Bhinneka Tunggal Ika

Membingkai Kembali Toleransi Agama di Indonesia: Menyikapi Klaim Kekafiran

2 Mins read

Momen hangat antara Paus Fransiskus dan Nasaruddin Umar menunjukkan sikap toleransi antar agama yang belakangan ini terasa semakin memudar. Banyak penganut agama yang terjebak dalam kebenaran subjektif, meyakini agamanya sebagai satu-satunya yang benar, sementara agama lain dianggap sesat, bahkan dikafirkan. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa toleransi di Indonesia tengah mengalami kemunduran.

Kemunduran toleransi di Indonesia juga tampak dari sikap seorang ustaz, Kyai Idrus Ramli, yang viral di media sosial karena meremehkan, bahkan mengkafirkan momen hangat antara Paus dan Nasaruddin Umar. Menurutnya, menghormati atau menunjukkan rasa hormat kepada non-Muslim dianggap sebagai tindakan kafir.

Pernyataan keras dari seorang ustaz yang mengaku pengikut Sunni ini merupakan masalah serius yang perlu diperbincangkan. Sebab, para tokoh Sunni pada umumnya memiliki cara berpikir yang tidak sempit atau kaku. Contohnya, Imam Syafii, seorang tokoh besar Sunni, dikenal cukup terbuka terhadap perbedaan agama dan pendapat. Sepanjang hidupnya, Imam Syafii tidak pernah mengkafirkan penganut agama lain.

Imam Syafii memandang perbedaan sebagai sesuatu yang alami. Ia mengakui bahwa kebenaran bisa datang dari berbagai sumber, termasuk dari non-Muslim. Pandangannya ini tercermin dalam pernyataan terkenalnya, ā€œPendapatku adalah benar, tetapi masih ada kemungkinan salah. Pendapat orang lain adalah salah, tetapi masih ada kemungkinan benar.ā€œ

Selain Imam Syafii, tokoh Sunni kontemporer lainnya adalah Quraish Shihab. Ia juga memiliki pandangan yang sangat terbuka. Dalam karya tafsirnya, Quraish Shihab banyak mengutip pendapat dari berbagai aliran di luar Sunni, seperti Muā€™tazilah dan Syiah. Bahkan, ia tidak ragu mengutip gagasan yang terdapat dalam Bibel, kitab suci agama Kristen.

Dalam suatu kesempatan, ketika banyak pihak menganggap haram mengucapkan ā€œSelamat Natalā€ kepada umat Kristen, Quraish Shihab justru memperbolehkannya. Menurutnya, ucapan tersebut bukan berarti meyakini ajaran agama Kristen, melainkan sebagai bentuk penghormatan terhadap penganut agama lain.

Kesalahan mendasar Kyai Idrus Ramli terletak pada pandangannya tentang penghormatan. Ia menyamakan menghormati dengan meyakini atau mengimani, yang merupakan kekeliruan fatal. Mungkin, Kyai Idrus Ramli belum pernah mengikuti studi tentang perbandingan agama, sehingga pemahamannya masih terbatas dan ia merasa nyaman dalam pandangannya yang sempit.

Pola pikir seperti yang dianut oleh Kyai Idrus Ramli berbahaya di negara plural seperti Indonesia. Sikap ini bisa memprovokasi umat Islam yang dangkal pemahaman agamanya untuk melakukan tindakan intoleran terhadap agama lain. Jika dibiarkan, perpecahan sosial di Indonesia akan semakin dekat.

Dalam Islam, penghormatan terhadap non-Muslim sebenarnya memiliki dasar yang kuat. Nabi Muhammad bersabda:Ā Barangsiapa yang menyakiti seorang kafir dzimmi, maka aku akan menjadi musuhnya pada hari kiamat. (HR. Al-Bukhari). Selain itu, dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi juga memperingatkan:Ā Barangsiapa yang membunuh seorang kafir muā€™ahad (non-Muslim yang memiliki perjanjian damai dengan Muslim), maka dia tidak akan mencium aroma surga, padahal aroma surga itu bisa tercium dari jarak empat puluh tahun perjalanan. (HR. Muslim).

Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan penghormatan, perlindungan, dan keadilan terhadap non-Muslim yang hidup damai di tengah masyarakat Muslim. Menghormati mereka tidak berarti menyetujui keyakinan mereka, tetapi lebih kepada menghargai hak dan martabat manusia yang diajarkan dalam Islam.

Kyai Idrus Ramli perlu memahami bahwa Indonesia bukan negara agama yang hanya mengakui Islam sebagai satu-satunya kebenaran. Masih banyak agama lain yang diakui di Indonesia. Kyai Idrus Ramli perlu belajar dari tokoh-tokoh Sunni seperti Imam Syafii dan Quraish Shihab yang memiliki pandangan luas dan terbuka, agar ia menjadi seorang ustaz yang inklusif, bukan eksklusif.

Sebagai penutup, Kyai Idrus Ramli sebaiknya menarik pernyataannya yang mengkafirkan dan mengharamkan penghormatan terhadap non-Muslim. Jika ia tetap bersikeras dengan pandangannya, jejak digital akan mencatat bahwa Kyai Idrus Ramli bukanlah ustaz yang pantas berfatwa di negara plural seperti Indonesia, yang menghargai perbedaan agama dan pemikiran. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada kita semua.[]Ā Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.

Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional
1493 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Bhinneka Tunggal Ika

Generasi Dokter Sehat Mental untuk Masa Depan Lebih Baik

3 Mins read
Belakangan ini, dunia maya dihebohkan dengan sebuah kasus pemukulan terhadap mahasiswa koas atau dokter muda oleh kerabat mahasiswa lainnya di salah satu…
Bhinneka Tunggal Ika

Biksu Berpengaruh Sri Lanka Dipenjara Karena Kebencian Agama

3 Mins read
Pengadilan Sri Lanka kembali menjatuhkan hukuman penjara terhadap seorang biksu berpengaruh, Galagodaatte Gnanasara, atas tuduhan menghasut kebencian agama dan menghina Islam. Dalam…
Bhinneka Tunggal Ika

Reinterpretasi Pernikahan Beda Agama di NKRI yang Ramah Kebhinekaan

4 Mins read
Pernikahan beda agama yang terjadi di Indonesia menimbulkan banyak komentar atau argumen yang mengarah kepada pelaku. Banyak kitab, buku atau artikel yang…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.