Bhinneka Tunggal Ika

Menakar Gonjang-ganjing Ukraina; Dampaknya Terhadap Perempuan dan Anak

3 Mins read

Pilarkebangsaan.com – Beberapa hari terakhir kita dihebohkan dengan pemberitaan tentang ketegangan antara Rusia dengan Ukraina. Ditambah dengan deklarasi perang terhadap Ukraina yang Presiden Rusia, Vladimir Putin umumkan; kemudian disusul beberapa ledakan di Kota Kyiv sebagaimana dilaporkan cnbcindonesia.com. Saking hebohnya dua negara yang bertetanggaan ini, per pukul 23.00 hari ini (24/2), tagar #WWIII (World War III) atau perang dunia ketiga menjadi tranding topic di Twitter. Lantas, jika perang ini benar-benar terjadi; apa dampak yang akan perempuan dan anak di Ukraina dapatkan? Mengingat perempuan dan anak merupakan kelompok rentan di tiap-tiap krisis kemanusiaan.

Apa yang Terjadi di Ukraina?

Melansir pewartaan yang dilakukan Tribunnews.com, Kamis lalu Rusia melakukan serangan militer besar-besaran ke Ukraina. Yang mana sepekan sebelumnya, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy juga telah menggaungkan tanda-tanda mulainya serangan militer. Ia meminta seluruh warga Ukraina untuk mengibarkan bendera dari gedung-gedung dan menyanyikan lagu kebangsaan secara serentak.

Serangan militer ini tidak lain dan tidak bukan disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, saat revolusi Ukraina 2005 dan 2014, mereka (masyarakat Ukraina) menolak supremasi Rusia dan malah ikut bergabung dengan NATO; yang mana NATO ini adalah aliansi sekutu Amerika Serikat, musuh Rusia. Kedua, usaha Rusia yang mengambil wilayah miliki Ukraina (Krimea) pada saat revolusi 2014 agar Rusia dapat memperkuat pengaruhnya di kawasan Eropa Timur dan Timur Tengah. Ketiga, terdapat keinginan Rusia agar Ukraina menjadi bagian dari Blok Perdagangan Bebas (EAEC), yang didominasi Rusia; dengan EAEC ini sebenarnya Rusia memulai langkahnya untuk mereingkarnasi Uni Soviet.

Selain serangan yang terjadi di Kota Kyiv, menurut Tribunnews.com, juga terjadi penyerangan di beberapa kota di Ukraina, seperti : Kharkiv, Odessa, dan Mariupol. Menurut laporan Associated Press, pemerintah Ukraina mengabarkan sedikitnya 40 orang meninggal dunia akibat serangan ini, dan perlu diketahui bahwa terdapat korban perempuan dan anak-anak di dalamnya.

Menilik sejarah peperangan Rusia dan Ukraina, sampai 2020 lalu PBB memberitahukan bahwa 147 anak-anak meninggal dunia; sebagian besar karena luka tembak ranjau darat dan menyentuh bahan peledak.

Kelompok Rentan pada Krisis Kemanusiaan

Rahmania yang budiman. Krisis kemanusiaan merupakan sebuah situasi dengan penderitaan manusia yang berada pada tingkat tinggi, dasar-dasar kesejahteraan manusia yang berada dalam bahaya, dan mencakup skala yang besar (Internews, 2014). Lebih lanjut Internews dalam analisanya membagi krisis kemanusiaan ke dalam tiga kelompok. Pertama, bencana alam. Kedua, konflik yang memicu krisis kemanusiaan. Ketiga, krisis yang berkaitan dengan kesehatan, finansial dan industri.

Berkaca pada definisi dan klasifikasi di atas, apa yang terjadi di Ukraina sekarang berada pada gerbang krisis kemanusiaan. Dan bisa kita bayangkan dampak apa saja yang akan terjadi ketika krisis kemanusiaan ini terjadi. Kerugian dalam segi moril dan materil pasti tidak dapat dihindari; termasuk korban, baik yang luka-luka maupun meninggal dunia. Bahkan tidak sedikit terjadi kasus kekerasan berbasis gender; yang mayoritas kasusnya menimpa perempuan dan anak.

