Sudah sangat banyak cerita yang mengisahkan tentang pengorbanan Bunda Khadijah untuk kita semua umat Islam. Saat beliau berjaya dengan harta dan kekuasaan, seluruhnya tergunakan untuk dakwah Islam. Saat menikah dengan Muhammad, dan diangkatlah suaminya itu menjadi seorang nabi, Khadijahlah orang pertama yang mengimani. Adapun kisah di bawah ini menjadi salah satu gambaran tentang apa saja yang telah Bunda Khadijah lakukan semasa hidupnya.
Ketika itu Rasulullah pulang dari berdakwah. Beliau tertidur di pangkuan Khadijah, dibelainya Rasulullah dengan penuh kelembutan dan rasa sayang. Air mata Khadijah tak sengaja menetes di pipi Rasulullah. Rasulullah pun bertanya, “Wahai Khadijah mengapa Engkau menangis? Adakah Engkau menyesal bersuamikan Aku, Muhammad? Dahulu Engkau wanita bangsawan, engkau mulia, engkau hartawan. Namun hari ini engkau telah dihina orang. Semua orang telah menjauhi dirimu. Seluruh kekayaanmu habis. Adakah Engkau menyesal wahai Khadijah?”
Mendengar pertanyaan Rasulullah itu, Khadijah memberi penjelasan. “Wahai suamiku, Wahai Nabi Allah. Bukan itu yang aku tangiskan. Dahulu aku memiliki kemuliaan, kemudian telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya. Dahulu aku adalah bangsawan. Kebangsawanan itu juga aku serahkan untuk Allah dan RasulNya. Dahulu aku memiliki harta kekayaan. Seluruh kekayaan itu pun telah aku serahkan untuk Allah dan RasulNya.
***
Khadijah melanjutkan penjelasannya, “Wahai Rasulullah, sekarang aku tak punya apa-apa lagi. Tetapi Engkau masih terus memperjuangkan agama ini. Wahai Rasulullah., sekiranya nanti aku mati sedangkan perjuanganmu itu belum selesai, sekiranya engkau hendak menyeberangi sebuah lautan, sekiranya engkau hendak menyeberangi sungai tetapi engkau tidak memperoleh rakit atau pun jembatan. Maka galilah lubang kuburku, ambilah tulang belulangku. Jadikanlah ia jembatan untuk engkau menyeberangi sungai itu supaya engkau bisa berjumpa dengan manusia dan melanjutkan dakwahmu. Ingatkan mereka tentang kebesaran Allah. Ingatkan mereka kepada yang hak. Ajak mereka kepada islam wahai Rasulullah.”
Hati siapa yang tidak tersentuh mendengar itu. Aku yang mendengar kisah ini saja merinding dan menangis. Betapa Bunda Khadijah kita telah mengorbankan segalanya untuk kita. Lantas kita, bagaimana menyikapinya?
Tahun Kesedihan
Pada tanggal 10 Ramadhan, tahun 10 kenabian, tahun yang terkenal dengan tahun kesedihan atau ‘am al Huzn. Tahun itu adalah saat di mana pelindung Rasulullah, Abu Thalib wafat. Sebulan lebih lima hari setelah itu, kematian Khadijah. Tahun itu benar-benar menjadi tahun kesedihan bagi Rasulullah dan kaum muslimin. Kita tahu bahwa kedua tokoh inilah yang sangat berjasa dalam proses penyebaran agama Islam.
Detik-detik terakhir sebelum Khadijah wafat, Khadijah mengutarakan permintaan terakhirnya. Ketika itu Khadijah tengah sakit. Beliau berkata kepada Rasulullah yang ada di dekatnya, “Aku memohon kepadamu, Ya Rasulullah, kalau aku sebagai istrimu belum berbakti kepadamu.”
Belum selesai Khadijah menyampaikan, Rasulullah menjawab, “Jauh dari itu ya Khadijah, Engkau telah mendukung dakwah Islam sepenuhnya.” Khadijah lalu memanggil Fatimah Azzahra juga pada saat itu dan berbisik, “Fatimah putriku, aku yakin ajalku segera tiba, yang kutakutkan adalah siksa kubur. Tolong mintakan kepada ayahmu, aku malu dan takut memintanya sendiri, agar beliau memberikan sorbannya yang biasa untuk menerima wahyu agar dijadikan kain kafanku.”
Mendengar permintaan Khadijah itu, Rasulullah berkata, “Wahai Khadijah, Allah menitipkan salam kepadamu, dan telah dipersiapkan tempatmu di surga.” Ummul Mukminin, Bunda Khadijah akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya di pangkuan Rasulullah. Air mata bertumpah melepas kepergian wanita mulia itu. Semoga Allah merahmati beliau dan keluarganya.
Saat itu Malaikat Jibril turun dari langit, mengucap salam dan membawa lima kain kafan. Rasul pun menjawab salam Jibril dan bertanya, “untuk siapa sajakah kain kafan itu, ya Jibril?” “Kain kafan ini untuk Khadijah, untuk Engkau ya Rasulullah, untuk Fatimah, Ali, dan Hasan.” Jibril berhenti berkata dan kemudian menangis. Rasulullah bertanya, “Kenapa ya Jibril?” “Cucumu yang satu, Husain, tidak memiliki kafan, dia akan dibantai dan tergeletak tanpa kafan dan tak dimandikan.” jawab Jibril.
***
Rasulullah pun mendekat ke jasad istrinya tercinta. Wahai Khadijah istriku sayang, demi Allah, Aku takkan pernah mendapatkan istri sepertimu. Pengabdianmu kepada Islam dan diriku sungguh luar biasa. Allah Maha Mengetahui semua amalanmu. Semua harga kau hibahkan untuk islam. Kaum muslimin pun ikut menikmatinya. Semua pakaian kaum muslimin dan pakaianku ini juga darimu. Namun begitu, mengapa permohonan terakhirmu kepadaku hanyalah selembar sorban?
Rasulullah tersedu kemudian berdoa kepada Allah, “ Ya Allah, Ya Illahi Rabbi. Limpahkanlah Rahmat-Mu kepada Khadijahku, yang selalu membantuku dalam menegakkan islam. Mempercayaiku pada saat orang lain menentangku. Menyenangkanku saat orang lain menyusahkanku. Menentramkanku pada saat orang lain membuatku gelisah. Oh Khadijahku sayang, kau meninggalkanku sendirian dalam perjuanganku. Siapa lagi yang akan membantuku?” Tiba-tiba ali berkata, “Aku Ya Rasulullah!”
Semoga sedikit kisah yang terungkap dari sosok istimewa ini, akan melahirkan kembali sosok Khadijah Khadijah di masa kini dengan semangat dan keteladanan yang serupa. Allah, anugerahkan kepada kami semua perempuan yang memancarkan cahaya iman di dalam hatinya. Semoga bermanfaat.
Lifelong Learner, content writer, recipe writer, blogger. Blog Pribadi martinamuliadewi.wordpress.com