Pilarkebangsaan.com – Thalhah Rani yang dikenal sebagai ahli ilmu Tajwid lahir di Makkatul Mukarramah sekitar 1920 M. Mengenai tanggal dan bulan kelahirannya tidak diketahui secara pasti. Tahun kelahiran ini diketahui setelah dihitung dari tahun wafatnya pada 9 Januari 2004 atau 17 Zulhijjah 1424 pada umur 84 tahun.
Kedua orang tuanya menikah dan menetap di sekitar daerah Makkah, yakni Qararah. Beliau adalah anak laki-laki pertama dari lima bersaudara. Beliau dibesarkan dan didik oleh keluarga dari Indonesia yang juga menetap disana, namanya H. Marawi dan Hj. Sampoerna (nama di Makkah, Hj. Siti rahmah). Mereka berdua adalah kakak KH. Bustni Qadri (salah satu ulama Indragiri Hilir).
Sepulang dari Makkah, bersama dengan saudara-saudaranya, beliau tinggal di Sungai luar Kecamatan Batang Tuaka. Komunikasi bersama saudara-saudaranya dalam sehari-hari menggunakan bahasa Arab, namun jika dengan masyarakat, beliau tetap menggunakan bahasa Banjar.
KH. Thalhah Rani menikah dengan Hj. Siti Bahrain di Tekulai Hilir tahun 1943 dan mengajar di pesantren yang ada disana. Selain mengajar dipesantren, beliau juga mengajar masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Diantara yang ia ajarkan kepada meraka adalah tentang ilmu tajwid.
Pada siang hari, beliau mengisi pengajian untuk kaum perempuan, sedangkan malam harinya untuk laki-laki. Kegiatan mengajar ini tetap beliau lakukan saat di Tembilahan, bahkan ada yang datang ke rumahnya untuk belajar. Menurut istri beliau, āKH. Thalhah Rani hampir tidak punya waktu istirahat dalam kesehariannya, waktu beliau habis untuk mengajar.ā
Banyak orang yang mengakui bahwa saat beliau menjadi imam shalat atau saat membaca Alquran, gaya membacanya tidak seperti orang Indonesia pada umumnya. Suara dan dialeknya (lahjah) sangat kental dan khas bacaan imam-imam di Makkah.
Beliau mempunyai murid yang cukup banyak, namun yang dapat terdeteksi sampai saat ini adalah Hj. Maryamah, Ibu Masyitah, Hj. Bahriah, Ust. H. Surya Asāad, dan H. Imlan. Saat bertanya ke istri dan keluarganya tentang kitab dan Karya-karya beliau, ternyata beliau mempunyai cukup banyak koleksi kitab.
Kitab-kitab karya beliau sangat banyak dan berada di Sungai Luar dan Sapat, namun kitab-kitab tersebut tidak ditemukan lagi dan salah satu penyebabnya adalah sering pindah-pindah rumah (ngontrak). Sedangkan karyanya sendiri lebih banyak yang berupa catatan-catatan.
Saat wawancara dengan adik bungsu beliau bernama Hj. Masnun (berada di Jl. M. Boya Gg. Tangkuban Perahu), saya ditunjukkan satu tulisan beliau yang berjudul,Ā āSegala sifat huruf adalah delapan belas.āĀ Tulisan ini hanya satu lembar saja dan dalam bentukĀ copyĀ bukan yang asli.
Selain ahli dalam bidang ilmu keagamaan, KH. Thalhah Rani juga menguasai ilmu kanuragan (silat). Ustad Surya Asāad yang sempat belajar kepada beliau mengatakan bahwa ia pernah diajarkan āsilat buah tujuhā. selain dalam dua bidang tersebut, beliau juga ahli dalam berdagang dan berlayar.
Pada 9 Januari 2004, sang Ulama ahli Tajwid ini meninggal di Tembilahan karena sakit Sesak Napas, pada hari Jumāat tanpa didampingi sang istri tercinta, karena istrinya sedang perjalanan menunaikan ibadah haji. Beliau meninggalkan satu orang istri (saat ini masih hidup) dan enam orang anak.