaga yang menerapkan seperti itu. Sehingga aku berpikir bahwa sepertinya jurnal dibuat bisnis akademik. Maka tidak salah apabila ada penelitian yang mengatakan bahwa karya ilmiah yang dilakukan oleh mahasiswa atau siapapun dianggap kurang jujur dalam penyajiannya. Karena memang tidak sungguh-sungguh dalam meneliti apa yang sedang ia bahas, mereka meng-copy paste, mencomot karya orang lain, dan yang mengelola jurnal tidak serius mengelola, malah dibuat bisnis. Ini hanya postulat yang perlu diselidiki.
Maka dari itu, untuk menghilangkan kebiasaan buruk adalah dengan menyadarkan diri pribadi, baik mahasiswa maupun dosen serta lembaga yang terlibat dalam dunia pendidikan, untuk berpegang teguh pada tridarma masing-masing. Mahasiswa harus siap menerima tugas dan lain sebagainya. Pun juga dosen mendidik dengan baik, tidak hanya memberi silabus dan hari selanjutnya jarang absen. Saran dari aku agar perilaku buruk tersebut hilang, terapkanlah tiga hal di atas.
Jadi, untuk meningkatkan integritas akademik, semua pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan harus bekerja sama. Mahasiswa perlu menyadari pentingnya kejujuran akademik, dosen harus lebih tegas dalam memeriksa karya ilmiah, dan lembaga pendidikan harus menyediakan alat dan sumber daya yang diperlukan untuk mendukung budaya akademik yang jujur. Dengan langkah-langkah ini, kita dapat menciptakan lingkunganĀ pendidikanĀ yang lebih baik dan bermartabat.