Setiap orang tua memiliki cara tersendiri dalam mendidik dan mengasuh anak-anak mereka. Ada yang memilih pendekatan disiplin ketat, ada yang lebih lembut, dan ada yang menggabungkan keduanya. Namun, satu hal yang pasti dan harus selalu diingat adalah bahwa anak merupakan amanah dari Allah SWT yang harus dijaga, diasuh, dan dididik dengan sebaik-baiknya. Amanah ini tidak hanya berlaku di dunia, tetapi juga akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat. Oleh karena itu, pengasuhan anak bukanlah hal yang sepele.
Bahauddin Nursalim, yang lebih dikenal sebagai Gus Baha, sering menekankan pentingnya memuliakan anak dalam pengasuhan, sebuah prinsip yang diambil dari kebiasaan para nabi terdahulu. Dalam pandangan beliau, memuliakan anak bukan sekadar memberi kasih sayang, tetapi juga sebuah bentuk penghormatan terhadap tugas besar yang diemban orang tua dalam menjaga nilai ketauhidan yang akan diteruskan oleh anak-anak mereka di masa mendatang.
Sayangnya, masih banyak orang tua yang meyakini bahwa mendidik anak harus dilakukan dengan cara yang keras dan penuh disiplin. Mereka berpikir bahwa ketegasan dan kedisiplinan yang ketat adalah kunci untuk mencetak anak yang baik. Namun, seringkali pendekatan ini mengabaikan aspek kemuliaan anak, yang justru bisa membuat anak merasa tidak nyaman dengan sistem pengasuhan Islam yang diterapkan dalam keluarganya. Hal ini tentu sangat berisiko, mengingat anak adalah harapan untuk melanjutkan perjuangan menjaga kalimat tauhid di masa depan.
Pentingnya memuliakan anak sebagai ajaran yang diwariskan oleh para nabi tertuang pada doa Nabi Zakaria dalam surat Maryam ayat 4-6, “Dan sungguh, aku khawatir terhadap kerabatku sepeninggalku, padahal istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku seorang anak dari sisi-Mu, yang akan mewarisi aku dan mewarisi dari keluarga Yakub; dan jadikanlah dia, ya Tuhanku, seorang yang diridai.”
Ayat ini menyiratkan kekhawatiran Nabi Zakaria terhadap masa depan keturunannya yang akan mewarisi ajaran Islam dan meneruskan ajaran tauhid. Doa tersebut mencerminkan betapa pentingnya peran anak dalam melanjutkan ajaran agama yang benar dan menjaga warisan keimanan keluarga.
Amal saleh yang dilakukan oleh anak sendiri akan lebih besar pahalanya bagi orang tua dibandingkan dengan amal yang dilakukan oleh santri atau murid. Hal ini mengingatkan kita pada hadits yang sering kita dengar, bahwa amal yang tidak terputus setelah seseorang meninggal ada tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang saleh. Dari ketiga amal ini, mendidik anak menjadi saleh adalah jalan yang paling mudah dan terbuka lebar bagi setiap orang tua.
Untuk dapat melakukan sedekah jariyah, seseorang harus kaya. Untuk menghasilkan ilmu yang bermanfaat, seseorang harus pintar dan memiliki pengetahuan yang luas. Namun, untuk mendidik anak yang saleh, setiap orang tua memiliki peluang yang sama, karena hampir semua orang tua memiliki anak. Dengan mendidik anak yang saleh, secara otomatis orang tua akan mendapatkan pahala yang terus mengalir selama anak tersebut terus berbuat kebaikan.
Namun, proses mendidik anak yang saleh tidak bisa dilakukan dengan cara yang keras dan otoriter. Sebaliknya, orang tua harus mampu menciptakan suasana pengasuhan yang penuh dengan kasih sayang, kenyamanan, dan saling menghormati antara orang tua dan anak.
Gus Baha menyoroti pentingnya rasa “hanan,” yang dalam Al-Quran diartikan sebagai kasih sayang yang mendalam, rasa cinta yang melahirkan kelembutan dan kebaikan. Dalam surat Maryam ayat 12-13, disebutkan bahwa Allah menganugerahkan hikmah dan kasih sayang kepada Nabi Yahya sejak beliau masih kanak-kanak, dan hal ini menjadi contoh teladan dalam pengasuhan Islami.
Menciptakan suasana pengasuhan yang penuh dengan hanan bukan berarti memanjakan anak secara berlebihan, melainkan menempatkan anak sebagai bagian yang mulia dari keluarga, yang kelak akan meneruskan ajaran tauhid dan menjadi pewaris dari nilai-nilai Islam. Adab para nabi yang memuliakan anak adalah bagian integral dari pengasuhan Islami yang harus diteladani oleh setiap orang tua Muslim.
Sebagai orang tua, tanggung jawab kita tidak hanya memastikan anak-anak tumbuh dengan baik secara fisik, tetapi juga secara spiritual dan moral. Dengan memuliakan anak, kita bukan hanya menjaga kehormatan mereka sebagai manusia yang berhak mendapatkan kasih sayang, tetapi juga menyiapkan mereka untuk menjadi penerus yang mampu menjaga dan melanjutkan ajaran Islam di masa mendatang.