Di tanah Kudus yang penuh sejarah, lahir seorang ulama besar yang namanya akan terus dikenang dalam dunia Islam, terutama dalam bidang ilmu Al-Qur’an. Dia adalah KH. Arwani Amin, atau yang akrab disapa Mbah Arwani. Sebagai tokoh yang rendah hati namun berpengaruh besar, Mbah Arwani adalah figur ulama yang mendedikasikan seluruh hidupnya untuk mendidik generasi pecinta Al-Qur’an.
KH. Arwani Amin dilahirkan di lingkungan yang religius di Kudus, Jawa Tengah. Dari kecil, beliau menunjukkan kecintaan yang mendalam terhadap ilmu agama, terutama Al-Qur’an. Di bawah bimbingan keluarganya yang berpegang teguh pada nilai-nilai Islam, bakat dan ketekunannya mulai terlihat sejak usia dini.
Mbah Arwani melanjutkan pendidikan agamanya di berbagai pesantren terkemuka. Salah satunya adalah Pesantren Termas di Pacitan, yang kala itu menjadi salah satu pusat pembelajaran Islam terkemuka di Nusantara. Selama di Termas, beliau menimba ilmu dari para ulama besar, memperdalam pemahaman tentang fikih, tasawuf, dan tentunya, Al-Qur’an. Namun, titik balik terbesar dalam hidupnya terjadi ketika beliau mempelajari ilmu qira’at sab’ah (tujuh bacaan Al-Qur’an) yang kemudian menjadi spesialisasinya.
Dalam tradisi Islam, ilmu qira’at adalah cabang ilmu yang sangat tinggi nilainya. Tidak banyak ulama yang benar-benar mendalami dan menguasai ilmu ini, mengingat kompleksitasnya. KH. Arwani Amin adalah salah satu dari sedikit ulama Nusantara yang mampu mencapai derajat ini. Beliau mempelajari qira’at sab’ah dengan penuh kesungguhan, hingga berhasil menguasainya dan mendapatkan sanad keilmuan yang sahih.
Perjalanan beliau dalam menguasai qira’at tidak hanya berhenti pada dirinya sendiri. Dengan tekad kuat, Mbah Arwani ingin ilmu ini tidak hanya menjadi milik segelintir orang. Beliau bermimpi agar ilmu qira’at dapat diwariskan kepada generasi berikutnya, sehingga keberkahan dan kemuliaan Al-Qur’an terus terjaga.
Tahun 1970 menjadi tonggak sejarah bagi dunia pendidikan Islam di Indonesia. Di tahun inilah KH. Arwani Amin mendirikan Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an di Kudus. Pesantren ini memiliki fokus utama pada tahfidz Al-Qur’an, dengan kurikulum yang dirancang secara khusus untuk mencetak para hafidz dan hafidzah yang berkualitas. Pesantren Yanbu’ul Qur’an bukan sekadar tempat belajar, tetapi menjadi rumah bagi para santri yang ingin memperdalam cinta mereka terhadap kalamullah.
Di bawah kepemimpinan beliau, pesantren ini berkembang pesat. Sistem pendidikan di Yanbu’ul Qur’an menekankan kedisiplinan tinggi dalam menghafal, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an. Para santri tidak hanya diajarkan menghafal, tetapi juga memahami qira’at yang berbeda, sesuai dengan tradisi ilmu Al-Qur’an yang diwariskan Mbah Arwani. Berkat dedikasi beliau, Yanbu’ul Qur’an melahirkan ribuan hafidz yang tersebar di berbagai penjuru negeri.
Salah satu kontribusi terbesar Mbah Arwani dalam ilmu Al-Qur’an adalah kitab “Faidlul Barakat.” Kitab ini menjadi panduan penting dalam mempelajari ilmu qira’at sab’ah. Dengan bahasa yang jelas dan metode yang sistematis, kitab ini tidak hanya membantu para santri, tetapi juga para ulama yang ingin memperdalam pemahaman mereka tentang Al-Qur’an.
“Faidlul Barakat” bukan sekadar buku teks. Ia adalah warisan intelektual yang mencerminkan kecintaan mendalam Mbah Arwani terhadap Al-Qur’an. Kitab ini menjadi bukti nyata bagaimana beliau ingin agar ilmu qira’at tidak hanya hidup dalam dirinya, tetapi terus mengalir kepada generasi berikutnya.
Salah satu aspek yang membuat KH. Arwani Amin begitu dicintai adalah keteladanan dan kesederhanaannya. Meskipun beliau adalah seorang ulama besar, kehidupannya tetap membumi. Beliau selalu mendekatkan diri kepada para santri, memberikan nasihat dengan penuh kasih sayang, dan menanamkan nilai-nilai akhlak mulia dalam setiap pengajaran.
Mbah Arwani juga dikenal sebagai sosok yang selalu menghormati sesama ulama. Dalam setiap langkahnya, beliau menampilkan sikap tawadhu’, mengajarkan bahwa ilmu tanpa akhlak tidak akan membawa manfaat. Nilai-nilai ini menjadi fondasi utama dalam pendidikan di Yanbu’ul Qur’an.