Perlu diketahui, perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam masa krisis kemanusiaan, khususnya saat terjadi konflik bersenjata tetuang dalam banyak sekali aturan internasional, di antaranya :

  1. Konvensi Jenewa 1949.
  2. Protokol Tambahan Konvensi Jenewa 1949.
  3. Konvensi Hak Anak 1989.
  4. Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999.
  5. Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Tahun 2000.
  6. Statuta Roma Tahun 1998.
  7. Piagam Afrika Tahun 1990.
  8. Statuta Mahkamah Internasional untuk Rwanda Tahun 1994.
  9. Statuta Mahkamah Internasional untuk Yugoslavia Tahun 1993.
  10. Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik Tahun 1966.
  11. Konvensi ILO No. 183 Tahun 1973.

Bahkan, sebagai bentuk perhatian yang lebih terhadap perempuan dan anak, PBB membentuk badan khusus khusus, UNICEF, untuk membantu perempuan dan anak-anak di seluruh dunia yang paling membutuhkan dalam krisis kemanusiaan. Selengkapnya tentang krisis kemanusiaan, dapat rahmania baca pada artikel Perempuan Pengungsi: Bertahan dan Berjuang dalam Keterbatasan dan Kekerasan Berbasis Gender di Masa Darurat Kemanusiaan.

Apa yang Harus Kita Upayakan untuk Mereka?

Memanusiakan manusia adalah prinsip yang perlu dipedomani dan direalisasikan oleh manusia seutuhnya. Untuk memanusiakan manusia, tidak perlu memandang suku, agama, ras, golongan, bangsa, dsb. Dan perdamaian merupakan salah satu tujuan yang manusia kehendaki. Maka, mewujudkan perdamaian di manapun berada, baik pada skala mikro (keluarga dan masyarakat) mapun skala makro (antar suku, bangsa, dsb).

Dalam lintasan sejarah, manusia telah mengalami berbagai krisis kemanusiaan, termasuk konflik bersenjata. Indonesia dahulu pernah mengalami krisis ini selama beratus-ratus tahun; dan kita menderita dengan adanya krisis tersebut. Maka, perlu kita bangun solidaritas kemanusiaan bagi masyarakat dunia di manapun, yang masih berada dalam masa krisis kemanusiaan; termasuk rakyat Ukraina. Maka, menurut hemat penulis usaha-usaha yang dapat kita upayakan di antaranya :

  1. Medorong pemerintah Indonesia untuk menyatakan sikap dan ikut menjadi penengah atas konflik kedua negara tersebut.
  2. Meminta pemerintah Indonesia untuk mendorong PBB memberikan ultimatum dan teguran kepada negara manapun yang memantik krisis bersenjata.
  3. Meminta pemerintah Indonesia untuk medorong PBB mengirimkan pasukan perdamaian, UNICEF, EMT, dan badan/lembaga internasional lain ke negara yang sedang berkonflik untuk menetralisir situasi serta menolong masyarakat terdampak.
  4. Bergerak secara kolektif melalui organisasi untuk menyuarakan perdamaian kepada segenap elemen bangsa di seluruh belahan dunia.
  5. Menciptakan atmosfer toleransi yang baik di lingkungan sekitar kita sembari memberikan informasi tentang kampanye perdamaian dunia yang organisasi/pemerintah kita lakukan.
  6. Mengedukasi keluarga, untuk turut berempati pada krisis kemanusiaan yang terjadi dan merefleksikannya pada kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Semoga krisis kemanusiaan yang terjadi di manapun berada dapat segera berakhir. Amin.

Pernah Nyantri di Muin Jogja & PM Darul Arqom, Kader IMM

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Bhinneka Tunggal Ika

Dakwah Tak Hanya Konvensi Agama, Tapi Aspek Kerukunan Antarumat

2 Mins read
Beberapa kalangan masih beranggapan bahwa konklusi dari dakwah keagamaan adalah konversi keimanan. Padahal, dalam konteks hidup bernegara sebagai bangsa Indonesia yang menganut…
Bhinneka Tunggal Ika

Gus Dur dan Gus Sholah: Adik Kakak Silang Pendapat Soal Agama-Negara

3 Mins read
Gus Dur dan Gus Sholah tidak selalu menunjukkan hubungan baik sebagai kakak-adik perihal pemikiran. Kedua tokoh ulama ini memiliki pandangan berbeda tentang…
Bhinneka Tunggal Ika

Menelisik Pembelajaran BIPA Lintas Budaya Berbasis Website

2 Mins read
Program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) merupakan program yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam rangka internasionalisasi bahasa Indonesia. Hal tersebut dianggap sebagai soft diplomacy untuk memperkenalkan…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *