Pilarkebangsaan.com – Menjelang akhir abad 19 M, pendudukan negara – bangsa Barat terhadap kawasan umat Islam kian merajalela. Tak terkecuali Tunisia, negara strategis di ujung Afrika Utara ini mendapat tekanan besar dari sejumlah negara adidaya.
Upaya perlawanan rakyat Tunisia untuk mendapatkan hak kemerdekaan memang sudah ada sejak lama. Namun umumnya hanya tersimpan di dalam hati masing – masing tanpa ada keberanian untuk merealisasikannya. Wajar saja, resiko yang mereka hadapi tidak main – main, penyiksaan bahkan ancaman pembunuhan.
Kondisi ini yang kemudian menggugah kemunculan sejumlah pembaharu yang rela beraksi demi meraih kebebasan dan kemerdekaan negaranya. Termasuk Khairuddin Pasha at-Tunisi. Reputasinya sebagai politisi ulung dan ahli hukum mampu memetakan fondasi kuat kemerdekaan, meskipun hasilnya tidak sempat ia cicipi tapi bisa dirasakan generasi selanjutnya.
Khairuddin Pasha, seorang budak yang dibeli oleh pejabat Dinasti Bay
Sebelum semua ketenaran yang berhasil diraih Khairuddin Pasha, ia ternyata hanyalah seorang budak yang diperjualbelikan di pasar budak, Astana Turki. Taraf kehidupannya perlahan – lahan mulai meningkat ketika ada seorang pejabat pemerintahan Afrika Utara, Ahmad Bay mau membeli budak asal Adigh (Sirkasia) itu.
Ahmad Amin dalam karyanya Zu’amaul Islah Fi Asr Hadist mengungkapkan bahwa sejak dulu suku Adigh telah dikenal di dunia Islam. Mereka adalah suku pedalaman yang menetap di Barat Laut Laut Kaspia. Ketika Rusia menjajah wilayah ini, para penduduk Adigh tersebar ke Turki dan Asia kecil.
Selain berani dan berbudi pekerti luhur, suku Adigh dikenal dengan ketampanan dan kecantikan warganya. Oleh karena itu, sejak kecil mereka telah diperjualbelikan kepada keluarga kerajaan. Perdagangan budak ini bahkan sudah terkanal sejak masa awal Dinasti Abbasyiah.
Dilantik sebagai Menteri Militer dan Ketua Majlis Syura
Dalam perjalan selanjutnya, ia masuk dalam ranah politik. Tugas genting yang pernah diembannya antara lain tatkala Ahmad Bay memintanya pergi ke Paris untuk menyelesaikan konflik rumit Mustafa Khaznah Dar beserta kaki tangannya, Mahmud bin Iyad. Dua tokoh pejabat tinggi pemerintah ini diduga telah menggelapkan anggaran negara. Kemudian kabur ke Paris dan berlindung dibawah pemerintahan Prancis.
Sepulangnya dari Paris, karirnya kian melejit. Tahun 1273 H, ia terpilih sebagai menteri militer. Tidak mau berleha – leha, pemuda ini langsung lakukan gebrakan. Pembangunan industri perahu, pengembangan infrastruktur jalan, hingga perbaikan masal pelabuhan terbesar Tunisia (La Goulette) ia rancang dalam satu tarikan napas. Bahkan segala hal yang menyangkut La Goulette memiliki peraturan resmi dibawah kementeriannya. Jelas, ini adalah inovasi baru bagi sistem hukum Tunisia.
Keahliaanya dalam bidang hukum dan perundang-undangan menjadi modal utama untuk memperbaiki sistem pemerintahan. Penyegaran – penyegaran pemikiran lantang ia teriakan sebagai bentuk ikhtiar perlawan terhadap kesewenangan – wenangan dan kejahatan korupsi yang marak terjadi. Hal ini yang kemudian membuat Khairuddin diamanahkan sebagi pimpinan Majelis Syura tahun 1277 H.
Beban berat ditanggung Khairuddin. Sebagai sosok pemimpin ia harus mampu menyeimbangkan dan menjembatani pandangan tiga unsur lintas paham sekaligus yakni tokoh agama, pejabat pemerintahan Tunisia dan pejabat pemerintah Prancis.
Berjihad melalui karya tulis
Tahun 1279 H, ia memutuskan untuk berhenti dari dua jabatannya dan kembali ke kehidupan lamanya. Kendati tidak lagi berkiprah dalam dunia politik, namun semangatnya untuk kemerdekaan hakiki negaranya tidak pernah padam. Kali ini usahanya beralih fokus melaui tulisan – tulisan.
Ahmad Bay sengaja mengirimnya ke berbagai negara negara maju di Eropa untuk mempelajari landasan utama pembangunan peradaban maju. Beberapa negara yang dikunjunginya antara lain; Jerman, Prancis, Inggris, Italia, Austria, Swedia, Belanda, Denmark dan Belgia.
Hasil penelitiannya ini kemudian ia telurkan dalam sebuah karya fenomenal miliknya berjudul Aqwamul Masalik Fi Ma’rifati Ahwal Mamalik. Kitab ini mencakup sejarah singkat dan asas – asas utama yang dipakai Dinasti Utsmanaih dan sembilan belas negara Eropa. Dalam muqaddimah ia paparkan juga permasalahan kekinian yang tengah didera umat Muslim beserta cara menghadapinya.
