Sejak peristiwa 11 September di New York City dan Washington, madrasah menjadi kontroversi dan penuh kecaman. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Madrasah telah menjadi simbol kuat sebagai pabrik teroris dunia.
Sejak itu pula Madrasah menjadi sasaran tembak ketika terjadinya teroris di berbagai dunia. Itu terbukti pada 2001, ketika Amerika Serikat menarget Taliban yang sebagian besar berpendidikan madrasah di Afghanistan (Bergen & Pandey, 2006).
Meski Taliban ketika itu tidak satupun terlibat pada kasus 11 September, Madrasah dan Taliban tetap menjadi target dan bulan-bulanan dari operasi teroris besar di dunia. Pada akhirnya, madrasah diartikan sebagai benteng ortodoksi (Hassim, 2010).
Jadi, semua keterjadian dari sikap ”fundamentalisme,” ekstremisme, intoleransi, dan teroris mengatasnamakan agama, itu dianggap lahir-tercipta dan menjadi bagian dari ortodoksi pabrik agama: madrasah.
Madrasah dan Agama
Memang, pendirian madrasah di dunia dilatarbelakangi oleh pendidikan yang menajamkan pada sisi keimanan. Dulunya, madrasah adalah masjid (Abdel-Hady, 2010). Namun lambat laun masyarakat mulai terpantik untuk mempelajari agama, sehingga terjadinya pembeludakan dan pergeseran tata cara dan tempat pembelajaran. Kendati itu masjid tergantikan menjadi madrasah.
Hal itu dibenarkan oleh Mokhtar, (2010) bahwa madrasah merupakan bagian integral dari masjid, dan tujuan utamanya adalah pendidikan holistik umat Islam yang tidak terpisah antara pengetahuan sekuler dengan ilmu agama.
Namun, pada masa kekhalifahan, madrasah menunjukkan sistem kelembagaan individualistis. Semua harus dikontrol dan terkontrol oleh kekhalifahan. Bahkan dari kurikulum hingga pakaian dikontrol, sehingga madrasah bisa dimasukkan dalam karakteristik yang alibisitas politik.
Madrasah dan Politik
Tambah ke sini, madrasah mulai “leluasa” namun tetap terbelenggu oleh politik agama dan disparitas kesosialan. Sehingga, apa yang menimpa pada siswa, misalnya terorisme, apalagi atas nama agama, itu diindikasikan dengan pengajaran atau dogmatik yang diajarkan di madrasah.
Harus diakui, tidak ada lagi pelajaran yang paling kenceng diajarkan di madrasah kecuali agama. Jadi agama diproyeksikan menjadi solusi bagaimana menerangi hidup siswa dan hidup umat dan dunia di masa depan. Harus diakui pula bahwa madrasah adalah tampungan sekolah masyarakat miskin. Madrasah menjadi jalan alternatif bagi masyarakat miskin untuk menimba pendidikan.
Hal itu terjadi, karena akibat pemerintah tidak mampu menyediakan layanan dasar seperti kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan sosial. Akibatnya, ini menciptakan kesenjangan besar antara permintaan dan pasokan layanan dasar.
Oleh karena itu, madrasah menarik siswa dari strata sosial rendah dengan memberikan pendidikan, makanan, tempat tinggal, dan pakaian gratis. Bisa dikatakan madrasah menciptakan lingkungan yang memberikan pendidikan kepada segmen masyarakat terbelakang bahkan pada masyarakat yang memiliki titik nadir kehidupan.
Madrasah dan Terorisme
Namun, (dari pertama kali muncul Jalur Sutra di Bagdad terus ke wilayah Tiongkok Timur, hingga kini), meskipun madrasah memberikan kontribusi dalam memberikan pendidikan kepada segmen masyarakat miskin tetapi pada saat yang sama juga gagal untuk menyediakan kebutuhan dasar pendidikan yang merupakan kebutuhan pasar tenaga kerja karena kurikulum tertentu.
Oleh karena itu, ini hanya menciptakan lapangan kerja di kalangan keagamaan seperti di madrasah dan masjid dll. Hal ini membuat barisan agama menjauh dari koridor kekuasaan dan gerakan masyarakat sipil (Rabbi & Habib, 2019). Madrasah mengalami tekanan politik dari semua sisi, baik dari kekuatan regional dan internasional—di mana Islam menggambarkan identitas sosial, budaya, dan politik Muslim (Siddikoglu, 2018).
Apakah dengan demikian lantas menjadi titik tolak siswa menjadi teroris? Bisa jadi, bisa bukan. Bukan, karena tidak semua madrasah mencekkoki madrasah untuk sekadar mempelajari agama total, tetapi juga mempelajari yang lainnya. Bisa menjadi pabrik teroris, apabila madrasah telah mendogma siswa dari kurikulum tersembunyi di mana ideologi transnasional menjadi lenggam ajaran tiap hari. Atau bahkan di madrasah tersebut menolak pilar kebangsaan.