Gejolak Pandemi Covid-19 terus naik dan tak terpecahkan. Di Indonesia, sudah begitu banyak Covid-19 meregang nyawa. Tua, muda-mudi dari semua kalangan, ormas, dan kesukuan semua terdampak Covid-19.
Covid-19 tak berhitung dan tak melihat siapa otoritas. Ia menghajar semua orang yang lalai dan abai. Banyak sekian tokoh agama tewas. Bahkan para dokter dan suster yang seharusnya kebal karena mengetahui titik lemahnya virus, juga ikut-ikutan tewas.
Dari sanalah banyak analisis melihat bahwa virus ini tak bisa dihindarkan hanya melalui protokol kesehatan. Melainkan ada upaya obat atau vaksin yang bisa menangkal atau menyembuhkannya.
Vaksin adalah obat mujarab untuk meredam sebaran Covid-19. Maka, demikian itulah vaksinasi perlu digalakkan oleh pemerintah. Mempermudah vaksinasi adalah cara jitu untuk mematikan Covid-19.
Yang paling penting di sini adalah tidak adanya bisnis atau virus dibisniskan. Dan tidak ada strategi blunder yang dipertontonkan oleh penyelenggara negara sendiri. Seperti misalnya, bantuan bansos dikorupsi. Atau, sebuah contoh tercela ketika Presiden Jokowi membagi-bagi (sambangi) sembako yang menyebabkan kerumunan (suara.com 10/8/2021).
Melansir dari suara.com, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambangi Terminal Grogol, Jakarta Barat pada Selasa (10/8/2021). Kedatangan orang nomor satu di Indonesia ini, untuk membagikan sembako kepada warga. Tingginya antusias warga yang tidak sabaran mengantre hingga menyebabkan kerumunan, bahkan terjadi dorong-mendorong.
Peristiwanya, ketika Jokowi tiba di lokasi (sekitar pukul 16.12 WIB) dan turun dari mobil, masyarakat antusias untuk saling mendapatkannya. Tapi apa yang terjadi setelahnya, masyarakat terlibat saling dorong-mendorong, sampai ada beberapa warga yang terjepit di antara kerumunan massa. Alhasil, protokol kesehatan terabaikan (suara.com 10/8/2021).
Maka benarlah, jika banyak yang mengatakan bahwa membagi sembako adalah baik. Tetapi menyebabkan kerumunan adalah buruk. Dari kejadian di atas, mestilah kita bersabar dan memberi contoh yang baik terhadap sekitar. Agar menaati prokes dan memberikan edukasi yang terbaik. Jika tidak, maka Covid-19 akan tetap bergolak dan menghajar kita sampai mampus.
Seperti gejolak Tren Hijrah, yang membuat anak muda hilang jadi dirinya sebagai manusia Indonesia. Covid-19 juga akan menghilangkan nyawa dan karena itu membuat anak dan turunan kita menderita. Orang tua kita tewas, dan tinggal kita sempoyongan hidup di alam dunia.
Gejolak Hijrah perlu vaksinasi dan tempat yang harus terjaga oleh pemerintah. Juga, gejolak Covid-19 ia perlu penangan serius dan tidak se tengah-tengah untuk menghilangkan Covid-19. Atau setidaknya, menghalangi sebaran virus Covid-19 yang ganas dan dahsyat.
Maka, yang perlu diperhatikan setinggi-tingginya adalah keselamatan nyawa rakyat Indonesia dari pada yang lain. Tidak penting ekonomi tumbuh ke langit tertinggi, atau Indonesia selamat dari resesi. Sementara banyak nyawa manusia hilang juga dan pergi ke langit tertinggi karena penyelenggara negara tidak becus.
Ketika keselamatan nyawa menjadi tumpuan utama, maka negera tidak hanya bisa menerapkan lockdown atau PPKM. Daripadanya negara harus membantu masyarakat bagaimana orang bisa hidup tanpa bekerja. Percuma menerapkan strategi apapun. Tanpa melihat sisi sejatinya kebutuhan manusia.
Ukuran kebijakan adalah bagaimana bisa mengukur kehidupan dan keperluan masyarakat. Jika tidak, tidak hanya Tren Hijrah yang terus menerus bergolak. Tetapi Pandemi Covid-19 akan terus dan menghantui dan membikin menderita umat manusia Indonesia.