Dalam buku berjudul āSejarah Nasional Indonesia VIā (1976: 25, 26) misalnya, disebutkan bahwa sebelum terjadi peristiwa bersajarah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, para pemuda seperti Sayuti Melik dan kawan-kawan, mendesak proklamasi segera diproklamirkan pada tanggal 16 Agustus 1945. Sedangkan Sukarno dan para pemimpin senior lebih menekankan perlunya rapat PPKI terlebih dahulu. Akhirnya para pemuda menculik Sukarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Sampai akhirnya, dengan dialog yang cukup panas, akhirnya kemerdekaan Indonesia bisa diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Bagi Saleh Suaidy, sebagai saksi dan pelaku sejarah yang turut berkontribusi dalam upaya pemuda Islam dalam kemerdekaan Indonesia, bahwa tindakan mendesak Bung Karno untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia oleh Sayutimelik dan kawan-kawan, tidak bisa dipisahkan dari peristiwa-peristiwa sebelumnya.
Dalam artikel tokoh Al-Irsyad ini, yang dimuat dalamĀ Majalah KiblatĀ (No. 7/XXIV: 1976) dengan judul āKonperensi Angkatan Muda di Bandungā ditandaskan sebagai berikut, āFakta sejarah membuktikan bahwa tindakan mendesak Bung Karno dan Bung Hatta untuk menyatakan Kemerdekaan Indonesia itu adalah kelanjutan dan pelaksanaan dari satu Konperensi yang bernama Konperensi Angkatan Muda di Gedung Isola [sekarang bernama BUMI SILIWANGI] di kota Bandung.Ā Tapi anehnya penulis2 sejarah sekitar Proklamasi tidak menyebut2 peristiwa itu. Entah karena suksesnya Konperensi itu di tangan tokoh2 muda Islam, bukan tokoh2 muda nasionalis atau sosialis atau murbais entahlah. Dan sayangnya sejarahwan2 Islam sendiripun tidak ada menyinggung2 peristiwa yang sangat bersejarah itu.ā
Atas alasan ini, maka Saleh Suaidy berupaya menjelaskan peristiwa penting dalam Konperensi Angkatan Muda di Bandung, yang nyaris dilupakan sejarah di mana terlihat sangat jelas betapa besar peranan pemuda Islam dalam peristiwa ini, yang di kemudian hari berpengaruh besar pada upaya pemuda seperti Sayuti Melik yang mendesak Sukarno dan Hatta untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Ringkasan cerita Konferensi Angkatan Muda Bandung
Pada bulan Maret 1945, pemuda Sukarni disokong H. Shimizu (Kepala Sendenbu/Departemen Penerangan Balatentara Dai Nippon), mengundang pemuda-pemuda Indonesia dari pusat dan daerah untuk menghadiri konferensi Angkatan Muda Bandung.
Rata-rata, pemuda yang diundang kala itu adalah yang tidak berkolaborasi dengan Jepang. Para pemuda yang hadir dari Jakarta adalah Sukarni, Chaerul Saleh, Adam Malik, Anwar Tjokroaminoto, BM. Diyah. Sedangkan dari Bandung yang hadir adalah: Isa Anshary. Adapun Purwokerto: Moh. Saleh Suaidy dan Sudiman. Madiun: KH. Mansur. Yogyaarta: Purwokusumo dan masih banyak lagi yang lainnya.
Konferensi diadakan di gedung Isola (Bumi Siliwangi) di sebelah utara atas kota Bandung. Acara ini dipimpin oleh H. Shimizu. Kabarnya, ia adalah di antara balatentara Jepang yang paling bersimpati kepada kemerdekaan bangsa Indonesia.
Sebelum koferensi digelar, para peserta berkumpul di halaman belakang gedung Isola untuk berbaris menghormati pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih, tanpai mengibarkan berndera Jepang Hinomaru, dan pada waktu itu dinyanyikan lagu Indonesia Raya tanpa menyanyikan lagu kebangsaan Jepang: Kimigayo.
Selesai upacara, para peserta berkenalan.Ā Kemudian acara dilanjut dalam gedung. Konferensi dibuka oleh Sukarni. Pada saat itu, menurut catatan Saleh Suaidy, Sukarni mengemukakan pidato panjang lebar yang menari dan bersemangat.
Setelah itu, dilanjut dengan pidato-pidato tokoh muda Islam, seperti: Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto, Isa Anshary dan Saleh Suaidy. Sedangkan dari kalangan pemuda nasionalis, yang pidato di antaranya: Chaerul Saleh, B.M. DIyah, Adam Malik dan lain-lain.
Pada waktu itu, rapat berlangsung selama 3 hari 3 malam. Namun, pembicaraan belum mendapat satu kesimpulan. Mengingat yang hadir sekitar 100 peserta dengan semangat melontarkan yang selama ini dipendam, Sukarni pun kwalahan dan kemudian palu pimpinan diserahkan kepada Isa Anshary.
Waktu Isa Anshary memimpin, jam sudah larut malam, sekitar 1.00 malam. Setelah membuka rapat dengan basmalah, Isa Anshary berkata, āKarena pembicaraan kita sudah cukup banyak dan meluas selama 3 hari 6 kali rapa, maka saya usulkan sekarang dibentuk saja Panitya Perumusā. Usul ini, kemudian diteripa oleh peserta rapat.
Kemudian, Isa Anshary mengusulkan susunan Panitia Perumus yang diketuai oleh Saleh Suaidy dengan anggota R.M. Prawirokusumo (Yogyakarta), Sudiman (Banyumas), KH. Mansur (Madiun) serta 3 orang lainnya.
Apa tugas panitia ini? Mereka ditugaskan utuk bekerja menyusun rancangan rumusan keputusan Konperensi agar selesai sebelum subuh. Kemudian pasca shalat Subuh, diadakan sidang pleno untuk mengesahkan rancangan keputusan itu.
Usul Isa Anshary diterima, kemudian Saleh Suaidy (sebagai ketua) dengan anggotanya bekerja sampai subuh untuk menyusun perumusan. Tepat azan Subuh dikumandangkan, pekerjaan panitia pun selesai.
Bakda Subuh, sidang dibukan kembali. Dipimpin oleh Isa Anshary. Kemudian, keputusan yang dirumuskan Panitia Perumus dibacakan oleh Saleh Suaidy, dan menariknya diterima baik secara aklamasi.
Inti dari keputusan itu adalah: Mendesak Pemimpin Indonesia Dwi Tunggal Bung Karno dan Bung Hatta segera memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia dan mendesak kepada Pemerintah Dai Nippon supaya menjadi Negara pertama yang mengakui Kemerdekaan Indonesia, serta menyampaikan keputusan itu kepada kedua Pemimpin Indonesia itu dan kepada pembesar-pembesar Pemerintah Balatentara Dai Nippon, untuk disampaikan kepada Pemerintah Pusat di Tokyo. Adapun pidato Sukarni, diterima sebagai memori penjelasan dari resolusi itu.
Rapat pun selesai. Kata Saleh Suaidy, para peserta diberi sarapan pagi dan hadiah masing-masing dua sestel baha baju dari dril warna abu-abu.
Kemudian, pada jam 9, rombongan wakil Konperensi yang akan menyampaikan keputusan itu kepada para pemimpin, berangkat menuju Sukabumi, yang mana kala itu Bung Karno sedang beristirahat di Rumah Saki Sukabumi. Baru sampai lokasi tepat saat azan Maghrib, karena truk yang ditumpangi sempat mengalami macet dan ban pecah.
Rombongan dalam truk adalah: Sukarni, Chaerul Saleh, Anwar Tjokroaminoto, Harsono Tjokroaminoto, RM. Prawirokusumo, Adam Malik, BM. DIyah dan Saleh Suaidy, yang kemudian bermalam di rumah Dr. Abu Hanifah yang sedang merawat Bung Karno. Kemudian keputusan disampaikan ke Bung Karno dan keesokan harinya pergi ke Jakarta dan siangnya menghadap Bung Hatta lalu Saiko Siki Kan dan Gunseikan untuk menyampaikan keputusan Konferensi Angkatan Muda di Bandung. Selanjutnya, pada waktu sore, akhirnya masing-masing pulang ke daerahnya dengan kereta api malam.
Sesampai di Purwokerto, Saleh Suaidy mendengar berita bahwa beberapa tokoh Angkatan Muda itu ditahan Jepang, di antaranya: Anwar Tjokroaminoto, Adam Malik dan beberapa kawan lainnya. Kemudian beberapa hari kemudian dibebaskan.
Inilah peristiwa penting sejarah yang mendahului perjuangan Angkatan Muda di Gedung Menteng No. 31 (Gedung Kebangkitan Nasional), yang bergerak pada hari-hari bersejarah pada bulan Agustus 1945, sebagai pelaksanaan, eksekutif, dan tanfiz dari keputusan Konperensi Angkatan Muda Bangung (Maret 1945) di Gedung Isola, Bandung.
Sayangnya, menurut catatan Saleh Suaidy, dokumen bersarah ini, telah dirusak serdadu Belanda di rumahnya di Jalan Regasemangsang No.2, Purwokerto, sebelah Gedung Sekolah Al-Irsyad. Waktu itu, Saleh Suaidy menjadi Ketua Umum DPD. Masjumi, Ketua I KVI. Daerah dan Ketua Front Nasional daerah Banyumas.
Dari keterangan Saleh Suaidy tersebut, nyatalah bahwa sebelum peristiwa Rengasdengklok (penculikan Sukarno oleh para pemuda untuk mendesak proklamasi kemerdekaan Indonesia pada Agustus 1945), ada peristiwa yang melatarinya yaitu Konferensi Angkatan Muda di Bandung pada bulan Maret 1945, di mana pada waktu itu pemuda-pemuda Islam juga turut berkontribusi dalam membuat resolusi mendesak kemerdekaan Indonesia, bahkan turut menjadi ketua dan perumusnya seperti: Isa Anshari, Saleh Suaidy, Harsono Tjokroaminoto, Anwar Tjokroaminoto, KH. Mansur dan lain-lain.
Ini menunjukkan betapa besar peran pemuda Islam dalam usaha mendesak proklamasi Indonesia. Mudah-mudahan, dalam penulisan sejarah Indonesia ke depan, sebagai revisi, bisa ditulis peran pemuda Islam ini.*