Syaikhona Muhammad Kholil adalah ulama kharismatik asal Bangkalan Madura. Beliau lahir pada 9 Shafar 1252 H bertepatan dengan 25 Mei 1835 M dari pasangan KH. Abdul Lathif dan Syarifah Khodijah.
Mbah Kholil Bangkalan menyandang gelar Syaikhona yang berarti guru kami, karena murid-murid yang berguru kepadanya menjadi ulama besar di kemudian hari. Salah satu muridnya adalah Hadratus Syaikh Hasyim Asyâari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama. Bahkan disebutkan, bahwa Mbah Kholil Bangkalan juga pernah mengaji kepada muridnya yang satu ini.
Ada jalur yang panjang dalam penimbaan ilmu Syaikhona Kholil Bangkalan, dimulai dari belajar ilmu agama di Madura hingga ke Makkah. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa beliau pernah menimba ilmu di al-Azhar Mesir.
Di antara yang menyebut kalau Syaikhona Kholil Bangkalan pernah tiba di Mesir dan belajar kepada ulama-ulama al-Azhar adalah Rais âAm PBNU KH. Miftachul Akhyar. Informasi ini beliau sampaikan dalam memberikan tausyiah acara Halal Bi Halal IKANU Mesir yang diselenggaran di pondok pesantren Miftachus Sunnah pada Rabu (11/5).
Bukti Syaikhona Kholil Bangkalan belajar di al-Azhar
Dari salinan manuskrip kitab al-Khulashah al-Kafiyah karya Sayyid Salim bin Jindan (w. 1969), disebutkan jika KH. Kholil Bangkalan (w. 1925) pernah mujawarah di al-Azhar Mesir.
KH. Kholil Bangkalan dicatat pernah berguru kepada Syaikh Ibrahim al-Baijuri (w. 1860), Syaikh Muhammad al-Mifdhali, dll. Syaikh Ibrahim al-Baijuri adalah pengarang kitab Tuhfah al-Murid syarah atas kitab Jauhar at-Tauhid, Hasyiyah âala Fathul Qaribâdua kitab yang masyhur di kalangan pesantren di Indonesia. Beliau adalah grand syekh al-Azhar ke-17.
Habib Salim bin Jindan (w. 1969) adalah murid langsung dari Kholil Bangkalan (w. 1925), dan meriwayatkan hadits musalsal dari beliau.
Habib Salim bin Jindan mencatat secara langsung terkait gurunya pernah menimba ilmu di al-Azhar. Data-data mengenai Syaikhona Kholil Bangkalan pernah belajar di Al-Azhar dapat dijumpai dalam kitab-kitab karya Habib Salim bin Jindan, antara lain al-Khulashah al-Kafiyah dan Raudhah al-Wildan fi Tsabat Ibni Jindan.
Kitab-kitab Habib Salim bin Jindan ini di kemudian hari menjadi salah satu rujukan Syaikh Yasin Padang dalam menulis biografi Syaikhona Kholil Bangkalan.
Selain menyebut Syaikh Ibrahim al-Baijuri, nama-nama guru Syaikhona Kholil Bangkalan yang disebutkan pula dalam sumber Habib Salim bin Jindan adalah Sayyid Abu Bakar Syatha (w. 1890), Syaikh Nawawi Banten (w. 1897), Syaikh Mahfuzh Tremas (w. 1920).
Bahkan terjalin hubungan yang istimewa antara Syaikhona Kholil Bangkalan dan Syaikh Nawawi Banten. Syaikhona Kholil Bangkalan adalah orang yang meminta Syaikh Nawawi agar menulis kitab tafsir dengan bahasa yang mudah dipahami. Keterangan ini juga tercantum dalam al-Khulashah al-Kafiyah. Hubungan ini diperkuat dengan silsilah sanad keilmuan yang mempertemukan mereka pada guru-guru yang sama. Baik Syaikhona Kholil Bangkalan maupun Syaikh Nawawi Banten pernah berguru kepada Mufti Haram Sayid Ahmad Zaini Dahlan, Syeikh Mahmud Kinan Al-Falimbani dan Syeikh Abdus Shamad Al-Falimbani.
Sejauh ini sudah banyak manuskrip kitab karangan Syaikhona Kholil yang ditemukan. Ada sekitar 33 manuskrip kitab karangan beliau yang berhasil dilacak dan 8 kitab telah ditulis ulang dan diterbitkan dalam cetakan baru oleh Lajnah Turos Syaikhona Kholil Bangkalan yang dikepalai oleh Ra Usman Hasan.
Syaikhona Kholil wafat di Martajasah Bangkalan pada Kamis 29 Ramadhan 1343 H bertepatan dengan 23 April 1925 M.
Guru ngaji, menerjemah kitab-kitab Arab Islam, penikmat musik klasik dan lantunan sholawat, tinggal di Majalengka.