Jaga Pilar

Mengambil Keteladanan Nyai Solichah A. Wahid Hasyim

3 Mins read
Untuk melanjutkan perjuangan sang suami, Nyai Solichah A. Wahid Hasyim sempat berjualan beras di pasar Kementerian Agama
Di balik tokoh besar KH. Wahid Hasyim beserta KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) beserta saudara-saudara yang lain, ada figur penting yang tidak bisa dikesampingkan perannya, yaitu: Nyai Hj. Solichah Munawwarah Wahid Hasyim.

Beliau merupakan anak KH. Bisri Syansuri dan Hj. Nur Chadijah (adik KH. Wahab Hasbullah). Lahir di Jombang pada 11 Oktober 1922 dan wafat pada Jumā€™at, 29 Juli 1994.

Penulis mengajak para pembaca mengenal sedikit dari kiprah beliau sebagai seorang ibu, aktivis sekaligus politisi yang tidak pernah abai dengan tugas luhurnya sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya.

Dalam buku berjudul ā€œSolichah A. Wahid Hasyim Muslimah di Garis Depan Sebuah Biografiā€ (2001: 35-40) dikisahkan betapa bersar ujian yang dihadapi beliau sebagai istri seorang tokoh kenamaan seperti KH. Wahid Hasyim.

Sudah menjadi risiko istri tokoh pejuang, jika dirinya sering ditinggal oleh sang suami. Karena itu, praktir kegiatan rumah tangga termasuk pendidikan anak-anaknya lebih banyak ditangani oleh dirinya.

Pada tahun 1950, saat KH. Wahid Hasyim diangkat mejadi Menteri Agama RIS dang mengharuskan tinggal di Jakarta, suasananya lebih baik.Ā  Sang suami lebih banyak bertemu dengan keluarga.

Sayangnya, itu tak berlangsung lama, karena pada tahun 1953, suaminya meninggal dunia pasca kecelakaan.

Pembaca bisa membayangkan bagaimana perasaan, kelusitan, kesedihan yang dirasakan Ibu Solichah saat itu. Usianya saat ditinggal suami adalah 30 tahun. Pada waktu itu, ia memiliki 5 anak yang masih kecil-kecil. Di samping itu, juga sedang mengandung anak yang masih berusia 3 bulan.

Hebatnya, dalam kondisi sesulit apa pun, beliau tidak pernah menyerah dengan keadaan. Bahkan, sang ayah, KH. Bisyri Syansuri, ketika menawarkan dirinya agar pulang kampung bersama anak-anaknya, beliau tidak memenuhinya.

Lebih dari itu, saat ditawarkan anak-anaknya sebagiannya diasuh oleh keluarganya, beliau juga tidak meyetujuinya. Semua ditangani sendiri, dan itu berada di Jakarta. Bisa dibayangkan kesulitannya seperti apa.

Ketegasannya dalam bersikap bisa dibaca dari pernyataannya berikut, ā€œKalaupun tidak bisa bekerja untuk membiayai kebutuhan hidup anak-anak, berjualan gado-gado pun akan dilakukan.ā€

Keputusannya sudah bulat. Risikonya, sebelum mendapat penghasilan, beliau terpaksa menjual harta benda yang dimilikianya. Apalagi, peninggalan KH. Wahid Hasyim, meski menjadi Menteri Agama, tidaklah banyak.

Lama-lama ketika hartanya berkurang drastis karena dijual untuk memenuhi kebutuhan, akhirnya Solichah berjualan beras di pasar Kementerian Agama. Beliau menangkap peluang untuk memasok kebutuhan beras para pegawai Kementerian Agama.

Hal itu dilakukannya, tanpa ada rasa risih dan malu. Tak hanya itu, beliau juga berjualan batu, pasir dan bambu di Pelabuhan Tanjung Periuk.

Hebatnya, dalam bisnisnya tersebut, ia tidak pernah menggunakan aji mumpung dengan menggunakan kebesaran nama almarhum suaminya. Semuanya berjalan normal tanpa ada kolusi dan nepotisme.

Lalu bagaimana dengan pendidikan anak-anaknya? Beliau sama sekali tidak pernah abai dengan tugas luhur ini.

Di dalam pendidikan terhadap anak-anaknya, diterapkan sistem kedisiplinan tinggi.Ā  Beliau tak segan-segan memukul anaknya dengan penggaris ataupun pengaris jika mereka meninggalkan kewajiban shalat dan belajar membaca Al-Qur`an.

Pada saat yang sama, beliau juga sangat dekat denan anak-anaknya. Bagi yang membaca biografi hayatnya, akan terasa kental dalam proses pendidikan ini terkait rasa kasih sayang, kehangatan dan egaliter yang diciptakan oleh Ibu Solichah.

Perhatian terhadap pendidikan ini tidak pernah dispelekan, walaupun saat beliau pada tahun 1955 terpilih sebagai anggota DPRD Jakarta sebagai wakil NU.

Saat beliau menjadi anggota DPR Goong Royong mewakili NU pada tahun 1960, perhatian terhadap pendidikan anak tidak pernah surut.

Ini terbutkti, bahwa sebelum anak-anak pulang sekolah, Hj Solichah sudah berada di rumah.Ā  Meski sibutk menjadi anggota legislatif, namun sangat sering berjumpa dengan anak-anaknya, sehingga tugas luhur sebagai ibu yang mendidik anak-anaknya tetap terksaa dengan baik.

Dalam suatu meja makan, ia sering menceritakan kisah-kisah heroik tentang KH. Wahid Hasyim, perjuangan para tokoh NU dan lain-lain sehingga mendorong anak-anaknya semangat belajar dan bisa meneladani tokoh-tokoh itu. Menariknya, tidak ada kesan menggurui ketika mendidik, anak-anaknya diberi kesempatan untuk mengutarakan pendapat masing-masing.

Membaca sepak terjang Bu Hj. Solichah ini, para pembaca bisa mengambil banyak pelajaran, bahwa meskipun dalam kondisi sesulit dan sesibuk apapun, seorang istri dan ibu tidak pernah mengabaikan tugas luhurnya di rumah.

Anak-anak tetap mendapatkan perhatian dan pendidikan memadai. Sehingga, tidak heran jika di kemudan hari anak-anaknya banyak yang sukses. Salah satunya bahkan, pernah menjadi Ketua PBNU dan Presiden RI ke-4, yaitu: KH. Abdurrahman Wahid alias Gusdur. Rahimahallah Rahmatan Waasiā€™ah.*

Mahmud Budi Setiawan

2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Jaga Pilar

Hilangnya Demokrasi Itu Berarti Hilangnya Kemanusiaan, Benarkah?

4 Mins read
Demo dilakukan oleh sebagian besar Mahasiswa diberbagai wilayah Indonesia didepan gedung DPR. Mereka melakukan Demo atas ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan DPR yang…
Jaga Pilar

Dunia Akademis yang Sakit: Bertahan, Melawan, atau Menyerah?

4 Mins read
ā€œThere is a crack, a crack in everything, thatā€™s how the light gets in.ā€Ā Kutipan dari Leonard Cohen ini menjadi refleksi yang tepat…
Jaga Pilar

Pajak dan Generasi Muda: Mengubah Mindset, Membangun Negeri

3 Mins read
Seperti yang diketahui, pajak merupakan salah stau sumber pendapatan utama bagi Negara Indonesia yang digunakan untuk membiayai pembangunan dan layanan publik. Sudah…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *