Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti mengungkapkan bahwa dalam 20 tahun terakhir, Asia menyaksikan perubahan dalam kehidupan beragama dan sosial. Masyarakat di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, kian percaya bahwa iman adalah penting dan dibutuhkan dalam kehidupan.
Pernyataan itu disampaikan Abdul Mu’ti dalam acara dialog agama-agama Comunita di Sant’Egidio di Paris, Prancis. Forum internasional tersebut diselenggarakan sejak Minggu (22/9/2024) sampai Selasa (24/9/2024).
Mu’ti engingatkan, kondisi demikian tak lantas mengabaikan fakta bahwa pelepasan (disengagement) terhadap agama masih menjadi fenomena di tengah masyarakat. Hal ini seyogianya menjadi perhatian para pemuka agama dan umat.
“Pelepasan semacam ini dapat menyebabkan hilangnya relevansi agama,” ujar Abdul Mu’ti dikutip dari Republika.co.id, Selasa (24/9/2024).
Hingga batas-batas tertentu, lanjut dia, masa depan agama akan bergantung pada kemampuannya dalam menjawab tantangan-tantangan yang ada. Dalam konteks Asia, menurut Abdul Mu’ti, terdapat lima tantangan.
Pertama, tantangan kesehatan mental. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberikan peringatan terkait hal ini.
Persoalan tersebut ditandai dengan meningkatnya angka bunuh diri dan gangguan psikologis. Menurut Abdul Mu’ti, kehidupan materialistis telah menyebabkan tingkat stres yang tinggi, penurunan kohesi sosial, dan kekosongan spiritual.
Kedua, tantangan masyarakat lanjut usia yang disebabkan oleh faktor sosial. Abdul Mu’ti menjelaskan, hal itu pun berkaitan dengan perubahan pandangan generasi muda tentang pernikahan dan kehidupan berkeluarga. Alhasil, tak sedikit yang cenderung memilih untuk tidak menikah dan tidak memiliki anak (childfree). Selain itu, usia harapan hidup juga berkelindan dengan layanan kesehatan yang lebih baik dan gaya hidup sehat.
Tantangan ketiga adalah kemanusiaan. Perkembangan industri membawa sisi negatif seperti perdagangan manusia, eksploitasi, dan “perbudakan modern.”
Keempat, soal krisis lingkungan, terutama perubahan iklim dan semua dampaknya. Adapun yang terakhir, ihwal kesenjangan antara kaum kaya dan kaum papa yang semakin melebar. Ini disebabkan kapitalisme absolut dan kurangnya solidaritas sosial.
“Bagaimana agama dapat menjawab tantangan-tantangan ini? Agama perlu direvitalisasi dan disegarkan kembali, tidak hanya sebagai rangkaian ritual dan praktik spiritual, tetapi yang lebih penting sebagai formula untuk menyelesaikan masalah kehidupan nyata,” pungkasnya.