Religius

Perkataan Sahabat Nabi Bukan Hujah Mutlak, Anda Harus Tahu!

2 Mins read

Perkembangan fikih terjadi mulai sejak zaman Nabi Muhammad saw hingga saat ini tidak pernah berhenti. Bedanya dengan sekarang, pada masa Rasulullah saw. segala persoalan bisa diputuskan dan diselesaikan oleh Keputusan dari Nabi Muhammad saw. Namun, Nabi Muhammad saw. tidak menutup pintu ijtihad sahabat-sahabatnya saat mereka menghadapi masalah dan tidak bersama Rasulullah serta tidak ada keterangan di al-Quran dan sunnah Nabi.

Ijtihad para sahabat ini ada kalanya didiamkan oleh Nabi yang artinya diperbolehkan dan ada yang dikoreksi atau dilarang. Seperti ketika ada sahabat yang menjadi Imam orang banyak kemudian dia membaca surat Panjang sehingga membuat makmumnya tidak nyaman. Ijtihad sahabat ini kemudian ditegur oleh Nabi Muhammad saw.

Ada juga ijtihad sahabat Nabi yang tidak dilarang. Seperti ketika mengobati seseorang dengan surat al-Fatihah. Dan banyak lagi. Kemudian setelah masa Nabi dan Sahabatnya, datanglah masa Sahabat dan Tabiin.

Tabiin adalah sebutan bagi orang-orang yang balajar dari sahabat. Untuk disebut sebagai tabiin, mereka harus mempunyai syarat-syarat tertentu. Tidak cukup hanya beriman dan hidup semasa dengan sahabat Nabi Muhammad saw.

Tabiin seperti halnya sahabat boleh melakukan ijtihad. Bahkan ada yang menyebut  bahwa tabiin itu tidak taklid. Mereka berijtihad dengan dirinya sendiri, kalau pengambilan hukum tabiin sama dengan sahabat Nabi itu karena kebetulan hasil ijtihadnya sama. Tapi ada juga hasil ijtihad tabiin yang tidak sama dengan sahabat dan sahabat tidak melarangnya atau menegurnya.

Karena itu ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa pendapatnya sahabat Rasul bukan hujjah mutlak. Sebab kalau menjadhi hujjah mutlak, maka yang tidak mengikutinya akan berdosa. Walaupun dalam pandangan ulama madzhab Hanafi, Maliki juga Hanbali berpendapat bahwa pendapatnya sahabat adalah hujjah syar’i.

Sahabat Nabi Muhammad saw, dengan gelarnya dan senioritasnya tidak menilai perbuatan tabiin yang berbeda dengannya sebagai ahli bidah. Apalagi mengkafirkannya. Bahkan ada Sahabat Nabi yang tergolong sahabat yang besar. Sahabat yang sangat masyhur. Sahabat yang sangat dekat dengan Nabi. Saat Sayyidina Anas bin Malik r.a. ditanya tentang suatu permasalahan malah ia sarankan untuk bertanya pada tabiin.

Diceritakan bahwa suatu ketika Anas bin Malik r.a. ditanya tentang sebuah permasalahan. Ia berkata: “Bertanyalah kalian pada Tuan Hasan!” Maksudnya adalah Hasan al-Bashri seorang tabiin. Kemudian ada yang bekata pada Sayyidina Anas r.a.: “Wahai Abu Hamzah (Anas bin Malik), kami sedang bertanya padamu kemudian engkau menyuruh kami bertanya pada Hasan” Anas bin Malik Kembali berkata: “Bertanyalah kalian pada Tuan Hasan, karena dia mendengar (tentang hukum permasalahan ini) dan aku pun mendengar hanya saja dia tetap ingat dan aku sudah lupa.”

Diceritakan pula bahwa Masruq bin al-Ajda’, seorang tabiin, pernah berbeda pendapat dengan sahabat besar Ibnu Abbas r.a. yang kita kenal sebagai salah satu sahabat Nabi yang paling alim dan ahli tafsir. Masruq berbeda pendapat dengannya dalam persoalan nadzar untuk menyembelih anak.

Suatu ketika ada seseorang yang bernadzar untuk menyembelih anaknya. Masruq berpendapat bahwa cukup dengan satu domba. Bersamaan dengan itu Ibnu Abbas r.a. berpendapat bahwa harus seratus domba. Kemudian Masruq berkarta: “Anaknya tidak lebih baik dari Nabi Ismail a.s.” Ibnu Abbas r.a. pun akhirnya merujuk pada pendapat Masruq.

Bahkan pendapat seorang Sayyidina Ali r.a. tidak mutlak untuk diikuti. Seperti fatwa Qadli Syuraih, seorang tabiin, yang menyatakan tidak menerima persaksian dari kerabat, anak, orangtua dan istri karena dikhawatirkan adanya keberpihakan. Sedangkan Sayyidina Ali r.a. berpendapat boleh menerima persaksian mereka.

Begitulah perkembangan pemikiran dalam fikih. Walaupun berbeda pendapat, kita tidak boleh mengkafirkan atau menuduh bidah orang yang berbeda pendapat dengan kita.

1196 posts

About author
Pilarkebangsaan.com adalah media yang menfokuskan diri pada topik kebangsaan, keadilan, kesetaraan, kebebasan dan kemanusiaan.
Articles
Related posts
Religius

Moderasi Beragama Jalan Tengah Cegah Ekstremisme dan Fanatisme

1 Mins read
Moderasi beragama adalah jalan tengah yang bisa mencegah ekstremisme dan fanatisme. Karena itu sangat penting nilai-nilai moderasi beragama terus ditanamkan di sekolah-sekolah. Tujuannya…
Religius

Paus Fransiskus: Menyapa Umat, Menyentuh Kontroversi

3 Mins read
Mari kita alihkan perhatian kita ke Paus Fransiskus, yang bebarapa waktu lalu melakukan perjalanan penting melintasi Asia. Setelah mengunjungi dua negara, sempat…
Religius

Kisah Murtad Cut Fitri Handayani: Bolehkah Pindah Agama di NKRI?

3 Mins read
Beberapa tahun lalu, sempat santer tersebar di media sosial tentang Cut Fitri Handayani, seorang perempuan asal Aceh yang keluar dari agama Islam…
Power your team with InHype

Add some text to explain benefits of subscripton on your services.