Rencana kenaikan tarif ojek online telah menabrak enam aturan perundang-undangan sekaligus. Pemerintah harus segera mengevaluasi kebijakan tersebut karena masyarakat yang akan menanggung kerugian, dan akan ada dampak lainnya yang berimbas pada perekonomian masyarakat.
Firman Turmantara, Ketua HLKI (Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia) Jawa Barat mengatakan, pelanggaran yang menonjol yaitu pada Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) pasal 1320 yaitu tentang syarat sahnya perjanjian. Selebihnya, Undang Undang No. 5 tahun 1999 tentang monopoli, Undang Undang tentang standarisasi dan kelayakan usaha, Undang Undang perdagangan, Undang Undang ITE, dan Undang Undang pelayanan publik.
“Pada pelanggaran Undang-undang Hukum Perdata pasal 1320 itu ada di antaranya sebuah perjanjian bisa dikatakan sah kalau ada kata sepakat. Kesepakatan ini harus ditempuh antara perusahaan dengan representasi masyarakat dalam hal ini lembaga konsumen seperti YLKI, HLKI, dan ini tidak dilibatkan seperi halnya kenaikan tarif bagasi pesawat, ” ujar Firman, Rabu 27 Maret 2019.
Masih terkait dengan pasal 1320 tersebut, lanjut Firman, bahwa kenaikan tarif ojol itu melanggar hukum karena yang menentukan hanya satu pihak. Dalam pasal 1320 syarat sah perjanjian salah satunya itu adalah adanya kata sepakat yang dimaksud dengan kata sepakat itu tidak boleh melanggar empat unsur, paksaan , kehilafan, penipuan, dan penyalahgunaan keadaan.
“Di sini konsumen itu mau tidak mau atau Kementerian Perhubungan dan perusahaan ojol ojek online itu sudah menyalahgunakan keadaan konsumen yang tidak bisa protes terhadap penentuan tarif ini. Ini sudah pelanggaran. Pertanyaan saya itu apakah penentuan tarif-tarif yang sebelumnya juga melanggar hukum? Ya saya tegaskan ini melanggar hukum karena penentuan tarif harus ada kesepakatan jangan kemudian seenaknya,” tutur dia.
Yang dipaparkan Firman tersebut baru dalam perspektif hukum perdata, belum dalam perspektif undang-undang 5 tahun 1999 tentang monopoli. “Ini juga ada kartel saya duga ada konspirasi antara perusahaan ojol untuk menentukan besaran tarif, ” kata dia.
Jadi penentuan tarif ojol ini secara sepihak melanggar paling tidak ada enam undang-undang. “Tolong pembuat kebijakan ini ya jangan seenaknya gitu ya, ini kasihan masyarakat. Di satu sisi masyarakat sudah diberikan alternatif untuk memilih moda transportasi tapi disisi lain ditentukan tarif yang seenaknya,” ujar dia.
Dalam kondisi seperti ini, kata dia, tentunya tidak dibenarkan dalam sistem negara hukum.
“Sayangnya masyarakat kita ini konsumen yang serba nerimo. Ya listrik naik nerimo, BBM naik nerimo, tarif jalan tol naik nerima. Ini jangan kemudian dipelihara, ini satu saat ibarat bom waktu ya. Tolong diperhatikan, jangan kemudian karena nerimo ini, karena masyarakat tidak protes kemudian seenaknya. Jadi mohon maaf kalau saya minta kebijakan ini dievaluasi kembali dengan kenaikan tarif ojol ini,” ucap dia.
Kementerian Perhubungan mengumumkan penetapan tarif batas atas dan batas bawah ojek online. Tarif tersebut lebih tinggi dibandingkan yang berlaku saat ini. Tarif itu akan berlaku mulai 1 Mei 2019.***
Novianti Nurulliah
Selengkapnya baca di sini I