KH. Arwani Amin wafat pada tahun 1994, meninggalkan duka mendalam bagi umat Islam, khususnya para santrinya. Namun, warisan beliau tidak pernah padam. Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an terus berkembang, melanjutkan misi mulia beliau. Para santri dan alumni pesantren ini kini tersebar di seluruh Indonesia, membawa semangat dan ajaran Mbah Arwani ke berbagai pelosok negeri.
Lebih dari itu, nama Mbah Arwani tetap hidup dalam hati umat Islam. Beliau bukan hanya seorang guru, tetapi juga inspirasi bagi mereka yang ingin mendedikasikan hidupnya untuk Al-Qur’an. Dalam dunia yang terus berubah, keteladanan dan perjuangan Mbah Arwani mengingatkan kita bahwa kecintaan terhadap Al-Qur’an adalah cahaya yang tidak akan pernah redup.
Mbah Arwani Amin adalah simbol dari keikhlasan dan dedikasi. Sebagai seorang ulama, beliau tidak hanya menguasai ilmu, tetapi juga membaginya dengan penuh kasih sayang. Melalui pesantren yang didirikannya, kitab yang ditulisnya, dan keteladanan yang ditunjukkannya, beliau telah menanamkan warisan abadi yang akan terus menerangi perjalanan umat Islam. Di tengah arus modernitas, kisah hidup Mbah Arwani adalah pengingat bahwa Al-Qur’an selalu menjadi pedoman utama bagi mereka yang ingin mencapai keberkahan hidup.
Kiai Arwani Amin dikenal sebagai tokoh sentral dalam pengajaran ilmu qira’at sab’ah (tujuh cara membaca Al-Qur’an). Beliau adalah pendiri Pesantren Yanbu’ul Qur’an di Kudus, yang hingga kini menjadi salah satu pusat pendidikan Al-Qur’an terkemuka di Indonesia. Pesantren ini tidak hanya menghasilkan hafiz dan hafizah, tetapi juga para qari dan mufassir yang berkompeten.
Keahlian beliau di bidang qira’at tidak hanya diakui di dalam negeri tetapi juga di luar negeri. Murid-murid beliau tersebar di berbagai penjuru dunia, membawa nama harum Indonesia sebagai negeri yang menghasilkan generasi Qurani. Tak heran, nama Kiai Arwani sering disebut dalam forum-forum internasional sebagai tokoh kunci dalam pengembangan ilmu Al-Qur’an.
Keikhlasan dan kesederhanaan Kiai Arwani menjadi inspirasi bagi banyak orang. Beliau tidak hanya mengajarkan Al-Qur’an sebagai teks suci, tetapi juga sebagai pedoman kehidupan yang harus membentuk akhlak mulia. Dalam dakwahnya, beliau menekankan pentingnya toleransi, cinta kasih, dan saling menghormati, yang merupakan nilai-nilai utama Islam rahmatan lil alamin.
Pendekatan beliau dalam mengajar sangatlah khas. Beliau dikenal sabar, teliti, dan penuh perhatian terhadap murid-muridnya. Metode ini membuat banyak santri mampu memahami dan mengamalkan ilmu Al-Qur’an dengan baik. Pesantren Yanbu’ul Qur’an, yang dibangun dengan nilai-nilai tersebut, kini menjadi salah satu pilar penting pendidikan Islam di Indonesia.
Sebagai ulama besar, Kiai Arwani Amin menjadi representasi Islam Indonesia yang moderat dan damai. Pesan-pesan beliau tentang pentingnya menjaga persatuan bangsa sejalan dengan prinsip-prinsip Pancasila. Di tengah tantangan global yang sering menampilkan wajah Islam secara tidak adil, Kiai Arwani menunjukkan bagaimana Islam yang mengakar pada nilai-nilai lokal mampu menjadi solusi atas masalah kemanusiaan.
Peran beliau juga sangat relevan dalam menghadapi tantangan kontemporer seperti radikalisme. Melalui pengajaran Al-Qur’an yang mendalam dan moderat, beliau menunjukkan bahwa pemahaman agama yang benar mampu mencegah paham ekstremis yang merusak.
Hingga kini, warisan Kiai Arwani Amin tetap hidup di tengah-tengah masyarakat. Pesantren Yanbu’ul Qur’an terus berkembang dan menghasilkan generasi yang mencintai Al-Qur’an. Tidak sedikit pula murid-murid beliau yang menjadi ulama besar, melanjutkan dakwah dan visi moderasi Islam yang beliau tanamkan.
Nama Kiai Arwani akan selalu tercatat dalam sejarah sebagai salah satu ulama besar yang tidak hanya mengharumkan Indonesia, tetapi juga menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta. Semangat beliau untuk menyebarkan ilmu, membangun harmoni, dan menanamkan nilai-nilai keislaman yang luhur akan terus menjadi inspirasi bagi generasi selanjutnya.
Indonesia patut berbangga memiliki sosok seperti Kiai Arwani Amin. Di tengah dunia yang penuh gejolak, beliau membuktikan bahwa Islam yang damai, toleran, dan penuh kasih dapat menjadi solusi. Melalui dedikasi dan keteladanan beliau, Indonesia tidak hanya dikenal sebagai negara dengan jumlah umat Islam terbesar, tetapi juga sebagai pusat peradaban Islam yang memberi dampak nyata bagi dunia.
Alumni IAIN Kediri