Telaah

Masifnya Perempuan dalam Jaringan Teroris

3 Mins read

Aksi teror yang identik dengan kekerasan sebagaimana yang acap kali menghantui masyarakat Indonesia banyak meninggalkan trauma tersendiri, baik individu maupun negara sekalipun. Rekam jejak aksi teror selama ini bisa kita ketahui seperti aksi bom Thamrin (2016), bom Molotov di Kalimantan Timur dan Barat (2016), di Jawa Tengah yaitu bom Solo (2016), bom di Surabaya (2018), tragedi pembunuhan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat (2018), kasus bom Katedral di Makassar dan aksi-aksi lainnya.

Dari aksi-aksi tersebut didominasi oleh kalangan laki-laki. Dengan berbagai latar belakang seperti ekonomi, keadaan sosial, bahkan yang lebih besar lagi yaitu pengaruh doktrin agama (jihad fi sabilillah) menjadi kobar api semangat untuk melancarkan aksi kekerasan tersebut. Hadirnya pemahaman agama eksklusif dan tekstualis yang ditanamkan gerakan terorisme/ekstrimis Islam merupakan hal yang menjanjikan bahwa syurga adalah jaminanya. Maka tidak heran aksi kekerasan/peperangan yang mengatasnamakan agama begitu gencar dibumikan.

Dalam hasil riset Yuangga Kurnia Y bertajuk Fenomena Kekerasan Bermotif Agama di Indonesia, dikatakan bahwa dalam mencapai tujuan mereka, para oknum-oknum fundamentalis dan ekstrimis menggunakan jalan violence and destruction and even fighting against those who disagree. Bahkan kasus kekerasan lainnya dalam track record di Indonesia beberapa tahun silam tepatnya 2011 secara terang-terangan aksi terorisme mengenakan kaos bertuliskan jargon Jihad, The Way of life.

Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, fenomena di atas tidak sedikit melibatkan perempuan dalam melancarkan aksi kebencian dan kekerasan tersebut. Seperti bambu runcing yang siap menusuk lawannya tanpa suara, dan bahkan perempuan yang dianggap lemah seolah menjadi senjata ampuh dalam mengelabuhi target.

Sebagaimana di setiap tahunnya selalu ada saja penyegaran kasus teror  di Indonesia yang melibatkan sosok perempuan. Bisa kita baca kasus sejak tiga tahun terakhir terdapat beberapa aksi teror, seperti halnya penyerangan Mabes Polri 2021 silam ketika aksi penodongan senjata api jenis air gun oleh gadis berinisial ZA.

Kemudian aksi bom di Fillipina 2020 silam oleh WNI dan melibatkan beberapa perempuan di situ yaitu Rezky Fantasya Rully, Inda Nay dan Nanah. Kemudian aksi terorisme bom bunuh diri di Makassar, tepatnya di Gereja Katedral pada 28 Maret 2021 juga melibatkan tiga orang perempuan. Bahkan tahun 2022 terdapat sosok perempuan yang berupaya menyerang salah satu Polsek menggunakan sepeda motornya dengan mengatasnamakan agama dan melawan aparat pemerintahan yang dianggap thagut.

Beberapa kasus di atas bisa kita lihat betapa besar pula kontribusi perempuan dalam menggencatkan aksi teror yang begitu membahayakan. Sebagian besar mengapa keterlibatan perempuan dalam aksi ektrim/teror ini begitu kuat, (Mulia, 2018) dalam hasil risetnya mengatakan yaitu karena adanya motivasi yang bersifat teologis.

Begitu pula jargon Amar ma’ruf nahi mungkar, jihad fii sabilillah, dan perintah memerangi orang kafir (pemahaman Al-Qur’an tekstualis)/thagut merupakan sasaran doktrin kelompok radikal karena dianggap memiliki legitimasi dalam mengontrol kaum hawa.

BACA JUGA  Brighter for Humanity and Society, Mendobrak Stigma Program Beasiswa Muslim sebagai Gerakan Kelompok Ekstremis

Bahkan dalam wacana feminisme, faktor mengapa perempuan acap kali dilibatkan dalam aksi teror dikarenakan mereka adalah individu yang mudah diandalkan dalam segi kesetiaan, loyalitas dan kepatuhannya. Apalagi yang dihadapkan dan dijanjikan erat berkaitan dengan agama dan termasuk the vulnerable groups, yaitu secara sosiologis dikatakan “rentan”, seperti halnya ketika mengakses media sosial tetapi literasinya lemah sehingga mudah menerima dan menyimpulkan. Hal ini juga berlaku pada doktrin kelompok radikalis, ekstrimis, teroris yang kini tersebar di media sosial.

