Religius

Pembagian Niat Kurban: Kurban Sunnah dan Kurban Nadzar

2 Mins read

Jenis niat kurbanย  terbagi menjadi dua yakni kurban sunnah dan kurban nadzar yang hukumnya wajib.

Kurban Sunnah

Kurban sunnah ialah seseorang yang melakukan kurban di hari raya idul adha dan hari-hari tasyriq dengan tanpa niat nadzar. Siapa saja yang boleh memakan daging kurban ini sudah dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Hajj, ayat 28:

ููŽูƒูู„ููˆุง ู…ูู†ู’ู‡ูŽุง ูˆูŽุฃูŽุทู’ุนูู…ููˆุง ุงู„ู’ุจูŽุงุฆูุณูŽ ุงู„ู’ููŽู‚ููŠุฑ

Artinya:

ย โ€œMakanlah daging kurban dan berikanlah sebagian pada orang fakirโ€. (QS. Al-Hajj:28)

Dan surat Al-Hajj ayat 36:

ููŽูƒูู„ููˆุง ู…ูู†ู’ู‡ูŽุง ูˆูŽุฃูŽุทู’ุนูู…ููˆุง ุงู„ู’ู‚ูŽุงู†ูุนูŽ ูˆูŽุงู„ู’ู…ูุนู’ุชูŽุฑู‘

Artinya:

โ€œMakanlah sebagian dari daging kurban, dan berikanlah sebagiannya pada orang fakir yang tidak minta-minta, dan orang fakir yang minta-minta. (QS. Al-Hajj: 36)

Dalil diatas diperkuat dengan hadits:

ู‚ูŽุงู„ูŽ ุฑูŽุณููˆู„ู ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุตูŽู„ู‘ูŽู‰ ุงู„ู„ู‘ูŽู‡ู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูŽุณูŽู„ู‘ูŽู…ูŽ ูƒูู†ู’ุชู ู†ูŽู‡ูŽูŠู’ุชููƒูู…ู’ ุนูŽู†ู’ ุฃูƒู„ ู„ูุญููˆู…ู ุงู„ู’ุฃูŽุถูŽุงุญููŠู‘ู ููŽูƒูู„ููˆุง ู…ู†ู‡ุงูˆูŽุงุฏู‘ูŽุฎูุฑููˆุง

Artinya:

โ€œRasulullah bersabda: โ€œDulu aku melarang kamu samua makan daging kurban, sekarang makanlah daging kurban dan simpanlahโ€.

Dengan demikian, bagi orang yang berkurban, maka ia sunnah memakan sebagian dari daging hewan kurban tersebut, dan membagikannya kepada fakir miskin dengan kriteria prioritas sama seperti dalam bab zakat, dimana prioritas utamanya ialah yang paling fakir dan paling dekat kekerabatannya dengan kita.

Dalam keterangan hadits lain, dijelaskan pula berapa banyak daging yang kita makan dan kita bagikan:

ุฑูˆู‰ ุงุจู† ุนู…ุฑ ุนู† ุงู„ู†ุจูŠ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ููŠ ุงู„ุงุถุญูŠุฉ ู‚ุงู„: ูˆูŠุทุนู… ุฃู‡ู„ ุจูŠุชู‡ ุงู„ุซู„ุซ ูˆูŠุทุนู… ูู‚ุฑุงุก ุฌูŠุฑุงู†ู‡ ุงู„ุซู„ุซ ูˆูŠุชุตุฏู‚ ุนู„ู‰ ุงู„ุณุคุงู„ ุจุงู„ุซู„ุซุฒ

Artinya:

โ€œIbnu Umar meriwayatkan dari Nabi SAW dalam masalah kurban, beliau bersabda: โ€œGunakanlah untuk keluargamu sepertiga daging kurban, berikanlah tetanggamu yang fakir sepertiga, shodaqohkanlah pada orang yang minta-minta sepertiga. (HR. Ibnu Umar)

Dari hadits diatas dapat kita pahami bahwa yang paling baik (afdlal) ialah mengambil sepertiga daging hewan kurban untuk diri sendiri, sepertiga untuk tetangga dan sepertiga lagi untuk yang lainnya yang meminta.

Lantas bagaimana dengan orang yang kurban sunnah di hari raya idul adha dan mengambil semua dagingnya tanpa membagikan kepada orang-orang fakir? Mengaca pada hadits diatas, maka orang tersebut wajib mengganti rugi minimal dengan cara membagikan sepertiga dari bobot hewan kurbannya, dan membagikannya kepada orang-orang fakir.

Kurban Nadzar

Kurban nadzar ialah kurbannya seseorang yang telah bernadzar akan melakukan kurban. Contohnya misalkan seseorang yang sedang sakit bernadzar bahwa jika ia sembuh, ia akan berkurban. Maka ketika orang tersebut sembuh, ia wajib melaksanakan nadzarnya tersebut.

Untuk kurban wajib atau nadzar ini, orang yang berkorban danย  keluarga yang wajib dinafkahinya tidak boleh memakannya. Alasannya adalah karena ketika sebuah nadzar sudah sah terlaksana menurut syaraโ€™, maka hewan tersebut sudah terlepas dari kepemilikan orang yang berkorban, dan wajib di berikan kepada orang-orang fakir.

Keterangan mengenai hal ini bisa dilihat dalam Futuhat Al Ilahiyat juz 3 halaman 195 yang menafsiri surat al-Hajj ayat 28:

โ€œููƒู„ูˆุง ู…ู†ู‡ุงโ€ ุงูŠ ุฅุฐุง ูƒุงู†ุช ู…ุณุชุญุจุฉ ูˆุฃุทุนู…ูˆุง ุงู„ุจุงุฆุณ ุงู„ูู‚ูŠุฑ

Artinya:

ย โ€œMakanlah daging korban, maksudnya korban sunnah dan berikanlah pada orang yang sangat membutuhkan (fakir)โ€.

Dengan demikian, bisa dipahami bahwa daging hewan kurban boleh dimakan oleh pihak yang berkurban hanya apabila kurbannya adalah kurban sunnah. Sehingga untuk kurban wajib hukumnya tidak boleh. Daging kurban wajib hanya boleh dimakan oleh fakir miskin saja, tidak boleh dimakan oleh pihak yang berkurban, orang-orang yang wajib dinafkahinya, dan juga tidak boleh dimakan oleh orang kaya.

Memang tidak semua ulama menyatakan tidak boleh. Ada juga yang memperbolehkannya, seperti pendapat Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Qaffal, dan Imam Haramain. Namun sebaiknya, kita ikuti saja pendapat mayoritas ulama yang tidak memperbolehkannya, dengan mempertimbangkan prinsip โ€œkehati-hatianโ€ dalam mengambil rumusan hukum. (AN)

Wallahu aโ€™lam bi shawab.

Muhammad Ibnu Sahroji, MA

Dai dan intelektual muslim. Kandidat Doktor di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
2121 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan kenegaraan
Articles
Related posts
Religius

Islamisme: Tantangan Abadi dalam Sejarah dan Masa Depan NKRI

2 Mins read
Sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), isu hubungan antara Islam dan negara telah menjadi perdebatan yang tak kunjung usai. Di satu…
Religius

Djindar Tamimy: Jejak Pemikiran dan Perjuangan Ideolog Muhammadiyah

12 Mins read
โ€œPada dasarnya setiap manusia memiliki empat dimensi pergaulan : pergaulan dengan sesama manusia, pergaulan dengan lingkungan hidup, pergaulan dengan diri sendiri, dan…
Religius

Meneroka Makna Hari Guru Nasional dalam Islam

2 Mins read
Dalam dinamika sosial yang semakin kompleks, peran guru telah berevolusi menjadi jauh lebih dari sekadar pengajar. Guru kini berperan sebagai arsitek masa…
Power your team with InHype
[mc4wp_form id="17"]

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *