Jaga Pilar

Mengawal Pilkada untuk Kemaslahatan NKRI

3 Mins read

Jika tidak ada aral melintang, pada tanggal 27 November 2024 mendatang rakyat di seluruh sudut negeri ini akan melaksanakan pemungutan suara pilkada serentak. Dalam laporan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), sebanyak 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota secara serempak akan melaksanakan pesta rakyat 5 tahunan ini.

Sebagai perwujudan demokrasi subtansial, publik berharap bahwa momen pilkada ini dapat benar-benar berjalan sesuai dengan garis demokrasi yang sesungguhnya. Pilkada ini haruslah menjadi ajang yang tepat untuk melahirkan para pemimpin yang benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat, bukan memilih penguasa bengal yang memproduksi petaka.

Demokrasi dan Pilkada harus benar-benar menjadi saluran strategis untuk menghasilkan para pemimpin yang memiliki pandangan kepemimpinan yang baik, pemimpin yang menyadari bahwa dirinya bukanlah bangsawan yang setiap waktu harus dilayani rakyat, melainkan seorang abdi yang selalu bertugas melayani rakyat. Pemimpin yang mengutamakan subtansi dan upaya transformasi daerah, bukan tipe penguasa yang sibuk merekaya citra dirinya.

Momen Pilkada bukan sekadar bagian dari mekanisme politik formal yang dilaksanakan sekadar demi mengisi jabatan publik. Lebih dari itu, Pilkada seharusnya menjadi medium untuk mengimplementasikan pelaksanaan otonomi daerah yang sesungguhnya. Memberi kesempatan dan tanggung jawab penuh kepada daerah untuk berkembang sesuai dengan potensi dan kebutuhannya masing-masing sembari tetap menjaga keselarasan pembangunan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Masyarakat dalam hal ini sudah waktunya memiliki pandangan yang cermat untuk memilih pemimpin daerah yang cakap dan berpengalaman serta mampu meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan yang sebangun dengan kerja meningkatkan kesejahteraan publik di daerah. Dalam konteks ini, masarakat harus betul-betul membuka mata kesadarannya mengenai proyeksi kepemimpinan daerah. Rakyat harus memiliki pemahaman mendalam tentang kualitas para calon pemimpinnya. Jika tidak jeli, masyarakat berpotensi akan jatuh ke dalam lubang petaka.

Di sisi yang sama, Pilkada seharusnya menjadi kesempatan paling baik bagi institusi partai politik untuk membuktikan kualitas kaderisasinya. Di situasi ini, parpol harus mampu menyodorkan calon pemimpin terbaik yang telah ditempa oleh proses ideologisasi di internal. Para kontestan yang diusung oleh partai politik harus mampu membuktikan kualitasnya, merebut mandat rakyat dalam kontestasi. Partai politik jangan sampai mengajukan para pemimpin hanya pada basis dan indikator elektabilitas belaka dan abai pada kualitas intelektualitas dan etikabilitasnya.

Masalah Pilkada

Sejak Pilkada pertama kali mulai dilakasanakan di negeri ini pada 2005, tampak masih banyak problema sosial yang masih mengusik. Problema tersebut hingga hari ini belum terselesaikan dengan baik. Dalam amatan penulis, setidaknya terdapat beberapa masalah Pilkada yang perlu diselesaikan oleh semua pemangku kebijakan: pertama, dalam praktiknya di lapangan, Pilkada yang dilaksanakan sering memicu polarisasi dan segregasi di masyarakat. persaingan yang memuncak sering menjadi suluh konflik yang berakibat pada prahara, kerusuhan dan keterbelahan masyarakat, bahkan dalam beberapa situasi, polarisasi dan konflik sosial itu berakibat pada jatuhnya korban nyawa. Proses ini terus berlanjut dan terus dirawat.