Faktor lain lainnya yaitu karena keluarga dan lingkungan. Hal ini dianggap efektif yaitu dengan menikahi perempuan untuk mendukung aksi radikal dan teror salah satunya di Indonesia. Bahkan yang sebelumnya hanya sebagai penunjang/pendukung para suaminya yang dianggap berjuang/jihad terhadap agama lalu mati syahid dan akan mendapat syurga, dalam beberapa tahun terakhir perempuan juga terlibat langsung dalam aksi penyerangan sebagaimana beberapa kasus di atas.

Hasil riset Udji Asiyah, dkk, yang bertajuk Jihad Perempuan dan Terorisme, perempuan dikatakan rentan terpapar paham radikal. Lebih mencengangkan lagi yaitu terdapat seorang perempuan bernama Diah Novi Yulia yang salah dalam merepresentasikan makna “Jihad”. Ia bergabung dengan kelompok ekstrim yaitu JAD (Jamaah Ansharut Daulah) yang berada di bawah naungan ISIS karena terdoktrin secara daring. Dari sini tentu aksi-aksi menjamurkan paham ekstrim terhadap kaum perempuan begitu mudah untuk digencarkan.

Memanfaatkan kesempatan untuk menjadikan perempuan sebagai kelinci percobaan, bambu runcing dalam penyerangan, atau bahkan mengoptimalkannya sebagai korban paham radikalis, menjadikan perempuan target empuk dalam ikut andil membumikan kekerasan. Padahal, dalam agama-agama tidak dibenarkan suatu tindakan atau ajaran yang mengarah pada kekerasan, termasuk Islam.

Seorang ulama NU (Nahdlatul Ulama) sekaligus mantan Rektor UIN Sunan Ampel, Surabaya, Prof. Abdul A’la mengatakan bahwasanya aksi ektrim/kekerasan dan sejenisnya yang dilakukan oknum teroris tidak ada kaitannya dengan ajaran tiap agama (Asiyah, 2020). Jikalau tindakan yang dilakukan mengatasnamakan agama, maka sebenarnya hal itu ditunggangi berbagai kepentingan. Hal ini juga berlaku kepada kaum perempuan yang acap kali dijadikan salah satu senjata yang mudah mengelabuhi aparat keamanan maupun masyarakat secara umum.

Sebagai rujukan primer umat Islam, Al-Qur’an sendiri tidak membenarkan bahwa manusia harus membumikan kekerasan dan saling membunuh sesama atas nama agama. Justru menekankan untuk memahami perbedaan, membumikan toleransi, menjalin hubungan sosial yang baik (saleh sosial, tidak hanya saleh ritual dan spiritual), menebar cinta kasih terhadap siapapun. Sebagaimana yang terkandung dalam QS. Al-Hujarat: 9 dan 13, QS. An-Nisa’: 90 dan 114, QS. Al-Anfal: 61, QS. Al-Baqarah: 256, QS. Yunus: 40 dan 99, QS. Hud: 118, QS. Al-Anbiya: 107.

Ali Mursyid Azisi

Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, Minat di Bidang Literasi, Studi Islam & Lintas Agama
2118 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Telaah

Konflik Kepentingan Penegakan Hukum Kecelakaan Pesawat Terbang

13 Mins read
Meskipun transportasi udara secara luas diakui sebagai moda transportasi paling selamat dan aman, komunitas penerbangan, termasuk penyelidik kecelakaan udara, terus bekerja tanpa…
Telaah

Optimasi Data Geospasial: Kunci Kelestarian Ekosistem Mangrove

3 Mins read
Indonesia memiliki sumber daya hutan mangrove sangat luas, tersebar di wilayah pesisir di berbagai provinsi. Salah satunya di Pulau Kalimantan. Pulau Kalimantan…
Telaah

Menyikapi Radikalisme dan Narasi Keislaman yang Dipolitisasi

3 Mins read
Inti dari era teknologi adalah bagaimana masyarakat dapat memanfaatkan teknologi digital untuk mencapai kemajuan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam perjalanan…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *