Kemarin saya mendapatkan pesan WhatsApp dari seorang pegiat politik nasionalis Partai NasDem. Dia mengirim sebuah berita bahwa DPP partai besutan Surya Paloh ini menyatakan dukungannya terhadap Calon Bupati Fauzi dan Hasyim yang akan berlaga di Sumenep. Dan, partai ini menarik dukungannya terhadap lawannya Kyai Ali Fikri.
Mulanya saya kaget mendapatkan berita itu, karena judulnya yang “clickbait” namun ketika dibaca baris demi baris dari berita tersebut belum ditemukan pernyataan sikap DPP Partai NasDem yang menyatakan dukungannya terhadap kubu Fauzi. Apalagi saya temukan berita di sumber yang jauh lebih terpercaya bahwa benar NasDem belum menyatakan sikapnya. Tapi, kenapa media besutan Said Abdullah berani menulis berita demikian?
Saya belum tahu alasan media besutan Said itu menulis berita tersebut. Apalagi saya belum menanyakan langsung kepada reporter yang bekerja di dalamnya. Tapi, untuk sementara saya bisa mengambil kesimpulan bahwa berita itu hoaks. Memang cukup berbahaya berita hoaks semacam itu. Bahayanya bisa membodohi umat yang mau berjuang di jalan yang benar.
Mengenai hoaks Allah pernah berpesan: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS. al-Hujurat: 6).
Ayat 6 tadi memang secara tidak langsung menyebut hoaks. Tapi, pesan yang disampaikan di dalamnya lebih menekankan untuk lebih berhati-hati dalam mengonsumsi berita yang disampaikan oleh orang fasik. Orang fasik ini bisa dipahami dengan media yang dipertanyakan kredibilitasnya. Bisa jadi media ini terkesan subjektif, sehingga objektivitasnya tidak lagi terlihat.
Berita hoaks memang susah dihindari. Apalagi, berita ini disebarkan di media sosial yang jauh lebih cepat sampai di tangan pembaca. Maka, cara terbaik untuk mencegah berita hoaks itu adalah dimulai dari pembaca atau penerima berita sendiri. Pertama, pembaca berita harus lebih berhati-hati dengan melihat siapa yang menulis berita tersebut. Apakah dia tergolong orang yang gemar berdusta? Atau dia termasuk pelaku politik praktis yang berpikir politik soal menang-kalah, bukan benar-salah?
Kedua, pembaca berita hendaknya dibekali pengetahuan yang mendalam. Pembaca berita isu politik harus mengerti banyak tentang politik, agar dia tidak gampang terjebak dengan berita hoaks yang mencoba membodohinya. Sehingga, dengan bekal pengetahuan yang mendalam pembaca berita akan mampu memilah mana berita yang benar dan mana berita hoaks.
Ketiga, pembaca berita hendaknya tidak gampang menyebarkan berita yang belum jelas kredibilitasnya. Baca dan teliti terlebih dahulu, baru share ke beberapa media sosial yang bisa dia jangkau jika berita itu valid. Jika berita itu hoaks, sebaiknya dihapus dan jika mampu dia bisa menyampaikan kepada publik bahwa berita itu hoaks.
Sebagai penutup, mari bersama-sama mencegah hoaks dari sekeliling kita. Sebisa mungkin perangi hoaks jika mampu. Karena, perang melawan hoaks juga dapat digolongkan sebagai jihad fi sabilillah. Bukankah pada ayat tadi Allah mengajak orang yang beriman untuk melawan hoaks? Jika bukan kita yang melakukan perintah Tuhan, terus siapa lagi?