Kedua, dalam penetrasi media sosial yang kian memuncak, dinamika politik Pilkda sering diselimuti masalah hoaks dan kampanye hitam. demi memenangkan pertarungan, para kontestan acap menggunakan informasi palsu guna menjatuhkan lawan politik. Situasi ini tentu menjadi penyakit dalam demokrasi  saat ini. Ketiga, masalah politik uang (money politic). Praktik money politik itu sudah menjadi budaya kolektif, kejahatan demokrasi yang dinormalisasi. Tragisnya banyak kalangan politisi yang memadang politik uang sebagai “kewajiban moral”. Kalangan politisi semacam ini merasa tidak sedang menyuap, melainkan memberi kompensasi bagi pemilih mereka.

Masalah-masalah tersebut harus segera diselesaikan, sebab bila tidak masalah demikian akan menjadi benalu yang pelan-pelan merusak tatanan demokrasi, menyuburkan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Mengawal Pilkada

Dalam upaya mengawal keberlangsungan demokrasi dan proses pilkada yang berintegritas, penting bagi semua pihak untuk bahu-membahu mengawal Pilkada. Para pemangku kepentingan seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kepolisian dan TNI serta mahkamah konstitusi harus menunjukkan daya etika, integritas dan moralitasnya, hanya dengan demikian demokrasi bisa berjalan baik.

Jika para elite pemimpin dan para pembangku kepentingan kehilangan nalar dan integritasnya, masyarakat akan kehilangan kepercayaan (distrust). Pilkada yang kehilangan kepercayaan masyarakat pelan-pelan akan menjadi musabab utama bagi partisipasi pemilih yang menurun, melemahnya legitimasi pemerintah yang terpilih, serta anarki yang lahir dari pemberontakan rakyat.

Agenda Pemimpin Terpilih

Kontestasi niscaya melahirkan pihak yang menang dan pihak yang kalah. Dalam tradisi politik Indonesia yang penuh nilai-nilai kearifan, pihak yang menang seharusnya mampu merangkul pihak lain yang kalah, di sisi lain, kontestan yang kalah harus mampu menerima dengan lapang dada dan terus berperan untuk kepentingan rakyat, kendati tidak memiliki daulat kekuasaan formal.

Jika dilihat dari situasi demokrasi dan kepemimpinan nasional hari ini, agenda mendesak bagi para pemimpin yang terpilih dalam hemat penulis adalah realisasi program reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi tersebut untuk mengatasi hambatan struktural, sosial dan politik yang tampak masih menghambat kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat.

Reformasi birokrasi tersebut diperlukan untuk secara sistematis dapat memperbaiki tata kelola pemerintahan daerah, menegakkan supremasi hukum, menyelesaikan masalah ketimpangan sosial dan ekonomi serta memperkuat demokrasi.  Terdapat hubungan yang erat antara demokrasi, otonomi daerah dan pelayanan publik (reformasi demokrasi).

Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa birokrasi yang profesional, efektif, efisien, netral secara politik, transparan dan akuntabel akan berhubungan positif dengan pelaksanaan otonomi daerah, selaras dengan kerja meningkatkan kesejahteraan dan perekonomian daerah

1196 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Jaga Pilar

Dampak Penambangan Pasir di Sungai Batanghari, Ancaman atas Bangsa?

3 Mins read
Sungai Batanghari adalah salah satu sungai terpanjang di sumatera yang mengalir melintasi provinsi jambi. Sungai batanghari memiliki manfaat yang sangat tinggi, sungai…
Jaga Pilar

Dampak Kebijakan Impor dan Ekspor terhadap Stabilitas Ketahanan

1 Mins read
Kebijakan impor dan ekspor pangan di Indonesia memiliki pengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan nasional, terutama dalam aspek stabilitas harga pangan. Kebijakan ini…
Jaga Pilar

Jalan Keluar Masalah Krisis Iklim; Solusi untuk Bangsa

3 Mins read
Bayangkan jika pantai-pantai favorit di negeri ini tenggelam, cuaca kian tak terduga dan udara semakin panas. Ini bukan imajinasi tentang masalah masa…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.