Di tengah perkembangan sosial politik yang sangat dinamis, ketangguhan Pancasila sebagai satu-satunya asas yang merekatkan hubungan antaranak bangsa dengan berbagai ragam latar belakangnya terus mendapatkan tantangan. Tantangan kiri menyeret Pancasila ke arah liberalisme dan sekularisme. Tantangan kanan menyeret Pancasila ke arah Islamisme.
Di sisi lain, Pancasila sebagai suatu ideologi memang dapat ditarik ke arah mana saja, sesuai kecenderungan orang yang menafsirkannya. Namun demikian, semakin diuji dengan berbagai tantangan, Pancasila semakin menunjukkan relevansi dan ketangguhannya sebagai asas kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya, memahami secara jernih Pancasila sebagai ideologi bangsa menjadi keniscayaan, sebagaimana dalam tulisan ‘Memahami Pancasila: dari Sekularisme hingga Pandangan Islam’ ini.
Sekularisme Netral dalam Pandangan Islam
Sekularisme netral atau al-‘alamaniyyah al-muhâyadah (lawan dari sekularisme yang berpihakan pada ideologi atau agama tertentu) sebagai salah satu basis ideologi pengelolaan sebuah negara ditandai dengan enam (6) nilai utama:
- Menghormati berbagai keyakinan agama dalam ranah individu.
- Netral di hadapan agama-agama.
- Mengakui dan menjamin hak-hak manusia baik yang bersifat individu maupun kolektif sosial.
- Menjamin hak-hak manusia untuk berbeda, hidup dalam keragaman, dan perubahan.
- Mengakui dan menjamin hak dan kewajiban hukum, seperti hak mencari keadilan di depan peradilan, dan mengatur kewajiban bagi individu-individu untuk menghormati hukum, mengatur serta kewajiban membayar pajak untuk berkontribusi pada upaya nasional dalam menjalankan institusi negara.
- Menentang kezaliman dan kejahatan.
Enam (6) nilai utama sekularisme netral ini sebenarnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip agama, khususnya agama Islam yang mengajak pada kebaikan, cinta dan persaudaraan di antara seluruh manusia. Dalam hal ini Syekh Abdullah bin Bayyah mengatakan:
كل ذلك لا يتنافى مع القيم الكبرى التي تدعو إليها الديانات السماوية، وبخاصة الدين الإسلامي الذي يدعو إلى البر والمحبة والأخوة الإنسانية
Artinya, “Semua nilai utama sekularisme netral itu tidak saling menafikan dengan nilai-nilai utama yang didakwahkan oleh agama-agama samawi, utamanya agama Islam yang mengajak pada kebaikan, cinta, dan persaudaraan sesama manusia.”
Nilai-nilai utama sekularisme tersebut tidak bertentangan dengan Islam, kecuali bila nilai-nilai utama atau sekularisme itu sendiri telah dibajak untuk membela ideologi atau agama tertentu sekaligus menindas ideologi atau agama yang dimusuhinya. (Abdullah bin as-Syekh al-Mahfudh bin Bayyah, Shinâ’tul Fatwa wa Fiqhul Aqalliyyât, [Dubai, Markazul Muwattha’: 2018] , halaman 421).
Bagi penulis, penjelasan seperti ini mengantarkan pada simpulan, tidak setiap nilai-nilai sekularisme bertentangan dengan Islam. Nah, bila kemudian diandaikan Pancasila merupakan ideologi sekuler sebagaimana ‘didengungkan’ banyak orang, maka belum pasti nilai-nilai sekularisme yang diandaikan ada dalam Pancasila itu bertentangan dengan Islam. Karenanya pula, tidak dapat diambil simpulan secara serampangan bahwa Pancasila pasti bertentangan dengan Islam. Karenanya, memahami Pancasila secara jernih, dari sekulerisme hingga pandangan Islam penting menjadi sangat.
Pancasila dalam Pandangan Islam
Sebagaimana mudahnya mempertentangkan antara sekularisme dengan Islam, demikian pula sangat mudah mempertentangkan Pancasila dengan Islam, daripada memahaminya secara proporsional.
Pemahaman jernih atas Pancasila dan hubungannya dengan Islam tercermin dalam ‘Deklarasi Hubungan Pancasila dan Islam’, yang dirumuskan oleh para ulama dalam Keputusan Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama 1983 di Situbondo sebagai berikut:
- Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia adalah prinsip fundamental namun bukan agama, tidak dapat menggantikan agama, dan tidak dipergunakan untuk menggantikan kedudukan agama.
- Sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar negara menurut pasal 29 ayat (1) UUD 1945 yang menjiwai sila-sila yang lain mencerminkan tauhid menurut pengertian keimanan dalam Islam.
- Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah aqidah dan syari’ah meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antarmanusia.
- Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dan upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan kewajiban agamanya.
- Sebagai konsekuensi dari sikap tersebut di atas, Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pengertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak. (LTN PBNU, Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam; Keputusan Muktamar Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama, [Surabaya, Khalista: 2011).
Walhasil, pembacaan yang jernih atas ideologi dan keyakinan yang dianut oleh banyak orang—apalagi berkaitan dengan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara seperti dalam tulisan Memahami Pancasila: dari Sekularisme hingga Pandangan Islam ini—, menjadi cara terbaik untuk hidup secara harmonis di tengah dunia yang sangat plural, penuh konflik, dan hampir tanpa batas ruang dan waktu seperti sekarang. Wallâhu a’lam.
Ahmad Muntaha AM
Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda
Selengkapnya baca di sini I