Pancasila sebagai fondasi negara Indonesia secara jelas merefleksikan identitas inti bangsa ini. Ideologi Pancasila dan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” menjadi landasan ideologis utama dalam masyarakat Indonesia yang beragam. Semangat pluralisme, keadilan, dan persatuan yang terkandung dalam Pancasila telah menjadi perekat yang kuat bagi keragaman budaya, agama, dan suku bangsa di Indonesia, membawa kedamaian dan kerukunan.
Namun, saat ini, keharmonisan yang telah dijaga dengan baik di antara masyarakat Indonesia menghadapi tantangan serius akibat perkembangan ideologi-ideologi berbahaya yang menentang prinsip dan nilai luhur Pancasila. Ideologi ini didorong oleh kelompok-kelompok radikal yang menolak Pancasila karena tidak sesuai dengan agenda mereka.
Kelompok-kelompok radikal yang memiliki ideologi anti-Pancasila terus bermunculan dari waktu ke waktu. Kelompok yang menentang ideologi Pancasila adalah kumpulan orang-orang yang cenderung memiliki pandangan yang tidak menyetujui terhadap perbedaan, baik dalam hal agama, budaya, atau pandangan politik. Selain itu beberapa paham radikal mungkin mempromosikan dominasi satu ideologi atau agama tertentu dan menolak paham-paham yang lain.
Lebih parahnya lagi, beberapa kelompok radikal ini juga tak segan menggunakan kekerasan dan ancaman untuk mencapai apa yang mereka inginkan. Mereka melakukan tindakan kekerasan seperti meledakkan bom, menculik orang, merampok. Mereka menciptakan ketakutan dan kekacauan dalam upaya untuk memaksakan kehendak mereka yang bertentangan sekali dengan prinsip-prinsip perdamaian, keadilan, dan demokrasi Pancasila.
Kita harus tetap waspada, karena meskipun HTI sudah resmi dibubarkan karena dengan jelas menyuarakan penggantian Pancasila dengan khilafah, masih ada saja kelompok-kelompok lain yang bersembunyi di balik layar untuk menggulingkan dasar negara kita. Pada tahun 2021 yang lalu, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menemukan ratusan konten propaganda di dunia maya yang mempromosikan pesan intoleran, anti-NKRI, bahkan anti-Pancasila. Mereka bergerak diam-diam dan memanfaatkan berbagai media untuk mempengaruhi masyarakat agar menolak Pancasila.
Data tersebut menunjukan kelompok-kelompok anti-Pancasila masih aktif menyebarkan propaganda melalui media sosial, buku, pamflet, dan materi propaganda lainnya, dengan tujuan menyebarkan ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Mereka mencoba mencoreng citra Pancasila dengan menggambarkannya sebagai konsep yang ketinggalan zaman atau tidak lagi relevan.
Selain menyebarkan propaganda, kelompok-kelompok anti-Pancasila juga cenderung menyusup ke dalam lembaga pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi. Mereka berupaya memengaruhi pemikiran dan pandangan para siswa atau mahasiswa sesuai dengan ideologi mereka. Dengan ditemukannya beberapa lembaga pendidikan yang mengajarkan paham anti-Pancasila di berbagai wilayah Indonesia cukup membuktikan bahwa kelompok-kelompok ini bergerak secara rahasia dan terstruktur di dalam sistem pendidikan.
Penolakan terhadap Pancasila menjadi ancaman serius dan berpotensi meembawa mala petaka. Doktrin yang menentang pluralisme dan persatuan keberagaman bisa mengarah pada ekstremisme dan terorisme, doktrin ini berdampak pada polarisasi dan perpecahan dalam masyarakat multikultural Indonesia. Menolak Pancasila sama dengan merusak Indonesia, alasannya karena negara ini dimiliki oleh seluruh rakyatnya tanpa terkecuali.
Sebagaimana yang dinyatakan oleh Ir. Soekarno, “Apabila bangsa Indonesia melupakan Pancasila, tidak melaksanakan bahkan tidak mengamalkan maka bangsa Indonesia ini akan hancur berkeping-keping”. Oleh karena itu, sangat penting bagi bangsa Indonesia untuk memahami dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, karena Pancasila adalah fondasi negara Indonesia.
Membangun Generasi Bangsa Berkarakter Pancasila
Indonesia adalah negara multikultural yang sangat besar, banyak agama kepercayaan, budaya, suku bangsa yang hidup di dalamnya. Hanya Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika yang dapat menyatukan semua unsur tersebut dalam sebuah kerukunan, karena Pancasila merupakan representasi dari peradaban tinggi masyarakat Indonesia yang mengandung nilai-nilai, prinsip, dan aspirasi sebagai gambaran kemajuan moral, sosial, dan intelektual masyarakat Indonesia.
Salah satu alasan mengapa ideologi radikalisme dapat berkembang adalah karena adanya kecenderungan di kalangan generasi muda melupakan jati diri bangsanya. Penurunan pemahaman dan semangat terhadap nilai-nilai Pancasila dan identitas bangsa bisa menjadi faktor dalam munculnya radikalisme. Ketika generasi muda mulai melupakan akar budaya dan semangat persatuan yang diusung oleh Pancasila, mereka menjadi lebih rentan terhadap pengaruh ideologi ekstrem yang berlawanan dengan nilai-nilai tersebut.
Fenomena ini menegaskan betapa pentingnya pendidikan yang memperkuat pemahaman akan identitas dan nilai-nilai budaya bangsa untuk melawan radikalisme. Pendidikan di sini bukan hanya tentang memberikan pengetahuan akademis, tetapi juga tentang membentuk karakter dan nilai-nilai individu. Melalui pendidikan, nilai-nilai Pancasila seperti gotong royong, keadilan sosial, demokrasi, dan persatuan dapat diajarkan dan ditanamkan pada peserta didik.
Pendidikan yang efektif menjadi kunci utama dalam membentuk individu yang bertanggung jawab, berakhlak mulia, dan mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat, sesuai dengan semangat Pancasila. Oleh karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu memastikan bahwa konsep pendidikan yang disajikan sudah matang, sehingga materi yang disampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik.
Kita sebenarnya sudah memiliki metode pendidikan yang efektif seperti yang diajarkan oleh Ki Hajar Dewantara. Konsep “Taman Siswa” yang dipopulerkan oleh Ki Hajar Dewantara telah terbukti efektif dan relevan dalam konteks pendidikan di Indonesia. Konsep ini menitikberatkan pada pendekatan pembelajaran yang holistik, inklusif, dan berorientasi pada pembentukan karakter individu.
Metode pendidikan yang ditawarkan oleh Ki Hajar Dewantara menjadi konsep sempurna untuk menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila secara sempurna. Taman Siswa yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara selain terfokus pada materi pengajaran juga menitikberatkan terhadap pembentukan karakter peserta didiknya. Melalui pendidikan ini, siswa diajarkan untuk menginternalisasi nilai-nilai seperti kejujuran, toleransi, gotong royong, dan menghargai keberagaman, yang merupakan nilai-nilai inti dalam Pancasila.
Selain itu konsep pendidikan yang diusung oleh Ki Hajar Dewantara juga menekankan penggunaan budaya lokal sebagai landasan pendidikan, sehingga pendidikan menjadi lebih relevan dan bermakna bagi siswa. Peserta didik dapat dikenalkan dengan berbagai budaya dan keberagaman yang membangun Indonesia sehingga memiliki kebanggaan untuk merawat dan melestarikan budaya yang dimiliki oleh Indonesia.
Maka sangatlah penting untuk menjadikan Pancasila sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya bangsa. Membudayakan Pancasila berarti lebih dari sekadar memahaminya sebagai simbol atau semboyan negara. Tetapi, juga menerapkannya dalam perilaku kita sehari-hari sehingga nilai-nilai luhur Pancasila menjadi bagian dari norma dan tradisi sehingga tidak ada celah sedikit pun untuk ideologi-ideologi radikal masuk dan merusak harmonisme bangsa Indonesia yang sudah terjalin sejak dahulu.