Featured

Meneladani Metode Dakwah Moderasi Sunan Bonang

1 Mins read

Sunan Bonang atau yang bernama asli Raden Maulana Makdum Ibrahim merupakan putra keempat dari Sunan Ampel dan Nyai Ageng Manila, putri Arya Teja Bupati Tuban, Jawa Timur. Metode dakwah Sunan Boning sangat memperhatikan kondisi sosial dan budaya jawa saat itu, seperti wayang, sastra sufistik, tembang, sampai tasawuf.

Sebelum mendakwahkan Islam, Sunan Bonang menempa diri dengan belajar ilmu keislaman kepada Ayahnya, yakni Sunan Ampel. Beliau belajar dengan santri-santri sunan Ampel, seperti Raden Patah, Raden Paku (Sunan Giri), dan Raden Kusen.

Beliau juga menimba ilmu kepada Syekh Maulana Ishak saat menunaikan Ibadah Haji bersama Sunan Giri. Menurut Agus Sunyoto dalam bukunya yang berjudul Atlas Walisongo mengatakan, bahwa metode dakwah Sunan Bonang dengan pendekatan seni dan budaya, seperti halnya yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga.

Berkat proses belajar tersebut, beliau mampu menguasai seluk beluk kesenian jawa. Maka, beliau sangat mahir dalam mengubah macapat, yakni puisi dan temban jawa. Meskipun demikian, sebelum menggunakan metode dakwah ini, dalam Babad Daha-Kediri, dikishakan, bahwa Sunan Bonang menggunakan kekerasan, yakni dengan menghancurkan arca yang disembah masyarakat Kediri.

Singkat cerita, bahwa pada saat peristiwa Babad Daha-Kediri Suban Bonang pernah mengubah aliran Brantas, supaya wilayah-wilayah tertentu yang dilalui sangai tersebut kekeringan. Wilayah tersebut ternyata wilayah yang tidak mau menerima ajaran Islam. Sehingga terjadi konflik. Adapun dua tokoh yang paling menonjol menolak kala itu adalah Ki Buto Locaya dan Nyai Plencing penganut, ajaran Bhairawa-bhairawa.

Setelah kegagalan dalam berdakwah di Kediri, Sunan boanang mulai merenungkan dan akhirnya menemukan metode dakwah yang pas, yakni dengan memanfaatkan kesenian dan kebudayaan. Manurut buku Atlas Wali Songo, Sunan Bonang sangat piawai dalam penguabahan tembang jawa, kemudian menjadi gending untuk berdakwah.

Mengambil Hikmah

Kedudukan seorang pendakwah atau da’i dalam menyebarkan ajaran Islam sangatlah urgen dan vital. Sebab, da’i menjadi juru bicara dari ajaran agama Islam. Lebih lagi masyarakat Indonesia merupakan bangsa yang religius, sehingga akan lebih mudah pesan-pesan yang disampaikan oleh da’i akan dicerna dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari serta kehidupan bermasyarakat.

Dari metode dan keberhasilan Sunan Bonang dalam berdakwa tersebut, sepatutnya menjadi pelajaran bagi pendakwah atau da’i sekarang. Berdakwah harus dengan cara yang lemah lembut, sejuk, damai, dan cerdas membaca realitas sosial, tanpa mengurangi esensi Islam. Pada titik ini, pendakwah tidak hanya belajar tentang sumber-sumber ajaran Islam, melainkan harus memahami secara keseluruhan berbagai disiplin ilmu yang dikorelasisakan dengan kondisi masyarkat sosial.

Wallahu a’lam bi ash-showab

1380 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Featured

Ius Est Ars Boni Et Aequi: Menghidupkan Kebaikan dan Keadilan

2 Mins read
Adagium klasik “Ius est ars boni et aequi,” memiliki arti hukum adalah seni dari kebaikan dan keadilan. Adagium ini mengingatkan kita bahwa hukum…
Featured

VOC dan Asal Usul Birokrasi Indonesia, Hitam-Putihnya yang Diwariskan

7 Mins read
Birokrasi kolonial Hindia-Belanda sendiri dapat dikatakan baru dimodernisasi pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Hermann Willem Daendels (berkuasa 1808-1811) yang sejatinya adalah wakil…
Featured

Menentukan Jurusan Kuliah, Pilih Cara Idealis atau Realistis? Ini Jawabannya

3 Mins read
Anak SMA terutama yang sudah menginjak bangku kelas 12 sebaiknya mulai menyusun plan life after SMA. Mereka sudah seharusnya menentukan apa yang akan dilakukan setelah selesai…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *