Konsep yang ditawarkan oleh Mbah Wahab untuk mengikat persaudaraan baik seiman maupun setanah air, adalah dengan ukhuwah wathaniyah, hubungan persaudaraan atau kerukunan dalam berbangsa dan bernegara. Dari situ kita akan mengetahu bagaimana kontribusi ulama dalam mengikat tali parsaudaraan di antara umat manusia khususnya di indonesia kala itu.
Persatuan umat untuk melawan penjajah adalah modal pertama untuk membangun indonesia yang kuat serta mengusir kaum kompenni di negeri pertiwi. Mbah Wahab begitu panggialan akrabnya, mengajarkan kepada kita point-point penting dalam berbangsa, hal ini disampaikan lagi oleh KH. Said Aqil.
Point penting itu adalah konsep ukhuwah. Katanya, “dulu KH. Wahab Chasbullah mengatakan kita sebagai bangsa yang disatukan oleh ukhuwah Islamiyah kedua, ukhuwah wathaniyah; persaudaraan berdasar Islam, dan persaudaraan berdasarkan tanah air. Kalau menurut saya, boleh diikuti ataupun tidak yang pertama adalah ukhuwah wathaniyah; persaudaraan berdasarkan tanah air. Kalau menurut saya, boleh diikuti ataupun tidak yang pertama adalah ukhuwah wathaniyah; persaudaraan berdasarkan tanah air.
Karena ternyata Afganistan 100% Islam, 90 Madzhab Hambali 10% Syi’ah, dan Somalia 100% Islam dan 100% bermadzhab Syafii, tapi negara meraka kacau. Karena tidak ada komitmen kebangsaan dan ikatan berdasarkan tanah air, jadi persaudaraan berdasarkan beredar Islam saja tidak cukup. Baru setelah itu ukhuwah Islamiah”, KH. Said menjelaskan panjang lebar, di acara Dialog Kebangsaan; NKRI HARGA MATI.
Berangkat dari point diatas , tentu memiliki sebuah intruksi yang jelas dan komando yang cukup cerdas dalam memainkan sebuah tugas untuk menyatukan umat meskipun begitu sulit diwujudkan tetapi bukan tidak mungkin untuk digapai. Itulah yang diajarkan oleh ulama terdahulu bagaimana merealisasikan nilai kebangsaan dan keislaman dalam satu bingkai NKRI.
Spirit Dakwah Mbah Wahab
Bagi dunia pesantren, indonesia adalah harga diri yang wajib dipertahankan dan siapaun yang berkorban demi indonesia akan dikatakan dia berjihad dijalan Allah dan matinya pun akan dihargai sebagai sahid dan surga tempatnya. Inilah yang sering disabdakan oleh orang-orang pesantren bahwa harga diri indonesia atau NKRI harga mati. Begitu cintanya mbah Wahab terhadap bangsa indonesia sampai tercipta syair kebangsaan dari buah cintanya, berikut liriknya:
Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon
Hubbul Wathon Minal Iman
Wala Takun Minal Hirman
Inhadlu Alal Wathon
Indonesia Biladi
Anta ‘Unwanul Fakhoma
Kullu May Ya’tika Yauma
Thomihay Yalqo Himama
Pusaka Hati Wahai Tanah Airku
Cintamu Dalam Imanku
Jangan Halangkan Nasibmu
Bangkitlah, Hai Bangsaku!
Indonesia Negriku
Engkau Panji Martabatku
S’yapa Datang Mengancammu
‘Kan Binasi Dibawah Dulimu!
Syair ini sering dinyanyikan dan menjadi pembuka setiap ada acara, baik acara kepesantrenan maupun acara umum seperti seminar nasional yang diselenggrakan oleh pemerintah atau lembaga pendidikan. Menurut hemat penulis, bahwa apa yang diusahakan oleh mbah Wahab kala itu tidak lepas dari kekhawatirannya terhadap kemelorosotan nilai toleransi dan nasionalisme serta merenggangnya hubungan kerukunan antar umat beragama.
Maka sebab itu konsep yang dihidangkan kepada kita adalah “ukhuwah wathaniyah” supaya kerukunan benar bisa terjalin. Tetapi untuk mewujudkan itu dibutuhkan kerja keras dari semua pihak, Pengasuh Pondok Pesantren (ponpes) Raudhatul Thalibin, Rembang, Jawa Tengah, KH. Mustofa Bisri mengimbau semua pihak untuk membantu mewujudkan kerukunan buat bangsa dan negara.
Sementara itu, Guru Besar dan eks-Rektor UIN Jakarta, Prof. Dr. Azyumardi Azra, mengatakan, untuk menciptakan kerukunan bangsa, negara dan tanah air, perlu dikembangkan kepedulian dan program bersama buat memecahkan bermacam persoalan yang ada. Langkah yang harus ditempuh antara lain memperdayakan demokrasi, menciptakan pemerintahan yang baik, keadilan ekonomi, sosial, dan politik serta menegakkan supremasi hukum di indonesia. Jika semua langkah bisa tersebut bisa terwujud, maka umat beragama bisa mewujudkan agamanya sebagai “rahmatan lil’alamin” rahmat bagi seluruh alam.
Santri yang selalu mengharap barokah para kiai.
Selengkapnya baca di sini I