Intervensi Eropa dalam pemerintahan Tunisia
Pergolakan politik dalam tubuh pemerintahan Tunisia kian memanas. Fungsi lembaga setara DPR tidak dapat berjalan maksimal sebab masuknya intervensi pejabat tinggi. Kebijakan – kebijakan bukan bermuara pada kemaslahatan umat justru dilelang untuk kepentingan pribadi tertentu.
Jelas, bagi para pengusung asas keadilan ini adalah duri beracun yang perlu dibuang sebelum racunnya menyebar ke setiap sendi sendi pemerintahan. Namun, lagi – lagi kegeraman mereka tunduk dibawah pemangku kepentingan. Alih – alih bertindak, kebanyakan dari mereka lebih memilih diam demi keselamatan.
Dari sinilah, kepergian Khairuddin – dari dunia politik – sosok cerdas nan tegas dalam membela keadilan jadi luka tersendiri setidaknya bagi para pendukung transparansi politik.
Menyelamatkan Tunisia dari ancaman kriris
Ahmad Bay selaku pimpinan tertinggi terlalu bersikap halus terhadap jajaran menteri – menterinya, sehingga sulit untuk menyingkirkan benalu – benalu yang kian hari kian menggerogoti ketahanan negara. Puncaknya, Mustafa Khaznat Dar menteri keuangan sekaligus menteri dalam negeri Tunisia membuat tindakan ceroboh yang menyebabkan tidak terkendalinya utang negara.
Akibatnya, sejumlah negara Eropa ( Prancis, Italia dan Inggris) beraliansi membentuk tim gabungan – dipimpin Tunisia – dengan misi penyelamatan perekonomian Tunisia. Alih – alih keselamatan, justru mereka melakukan eksploitasi internal negara.
Kebijakan dan hukum negara yang seharusnya menjadi otoritas penuh masyarakatnya sendiri kini dapat dikendalikan pihak asing. Berkat hak pengendalian ini, Prancis khususnya dapat dengan leluasa memetakan pengaruhnya di tengah – tengah masyarakat Tunisia.
Jelas, penjajahan ideologi semacam ini jauh lebih berbahaya ketimbang penjajahan fisik. Dampaknya pun tidak akan hanya bertahan dalam kurun waktu tiga atau empat tahun saja melainkan puluhan bahkan ratusan tahun.
Dalam kondisi carut marut ini, Ahmad Bay meminta Khairuddin untuk kembali berpolitik demi keutuhan negaranya yang sudah diambang batas kehancuran. Ia diberi tanggung jawab besar untuk masuk memimpin tim gabungan tadi. Awalnya ia menolak namun terus dibujuk hingga menerima jabatan tersebut.
Setidaknya ada tiga poin pokok yang dirancang Khairuddin. Pertama, menyelamatkan negaranya dari keterpurukan ekonomi dan eksploitasi pihak asing. Kedua, mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah pasca krisis sosial ekonomi. Ketiga, menghadapi Musthafa Khaznat Dar yang masih menjabat di pemerintahan.
Persoalan pertama dapat diselesaikan setelah perdebatan panjang lintas negara. Sementara itu untuk persoalan kedua, Khairuddin segera meluncurkan kebijakan fiskal berupa pengurangan beban pajak masyarakat terlebih bagi para petani. Sebelumnya, para petani tertekan bahkan tidak sedikit yang berhenti dari pekerjaannya sebab beban pembayaran pajak lebih besar dari penghasilan yang mereka peroleh.
Adapun dalam persoalan ketiga, terjadi perseteruan sengit antara dirinya dengan Musthafa Khaznat Dar. Perlahan – lahan keburukan Musthafa terbongkar, dan publik memitanya untuk mengundurkan diri. Maka pada tahun 1290 H, Musthafa resmi turun setelah hampir tiga puluh tahun mengemban tugas. Lengsernya menteri keuangan ini disambut suka cita penduduk Tunisia.
Lakukan perbaikan masal
Dengan lengsernya pejabat tinggi ini, Khairuddin diangkat sebagai perdana menteri. Tentu saja, melalui posisinya kali ini ia dapat lebih leluasa melakukan perbaikan secara menyeluruh baik itu di sektor politik, pendidikan, ekonomi, administrasi, hukum hingga pertanian.
Upaya perbaikan yang ia lakukan antara lain : pendirian sekolah modern dengan mengkolaborasikan ilmu – ilmu syariat dengan ilmu – ilmu modern. Menggenjot ekonomi melalui pengembangan industri lokal.
Menggunakan dana hibah secara amnah, transparan dan terukur dan pembuatan undang – undang terhadap warga asing, dimana sebelumnya tidak ada undang – undang khusus sehingga mereka terbilang kebal hukum. Untuk meredam intervensi Eropa di negaranya, Khairuddin membangun hubungan intens dengan Dinasti Utsmaniah sebab ia paham Tunisia tidak dapat berdiri sendiri.
Kerjakerasnya ini membawa perubahan besar terhadap tatanan kenegaraan Tunisia. Meskipun tidak mencicipi kemerdekan yang ia elu – elukan namun perannya adalah cikal bakal terlepasnya negara yang sangat ia cintai dari cengkraman penjajah pada tahun 1956 M. Pria kelahiran 1810 M ini meninggal dan dimakamkan di tanah kelahirannya, Turki pada tahun 1889 M.