Bhinneka Tunggal Ika

Membangun Kohesi Sosial dalam Negara Multikultur

1 Mins read

Indonesia merupakan bangsa yang multikultur. Keragaman tersebut merupakan fakta sosial dan politis. Menyadari fakta tersebut, founding fathers kita telah menciptakan landasan untuk persatuan masyarakat yang multikultur ini.

Keragaman yang dimiliki Indonesia bagaikan dua mata pisau. Di satu sisi, keragaman dapat menjadi sumber pengembangan budaya yang kaya dan tangguh, melalui penyuburan silang budaya, sehingga muncullah unsur-unsur kosmopolit dan universal.

Di sisi lain, keragaman bisa menjadi kerawanan. Keragaman budaya—apalagi jika ditambah kesenjangan ekonomi—bisa melemahkan kohesi antarsuku dan pulau.

Lemahnya kohesi sosial potensial melahirkan konflik. Dalam masyarakat yang memiliki kohesi sosial yang lemah, sulit dimunculkan rasa simpati dan empati. Setiap bagian masyarakat tidak merasa menjadi bagian dari keseluruhan. Mereka melihat yang lain sebagai bukan bagian dari dirinya.

Akibatnya, ketika muncul masalah, mudah meletup api permusuhan. Sebab itu, harus dicari cara agar keragaman budaya yang menyebabkan lemahnya kohesi sosial tidak menjadi sumber konflik.

Agar perbedaan tidak menjadi sumber konflik, masyarakat multikultural (masyarakat berkeragaman kebudayaan) harus mengelola perbedaan.

Setidaknya terdapat tiga hal yang harus dilakukan. Pertama, mencari titik temu, mengembangkan dialog. Bangsa yang beragam ini perlu selalu mengembangkan komunikasi, “bercakap-cakap” satu sama lain. Rasa kebersamaan dan persatuan bisa muncul jika sering bersentuhan, seperti sering dilakukan berbagai diskursus dalam rangka mencari titik temu.

Kedua, mengembangkan toleransi, yaitu sikap atau hal-hal yang bernilai penghormatan terhadap yang lain, seperti pengakuan, menerima yang lain” (accept the others), saling pengertian, memiliki sikap terbuka (inklusif ) terhadap perbedaan, dan jangan berpikir picik.

Ketiga, menciptakan kesetaraan. Perlu selalu diciptakan kondisi bahwa di ruang publik semua setara. Setiap warga negara memiliki hak sipil dan politik yang sama. Konflik lebih mudah meletup saat terjadi ketidaksetaraan. Berbagai ketidaksetaraan yang membahayakan integrasi bangsa antara lain dalam hal ketidaksetaraan sosial, ekonomi, dan politik (akses terhadap kekuasaan).

*) Tulisan telah dimuat dalam Modul Sekolah Harmoni yang diterbitkan pada 2018 oleh PSIK-Indonesia bekerja sama dengan Kemenko PMK dan FES-Indonesia.

Selengkapnya baca di sini

1672 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Bhinneka Tunggal Ika

Sinergi di Ujung Timur: Membangun Maluku yang Damai dan Aman

2 Mins read
Kepolisian Daerah (Polda) Maluku terus memperkuat sinergi dengan berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dalam rangka menjaga stabilitas…
Bhinneka Tunggal Ika

Dari Catalonia Hingga ke Papua

3 Mins read
“Kewarganegaraan bukan sekadar status hukum, tetapi praktik sosial yang terus dinegosiasikan.” – Dalam pusaran globalisasi, batas-batas negara semakin kabur, tetapi nasionalisme justru semakin…
Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Drama; Nasionalisme dalam Satu Tayangan

3 Mins read
Ben Anderson, pengkaji Indonesia yang paling masyhur mungkin, pernah menandaskan, bangsa ada berkat kapitalisme cetak. Media massa—koran, buku—memungkinkan insan-insan yang tak saling…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *