Bhinneka Tunggal Ika

Keraton Nusantara dan Simbol Kebhinekaan Indonesia

2 Mins read

Keraton merupakan warisan adiluhung para pendiri bangsa ini. Keberadaan keraton di Nusantara memiliki catatan sejarah yang sangat panjang dalam terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keraton sebagai embrio lahirnya NKRI dan warisan budaya, juga bersifat memperkokoh persatuan dan kebersamaan dalam kebhinekaan. Namun, saat ini Indonesia dihadapkan pada lunturnya persaudaraan kebangsaan.

Di tengah kemelut politik pemerintahan dewasa ini, dan isu perihal radikalisme yang semakin mengemuka, serta di tengah upaya pendirian negara khilafah oleh segerombolan kelompok ekstremis yang mengancam kebhinekaan bangsa Indonesia, kita lupa bahwa kita masih memiliki elemen terakhir yang sedang bersusah payah menjaga pilar keutuhan NKRI, yakni keraton di Nusantara. Keraton Nusantara dapat menjadi garda terdepan perekat kebinekaan sekaligus menjadi identitas bangsa Indonesia.

Keraton memiliki arti sebuah istana yang mengandung arti keagamaan, filsafat dan kultural (kebudayaan). Dalam kalimat lain, keraton juga dapat diartikan lingkungan seluruh struktur dan bangunan wilayah keraton yang mengandung arti tertentu yang berkaitan dengan salah satu pandangan hidup yang sangat esensial.

Terselanggaranya acara Festival Keraton Nusantara (FKN) XI tahun 2017 di Keraton Kasepuhan Cirebon, Sabtu (16/9/2017) lalu, mempunyai makna yang membuat kokoh persatuan dan kebersamaan antar bangsa, serta dalam rangka melestarikan kebudayaan nasional. Sebagai negara maritim yang terdiri dari banyak kepulauan dari Sabang sampai Merauke, raja-raja dan keraton di Nusantara menggambarkan keberagaman dan keberagamaan Indonesia.

Oleh karena itu, keberadaan keraton-keraton di seluruh Nusantara ini yang dinahkodai oleh sang raja dan sultan, setidaknya mengemban tanggung jawab besar dalam mengemban sekaligus merawat keutuhan NKRI di masa mendatang. Pertama, keraton diharapkan mengayomi masyarakat segala lapisan dan golongan yang majemuk melalui pendekatan kultural (kebudayaan). Maka dengan demikian, akan berkembang pluralisme budaya yang konstruktif.

Kedua, raja beserta segenap petinggi keraton lainnya harus mampu menjadi panutan yang santun bagi rakyatnya. Karena sosok sang raja dan sultan merupakan figur pemimpin rakyat yang sepatutnya dihormati. Saat raja dan sultan tampil menjadi panutan yang santun, maka dengan sendirinya menjadi suri tauladan bagi rakyat yang diayomi.

Ketiga, selain berperan dalam lingkungan masyarakat sekitarnya, keraton sebagai simbol budaya dan pengemban misi kebudayaan juga berimbas dalam skala nasional. Dalam konteks kebangsaan, keraton bisa menjadi perekat sekaligus pemersatu bangsa. Nilai-nilai inilah yang sejatinya harus dihayati dan diamalkan, tidak hanya segenap petinggi, melainkan oleh segenap bangsa Indonesia.

Indonesia berdiri karena keberadaan kerajaan-kerajaan di nusantara. Dahulu, raja-raja di seluruh nusantara merelakan takhta kekuasaannya untuk Indonesia merdeka. Tentu ini merupakan sebuah pengorbanan besar, bukan? Melihat sejarah terbentuknya NKRI, memang tidak dapat dilepaskan dari romantika masa lalu kerajaan-kerajaaa di nusantara. Menjadi suatu yang niscaya, Indonesia terlahir dari rahim keberagaman suku, agama, ras dan golongan. Maka dengan adanya kebhinekaan ini membuat segenap bangsa Indonesia semakin kokoh dalam menangkal radikalisme, terorisme, dan lain sebagainya.

Ahmad Fathoni Fauzan

Penulis adalah pengamat sosial keagamaan, tinggal di Yogyakarta

Selengkapnya baca di sini I

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Bhinneka Tunggal Ika

Dakwah Tak Hanya Konvensi Agama, Tapi Aspek Kerukunan Antarumat

2 Mins read
Beberapa kalangan masih beranggapan bahwa konklusi dari dakwah keagamaan adalah konversi keimanan. Padahal, dalam konteks hidup bernegara sebagai bangsa Indonesia yang menganut…
Bhinneka Tunggal Ika

Gus Dur dan Gus Sholah: Adik Kakak Silang Pendapat Soal Agama-Negara

3 Mins read
Gus Dur dan Gus Sholah tidak selalu menunjukkan hubungan baik sebagai kakak-adik perihal pemikiran. Kedua tokoh ulama ini memiliki pandangan berbeda tentang…
Bhinneka Tunggal Ika

Menelisik Pembelajaran BIPA Lintas Budaya Berbasis Website

2 Mins read
Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam rangka internasionalisasi bahasa Indonesia. Hal tersebut dianggap sebagai soft diplomacy untuk memperkenalkan…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *