Kelompok radikal masih terus berupaya menyebarkan paham radikal di tengah-tengah masyarakat. Buktinya, beberapa hari lalu, terungkap sebanyak 59 anak muda di Garut dan 30 orang di Lampung Selatan dibaiat oleh kelompok radikal Negara Islam Indonesia (NII). NII sejak dulu sampai sekarang terus berupaya merongrong bangsa Indonesia dengan mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi agama atau khilafah.
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, menegaskah bahwa tindakan dan perbuatan maupun ideologi khilafah yang dilakukan NII tersebut jelas bertentangan dengan janji konstitusi yang sudah menjadi kesepakatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu empat konsensus nasional, Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 45. Karena itu, momentum Sumpah Pemuda ini, generasi muda harus melawan ideologi-ideologi Anti-Pancasila itu.
“Untuk itu generasi muda atau generasi milenial selalu waspada terhadap penyebaran ideologi tersebut dan bisa menjadi ujung tombak dalam menyuarakan anti radikalisme dan anti terorisme,” kata Nurwakhid saat memberikan pembekalan pada Rapat Pimpinan Daerah Pemuda KNPI Kabupaten Garut tahun 2021 di Garut, Rabu (27/8/2021) malam.
Nurwakhid meminta generasi di seluruh Tanah Air menjadi garda terdepan dalam membangun harmoni bangsa. Generasi Muda harus berani menyuarakan anti radikalisme maupun anti terorisme termasuk anti anti narkoba dan anti korupsi atau anti apapun yang menjadi musuh negara.
Generasi muda juga terus memperkuat silaturahmi kebangsaan untuk memupuk dan membangkitkan semangat para generasi muda yang ada di seluruh Tanah Air. Sekaligus untuk menunjukkan bahwa bangsa ini adalah bangsa yang hebat.
“Bangsa kita ini adalah bangsa yang sangat kaya raya, dimana sangat beragam dan juga sangat majemuk. Ini yang harus kita jaga dengan persatuan, toleransi, keharmonisan untuk menuju Indonesia Emas tahun 2045 mendatang. Generasi milenial lah yang nanti akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang aman, damai, maju dan sejahtera,” ujar alumni Akpol tahun 1989 ini.
ia meminta generasi muda yang di seluruh wilayah Indonesia untuk mewaspadai segala bentuk proxy yang ada di era globalisasi ini, baik itu proxy ideologi yang menjadi utama yakni ideologi radikalisme dan terorisme. Proxy-procy itu disebarkan kelompok atau organisasi seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), maupun NII.
“Kelompok-kelompok tersebut anti terhadap ideologi Pancasila, anti terhadap persatuan dan keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia ini. Memang organisasinya seperti HTI, JAD dan sebagainya itu sudah dibubarkan, tetapi ideologi yang diusungnya masih terus disebarkan. Di mana kelompok-kelompok tersebut ingin mendirikan negara agama menurut versi mereka,” ungkapnya.
Mantan Kabagbanops Detasemen Khusus (Densus)88/Anti Teror Polri ini menjelaskan bahwa ideologi radikal ini adalah ideologi takfiri. Maka dari itu para generasi muda ini harus dibentengi dan diberikan vaksinasi ideologi dengan pemahaman keagamaan, wawasan kebangsaan yang baik dan benar.
“Dengan begitu bisa menjamin para generasi muda bisa menjunjung tinggi toleransi, kebhinnekaan ataupun persatuan serta konsisten terhadap konsensus nasional yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI harga mati,” tukas Nurwakhid.
Untuk itu dirinya meminta generasi muda untuk berani bersuara, dengan wajib menjadi buzzer dan juga influencer terutama di dunia maya untuk menyuarakan persatuan, toleransi, cinta terhadap tanah air dan bangsa.
“Generasi muda juga harus bisa menyuarakan kebanggaan dan paham terhadap jati diri bangsa Indonesia. Generasi muda juga harus mau menyuarakan akhlakul karimah, mendukung negara, pemimpin dan pemerintahannya serta bersikap kritis terhadap segala sesuatu yang memang harus dikritisi,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, pemuda Indonesia juga harus dapat memaknai kalimat-kalimat yang ada dalam Sumpah Pemuda, bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, berbangsa yang satu yakni bangsa Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia.
“Bayangkan 17 tahun sebelum Indonesia merdeka, pemuda Indonesia dari berbagai etnis, suku, ras, agama, dan pulau, sudah berani mendeklarasikan itu dan bisa bersatu. Perbedaan Indonesia inilah yang harus dijaga, karena perbedaan yang ada di negeri ini merupakan sunnatullah,” katanya.